Prolog

62 7 2
                                    

Disebuah rumah minimalis yang berada di daerah pinggiran kota Jakarta. Terdapat sebuah keluarga yang entah dapat dibilang apa. Hari Sabtu di pagi hari, matahari bersinar cerah. Namun sangat jauh berbeda dengan atmosfer di dalam rumah itu yang terhimpit oleh beberapa bangunan rumah-rumah bertingkat tetangganya.

"GUE BISA HIDUP SENDIRI!!" Sang ibu yang membawa sebakul pakaian cucian, meneriaki suaminya yang sedang menservis motor.

Dengan baju kaos putih lusuh dan beberapa bagiannya yang sudah terciprat oli, sang suami melemparkan obeng yang berada di genggamannya ke lantai.

"BAGUS!! KALO LO BISA HIDUP SENDIRI! GUE CEREIN LU YA" Balasnya sambil menunjuk sang istri yang tak peduli lagi dan fokus pada pakaian basah yang di jejerkannya di pagar rumah.

"IYA.. CEREIN AJA GUA!! GUA GA PEDULI!"

Sedangkan di dalam rumah, tepatnya di sebuah kamar yang paling depan, dengan jendela yang menghadap halaman rumah. Ada seorang anak perempuan sangat manis berumur lima tahun, terbangun akibat suara-suara pertengkaran yang didengarnya.

Anak manis itu tak mengerti apa-apa, ia hanya bangun dari kasur nyenyaknya dan berdiri di menghadap jendela. Memperhatikan bagaimana kedua orang tuanya yang saling meneriaki satu sama lain. Anak perempuan itu tak menangis. Jangankan menangis, bahkan untuk mengeluarkan sepatah kata saja tidak. Akan tetapi, semua kejadian di hadapannya ini akan ia rekam dalam ingatannya beserta suara-suara besar kedua orang tuanya.

Batin kecilnya hanya bertanya-tanya, "ada apa dengan ayah dan mama?"

***

Waktu pun berlalu dengan cepat, tak disangka-sangka anak perempuan di balik jendela itu akan segera memiliki adik. Dirinya sudah memasuki sekolah TK dan jarak sekolahnya tidak jauh dari rumah.

"Adek mau keluar sekarang mah?" Tanya anak perempuan itu, sedangkan kedua tangan dan matanya fokus pada kancing baju batik yang dikenakannya hari ini.

"Iya." Jawab sang ibu dengan perut besarnya. Lalu tersenyum dan mengusap rambut anaknya yang dikuncir dua. Anak yang manis.

"Nanti, Nayyara berangkatnya bareng sama Irfan ya? Mamah ga bisa nganterin dulu." Irfan merupakan teman main Nayyara dan mereka berdua satu sekolah saat ini.

"Oke mah" Kesibukannya berpindah, ia mencoba mengenakan kaos kakinya sebelah kiri yang ternyata warna kaos kakinya berbeda dengan kaki sebelah kanan. Anak itu berlari kecil menuju kamarnya untuk mencari sebelah kaos kakinya.

Sang Ibu yang sudah siap dengan sebuah tas yang berisikan perlengkapannya untuk dirinya dan bayinya nanti. Sang suami harusnya sudah menjemputnya sekarang, untuk segera kerumah sakit. Namun, batang hidungnya belum kelihatan juga. Sang ibu memutuskan untuk menelponnya dan panggilan itu tersambung.

"Halo? Ayah dimana sih?!"

"..."

"BISA-BISA AYAH LUPA?! INI ANAK KAMU LOH." Nayyara, anak manis dengan rambut dikuncir dua itu terdiam sesaat, ketika dirinya hendak keluar dari kamar.

"..."

"TERSERAH AYAH DEH!!"

Ibu mematikan panggilan dari ponselnya dengan kesal. Kemudian ia kembali menelpon seseorang yang Nayyara yakin ibunya menelepon supir taksi langganannya.

"Nayyyy... Udah belum?"

"Iya mah, sebentar.. Nay mau pakai sepatu dulu."

"Jangan lama-lama ya, mama tunggu depan."

Ditangan sebelah kiri ibunya menenteng tas yang cukup besar, lalu di tangan sebelah kanan sang ibu menggenggam tangan kecil putrinya. Sang ibu menuntunnya hingga di depan rumah tetangganya. Sudah ada Irfan yang berada di atas motor, memeluk ayahnya yang sudah siap akan mengendarai motor supra tersebut.

"Ayo neng, langsung naik aja. Takut keburu telat." Dengan di bantu sang ibu, Nayyara dapat menaiki motor itu dengan sempurna.

"Dah siap? Langsung berangkat ya?"

"Ntar dulu, bapak Irfan. Nay belum salim sama mama."

Anak perempuan mungil yang terduduk di ujung motor dengan baju batik kotak-kotak orange khas sekolah TK miliknya itu. Ia menunduk kepalanya dan meraih tangan sang ibu agar sampai ke keningnya.

"Nay berangkat ya mah, semoga ade sama mama sehat." Sang ibu mengaminkan doa dari putrinya.

"Pegangan Nay. Yang erattt.. jangan dilepas. Hati-hati jatuh, okay." Nayyara membalasnya dengan ibu jari yang mengacung di tangan kecilnya.

***

Tepat hari ini, di hari ulang tahunnya yang ke lima belas tahun. Tidak ada seorang pun yang mengingat ini. Hari kelahirannya termasuk kedua orang tuanya. Cih, bagaimana ingin mengingatnya, lihat saja kedua orang tuanya sekarang. Justru sedang bersitegang menarik otot di sekitar leher dan kerongkongannya.

Sungguh! Nayyara sungguh-sungguh muak dengan semua ini. Untuk apa? Untuk apa mereka berdua bertahan? Karena anak? Percayalah bahwasanya anak hanya ingin kedamaian.

Dibalik pintu kamar yang selama ini sudah menjadi saksinya untuk memendam semua rasa yang pernah Nayyara curahkan. Suara teriakan besar kedua orang tuanya membawanya ke masa lalu, dimana dirinya termenung di balik jendela. Kini, dirinya paham. Sangat amat paham dengan pertanyaan yang dahulu batinnya pertanyakan, "ada apa dengan ayah dan mama?"

Nayyara yang semula sedang belajar sambil mendengarkan beberapa lagu kesukaannya, ia menambah volume headphone yang bertengger di atas kepalanya hingga full. Tak peduli jika suara dari headphone itu akan menulikan gendang telinganya. Ia tak peduli. Ia hanya tak ingin mendengar suara bersaut-sautan itu, atau mungkin dirinya akan bersyukur jika telinganya tidak berfungsi lagi.

Di atas ranjangnya terdapat sang adik, yang masih nyenyak dalam tidurnya. Alfian Rizal Malik, wajahnya sangat mirip dengan ayah. Oh tidak, bahkan kebiasaan tidurnya pun sangat amat persis. Sama-sama kebo. Mungkin jika ada gempa berskala 8 richter, Alfi tetap tidak akan bangun. Disatu sisi, Nayyara bersyukur jika Alfi sangat pulas dalam tidurnya. Sehingga adik satu-satunya yang sangat ia sayangi itu, tidak perlu mendengar suara kicauan di luar kamar.

"Alfi.." gumam Nayyara seraya mengusap lembut rambut adiknya yang sangat pulas.

"Kakak gak mau menikah."

Tak tahu atas dorongan apa ia mengucapkan ini, entah karena emosionalnya yang masih labil dan tak menentu. Atau karena... dari dalam hatinya yang menginginkan.

I DON'T WANT TO GET MARRIED!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang