"Papahhh", Jaeyun berlari dengan kaki kecilnya saat melihat Heeseung dengan jas nya berdiri didepan gerbang sekolah.
Heeseung membuat posisinya seakan akan bersimpuh. Persetan dengan tanah yang kotor. Tangannya terbuka lebar, bersiap memeluk anaknya. Yang sudah berubah menjadi dunianya.
"Hap! Anak Papah sudah pulang ya, gimana tadi disekolah?", Heeseung memeluk Jaeyun yang masuk ke pelukannya dengan erat.
"Hari ini Jaeyun pimpin doa di kelas, katanya bu guru Jae pintar pimpin doa", bangganya saat menceritakan hal itu.
"Anaknya Papah pinter banget, sebagai hadiah karna Jae dipuji bu guru Jae mau hadiah apa?", tanya nya. Ia berdiri dan menggenggam tangan Jaeyun. Mereka berjalan, menuju parkiran mobil.
"Boleh ke Taman Bacaan? Soalnya buku cerita Jae sudah habis ingin baca yang baru"
"Kenapa tidak beli saja?"
"Kalau Jae beli nanti setelah selesai dibaca akan tidak dipakai. Jadi lebih baik pinjam di Taman Bacaan saja Papah, agar bisa di kembalikan"
Heeseung tersenyum kemudian mengusap kepala Jaeyun, "Pintar sekali anak Papah", tangannya mengangkat tubuh ringan Jaeyun ke kursi disebelah pengemudi. Setelahnya ia membukakan dirinya sendiri pintu dan mengemudi mobil tersebut.
Heeseung dan sang putra memang sering ke Taman Bacaan. Setidaknya seminggu sekali. Bukan karna tidak ada alasan selain karna Jaeyun gemar membaca.
Heeseung tau, penjaga di Taman Bacaan itu adalah Ibu kandung Jaeyun.
Itu terjadi ketika Heeseung melakukan proses adopsi terhadap Jaeyun. Ia meminta dipertemukan dengan orang tua kandungnya. Sang Ayah san Sang Ibunda. Tapi yang datang hanya Orang Tua perempuan.
[FLASHBACK]
"Perkenalkan aku Heeseung, calon wali atau calon orang tua angkat putramu. Jaeyun", ucapnya memperkenalkan dirinya.
"Aku Lina, 21 tahun", mendengar hal itu membuat Heeseung sangat terkejut. Usia wanita itu baru 21 tahun. Maka dari itu berarti ia melahirkan Jaeyun ketika masih 15/16 tahun?
"Aku akan memenuhi segala kebutuhannya, tenang saja. Meski aku tidak memiliki seorang pendamping", yakinnya terhadap dirinya.
"Apa kau yak-"
"Yakin, setidaknya aku akan lebih bertanggung jawab daripada dirimu", potong Heeseung tanpa mendengarkan ucapan wanita itu lebih lanjut.
"Baiklah, tolong jaga dia baik baik. Aku sangat menyayanginya jika kau tau"
"Wajar jika kau menyayanginya karna kau adalah ibunya. Namun, sangat tak wajar jika kau disebut seorang ibu setelah membuangnya karna kenakalan remajamu"
"Aku tau itu. Tapi bisa kau memenuhi permintaan terakhir ku? Ini tidak rumit"
"Apa? Kau ingin ia sekolah hingga perguruan tinggi?"
"Bukan, aku ingin kau membawanya ke taman bacaan sesering yang kau bisa. Agar aku bisa melihatnya, meski ia tak mengetahui bahwa aku ibunya"
[FLASHBACK OFF]
"Haloo Tante Taman Bacaan!", sapa Jaeyun saat memasuki ruangan penuh itu. Lina yang merasa dipanggil langsung menoleh. Ia.. Sangat merindukan putranya.
"Hey halo Jaeyun, bagaimana kabarmu? Apa kau belajar dengan baik?", tanya Lina dengan sangat semangat. Ia berdiri dari duduknya dan mendekat ke Jaeyun.
"Sangat, Jaeyun belajar dengan baik", balas Heeseung tanpa melihat wajah Lina.
"A-ah baiklah kalau begitu, kerja bagus Jaeyun! Silahkan cari buku dan duduk di bangku tanpa berisik ya, selamat membaca"
.
.
."Ini cerita tentang apa sayang?", tanya Heeseung saat melihat Jaeyun membawa tiga buku cerita pendek.
"Cerita tentang keluarga buaya. Tentang anak buaya yang tidak tau tata krama Papah", jelasnya.
TMI, ini buku cerita yang Author baca dulu.
Jaeyun membaca dengan serius. Padahal yang dibaca hanyalah cerita fabel. Sedangkan Heeseung bersandar pada dinding. Membaca novel angst tentang hubungan sepasang kekasih yang salah satunya mengidap penyakit berat.
"Ga angst ga asik" - Bapak Heeseung
"Papah baca apa? Bacaan Jaeyun udah abis, boleh baca punya Papah?", pinta Jaeyun dengan wajah polosnya.
"Hah? Eh, Jaeyun baca buku cerita yang lain saja ya. Jangan punya Papah, punya Papah ceritanya jelek. Mau Papah carikan cerita untuk Jaeyun?", huft, Heeseung tidak ingin anaknya memiliki mental yang rusak karna membaca cerita menyedihkan sejak dini.
"Tapi Papah kayanya seru bacanya.. Jae pengen baca, dikittt aja", mohonnya lagi.
"Tidak boleh kucing kecil, ayo cari cerita yang lain", ajak Heeseung. Wajah Jaeyun tertunduk lesu. Apa anaknya seingin itu membaca novel yang ia baca?
"Papah.. Jae bosan..", keluhnya.
"Astaga anak Papah buat panik aja. Kirain Jae kenapa, yasudah ayo pulang. Pamit dulu sama Tante Taman Bacaan", kali ini Heeseung menggendong Jaeyun. Sepertinya anaknya benar benar lelah.
Mereka menemui Lina di meja tempat bekerjanya. Lina terlihat sedang mendata beberapa buku yang dipinjam. Jadi mereka menunggu wanita itu selesai menulis.
"Kami akan pulang", pamit Heeseung.
"Oh? Secepat ini? Sangat disayangkan tapi tidak apa. Em.. Jaeyun, Tante punya puding coklat, apa Jaeyun mau?", tawar Lina sambil mengambil cemilannya.
Jaeyun menatap Heeseung meminta persetujuan. Heeseung mengangguk, "Terima saja" dengan begitu Jaeyun menerima pemberian Lina.
"Terimakasih banyak Tante"
"Sama sama, pak Heeseung. Jika kau mengizinkan, boleh Jaeyun menginap di rumahku suatu saat?", izinnya dengan cukup canggung.
Heeseung menatap sinis Lina, tanpa fikir panjang ia berkata, "Tidak akan"
...
Halo
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon
Fanfictionkelanjutannya "Why I Can't?" Kak.. Cuma tentang Heeseung yang sibuk ngurusin anaknya. Jaeyun