Seikat lavender

766 89 26
                                    

Bibi Lee memasuki ruangan itu di mana Zhan sudah berangsur-angsur membaik. Tepat 3 bulan Zhan mengalami koma dan saat ini untuk pertama kali Zhan membuka matanya kembali.

Air mata tumpah mengiringi senyum bahagia Bibi Lee saat melihat Zhan terbangun dari koma, dia tak bicara sama sekali hanya menatap bunga di sampingnya dengan raut sedih, sebuah bunga berwarna kuning yang dia kenali dari taman di pinggir halte.

Seminggu telah berlalu, Zhan sama sekali tak bicara, hingga hari ini dia menanyakan tentangnya.

"Apa dia datang, Bi?"

"Apa yang kau maksud dia yang menjagamu setiap hari? Ini sebuah surat untukmu darinya."

Dear my world,

Temui aku di gereja Xxxx di samping kebun lavender tgl 05 Oktober Xxxx pukul 10.00

Aku akan memberikanmu lavender, mengikat janji suci denganmu di depan Tuhan dan akan membawamu pergi jauh dari sini.

Wang Yibo.

Zhan meneteskan air mata membaca surat itu, tinggal beberapa hari lagi menuju tanggal yang dimaksud. Sejak saat itu kesehatan Zhan meningkat pesat dan kini dia sudah diperbolehkan untuk pulang.

"Bibi Lee apa aku terlihat cantik?"

"Kau selamanya terlihat cantik anakku," sebuah luka membujur dari kening kiri menuju mata Zhan.

"Apa dia akan tetap mau menerimaku?"

"Dia sangat mencintaimu."

.
.
.

Zhan merasa asing melihat keadaan rumahnya yang terasa sepi, dia bertanya tentang keberadaan bibi dan pamannya dan mendapati jawaban jika pamannya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Sedangkan Bibinya berada di kamarnya sedang mengurung diri.

"Kecelakaan?" tanya Zhan agak aneh.

Setelahnya Zhan baru mengetahui jika pamannya meninggal dengan cara mengenaskan, tubuhnya mengalami beberapa luka tusukan. Dan setelah di cari tahu, kelompok berandal Yibo yang harus bertanggung jawab.

Zhan begitu khawatir saat kepolisian memberitahukan fakta terbaru dan satu orang menjadi buron atas dalang pembunuh itu.

.
.
.

Hari yang di nanti pun tiba ....

Bibi Lee tampak begitu bahagia seolah dia tengah melepas anak gadisnya, berkali-kali dia membantu Zhan merapikan pakaiannya.

Hiasan bernuansa ungu terpajang begitu cantik menghias gereja tua yang sebenarnya tak ada lagi orang yang mau menikah di tempat itu, namun kini tempat itu menjadi lebih indah.

Beberapa jam telah berlalu sejak pukul sepuluh.

Zhan tampak gelisah, tamu undangan yang memang tak begitu banyak berangsur-angsur pergi meninggalkan tempat itu yang mulai terasa sunyi.

Sang mempelai pria tak kunjung datang. Membiarkan Zhan tetap berdiri di depan altar sendirian.

Menggunakan pakaian yang begitu indah berhias bunga ungu di saku, Zhan menunggu sejak pagi hingga sore. Sampai pada akhirnya ....

Kekasihnya datang, berjalan tertatih-tatih, dengan berlumuran darah tepat di hari pernikahannya.

Itu peristiwa empat tahun yang lalu, tetapi rasanya, Zhan masih melihat dengan jelas kejadian itu di pelupuk matanya, bahkan senyum terakhir kali yang orang itu berikan untuknya pun masih membekas jelas diingatan.

Hari ini, untuk terakhir kalinya Zhan menatap diam dalam sendu bangunan tua itu, hingga tanpa sadar, cahaya senja telah menyeruak dari balik dedaunan, Zhan hanya berdiri bergeming dengan mata indah yang terus mengerjap berkali-kali---menahan air mata yang akan jatuh.

Dia telah berjanji kepada dirinya sendiri untuk melepaskan segalanya. Ini adalah terakhir kalinya dia akan datang ke tempat ini untuk mengenang sosok Wang Yibo.

Esok hari, dia akan pergi meninggalkan tempat ini untuk selamanya menuju tempat di mana ayahnya tengah menunggu. Seperti perjanjian yang telah Zhan dan ayahnya sepakati.

"Jika kau tak lagi dapat menemukan arti hidupmu di sana, maka datanglah ke sini bersamaku, tinggalkan semua kenangan yang tak bisa kau lupakan di sana."

"Tuan, sepertinya hari akan mulai gelap." Sopir yang datang bersamanya mencoba mengingatkan Zhan.

"Sebentar lagi."

Zhan bersiap akan meninggalkan tempat itu, langkahnya sungguh berat sampai suara langkah kaki terdengar mendekat dan berhenti tepat di belakangnya.

Zhan merasakan getaran udara di sekitarnya terasa tak biasa. Dia diam sejenak menghentikan langkahnya.

Hingga tak lama terdengar suara yang begitu dia kenali.

"Xiao Meiren ...," katanya mengalun indah memanggil nama pemuda itu. Sedangkan orang yang dipanggil dengan sebutan itu tampak gemetar menahan tangis yang dengan susah payah dia bendung sejak tadi.

Sosok pemuda yang memanggilnya tengah berdiri tepat di belakang Xiao Zhan, membawa seikat bunga lavender yang disembunyikan di belakang tubuhnya.

Xiao Zhan tetap bergeming, hanya terlihat pundaknya yang bergetar.

"Aku kembali, menepati janjiku," kata lelaki itu kembali.

Air mata yang sudah lama Zhan tahan akhirnya ambrol, dia berbalik dan langsung memeluk tubuh putih pucat pemuda di hadapannya itu dengan erat.

"Jangan pernah tinggalkan aku lagi."

"Tidak akan pernah!" ucapnya yakin.

The end.

Lavender Promise (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang