3. Ayo Kita Berpisah

28 1 0
                                    


Aku bangun lebih pagi hari ini. Waktu yang singkat ini, ingin kugunakan untuk menatap Gavin. Laki-laki yang tidur dengan lelap dan damai.

Aku menyentuh wajahnya secara perlahan. Menyusuri rahangnya dengan tangan gemetar.

Mencoba tersenyum, walaupun air mataku sudah menetes. Laki-lakiku sebentar lagi kita akan berpisah.

Kuharap kamu bisa menemukan. Wanita yang jauh lebih baik dariku. Aku akan mendoakan kebahagiaannya. Jangan benci aku atas keputusan pahit yang kuambil.

"Jangan menatapku diam-diam seperti ini. Tatap aku sesuka kamu, baby," katanya tiba-tiba. Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya.

Buru-buru menyeka air mata yang menetes.

Gavin menyentuh pipiku lembut dan membelai. Ujung jemarinya menyusuri wajahku dengan lembut dan tempo pelan.

Bergerak menyentuh dari hidung. Kemudian berakhir dibibirku. Pelan, mengusap bibirku dari arah kiri ke kanan dengan jempolnya.

"Lily, kamu terlihat sangat cantik. Aku tidak berbohong," katanya dengan suara yang masih serak khas bangun tidur.

Dia berdehem kecil. Kemudian tersenyum padaku.

"Bisakah kamu menutup matamu. Aku ingin melihatmu."

"Apakah saat aku membuka mata. Aku menjadi bukan aku?" katanya jail.

Aku tidak bisa menatapnya, jika dia membuka matanya. Kegugupan selalu menyerangku. Sehingga aku tidak bisa menatapnya lama.

"Ayolah, lakukan saja," kataku memohon.

"Baiklah gadis cantikku. Bukan, wanitaku. Silahkan menikmati hidangan pagi ini."

Gavin menutup matanya dengan perlahan. Aku bangkit dari posisi tiduran dan duduk dengan kaki diluruskan.

Aku mulai menyentuh alis tebalnya. Hal ini selalu membuatku iri. Dia punya banyak hal yang sangat indah pada dirinya.

Tubuhnya tinggi dan berotot. Kulit putih, dan rambut hitam yang tebal. Dia hampir sempurna.

"Gavin, kenapa kamu memilihku?" tanyaku.

"Karena kamu seperti bunga lily. Cantik, rapuh dan mudah rusak. Jadi aku menjagamu," katanya sambil membuka matanya.

Aku mengusap kembali matanya hingga tertutup.

"Tolong jangan dibuka."

"Ini sungguh tidak adil lily. Kamu bisa melihatku dengan jelas. Sementara aku hanya bisa membayangkan dirimu. Ini menyedihkan lily," katanya protes.

"Tidak Gavin. Ini sudah sangat adil. Biarkan ini menjadi momenku untuk saat ini."

"Tidak mau. Ini sungguh curang, aku tidak suka."

Gavin merengek padaku. Dia mengubah posisinya. Meletakan kepalanya di pangkuanku. Memeluk pinggangku dan menenggelamkannya kepalanya di perutku.

Aku mengusap kepalanya dengan perlahan. Menyisir rambut hitamnya dengan jari-jari tanganku.

"Ayolah lily jangan curang padaku terus," kata Gavin masih merengek.

"Tidak ada yang curang Gavin. Ini sudah benar."

Gavin terus bergumam tidak jelas. Sementara aku terus merekam semua yang kami lakukan dalam otakku.

Sampai sekarang aku masih bingung. Bagaimana cara meminta perpisahan padanya?

Takut jika dia terluka, sedih dan marah. Sungguh aku tidak tega menyakiti hatinya yang lembut.

"Gavin, kalau seandainya aku tidak ada di sisimu lagi. Apa yang akan kamu lakukan?"

Kekasih TawananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang