8.

35 6 0
                                    

Dia berdiri di ambang pintu saat aku membukanya. Tersenyum canggung, menungguku yang masih terdiam akan kehadirannya yang tiba-tiba. Ah, aku harus mempersilahkannya masuk.

Pukul delapan malam, ia tiba di sini. Tanpa memberi kabar. Tentunya, hal ini membuatku terkejut. Aku yakin ia juga sadar kalau tindakannya membuatku kesal. Saat aku melihat ekspresinya, ia seperti menungguku mengatakan sesuatu. Kalau ia tahu tindakannya membuatku kesal, kenapa ia tetap datang? Bukankah aku pernah bilang, untuk menelepon atau video call saja?

Aku pun mempersilahkannya duduk. Kami duduk bersisian di atas sofa.

"Jadi, kenapa tiba-tiba datang?"

Ia tertawa canggung sesaat, sedikit terlihat ragu untuk menjawab. Apa mungkin jawabannya seperti kedatangannya sebelumnya?

"Karena alasan yang sama?" tebakku. Dan ia mengangguk singkat, membuatku menghela napas melihatnya yang mengalihkan pandangan ke arah lain.

Memang ini akhir pekan, tapi bukan berarti ia bisa datang di waktu malam. Terlebih ke apartemen yang ditinggali wanita, bisa tersebar kabar tak baik nanti.

"Lalu, apa yang mau kau lakukan sekarang?" tanyaku lagi. Ia menatapku kali ini, terlihat berpikir sejenak. Ia pasti langsung datang tanpa berpikir akan melakukan apa selanjutnya.

Menonton film 'kah? Kegiatan umum yang dilakukan oleh para pasangan jika sedang kencan di rumah. Tapi, aku tidak tahu selera filmnya. Lagipula, aku bukan tipe yang suka membeli CD film. Jadi aku tak memilikinya.

Jadi, apa idenya kali ini?

"Apa kau sudah mendapat jawaban akan pernyataanku?"

Seakan memberi petir di hari yang cerah, jantungku terasa berhenti mendengar pertanyaannya. Ia datang tanpa memberi kabar, dan kini memberiku pertanyaan semacam ini. Aku memang sudah memikirkannya. Namun, aku belum menata perasaanku.

"Aku sudah bicara pada Chie-san, beliau bilang tidak keberatan."

Mendengar nama Ibu yang disebutnya, membuatku tak habis pikir dengan Seijuurou. Ia sudah mengambil tindakan sejauh itu rupanya.

"Kau tidak keberatan denganku yang lebih tua di atasmu?" tanyaku memastikan. Ia menggeleng pelan.

"Justru, aku khawatir Yuu akan memakai alasan usia untuk menolakku."

Dia serius. Astaga. Ekspresi wajahnya bahkan terlihat menawan. Dan entah sejak kapan, ia berhenti memanggilku dengan '-nee'. Tunggu, bukan saatnya.

Aku harus memberinya jawaban.

"Beri aku sepuluh menit untuk berpikir," kataku padanya. Ia menanggapinya dengan anggukkan dan senyum.

"Hm... Apa aku sudah bisa membuatmu lebih nyaman sekarang?"

Aku belum memberi jawaban atas pertanyaan pertama, dan ia sudah memberi pertanyaan selanjutnya. Tapi, aku sudah tahu pasti jawaban pertanyaan ini.

"Hm. Kau berhasil."

Ia tersenyum lebar mendengarnya. Sesenang itu? Uh, aku tidak mungkin menolaknya.

Tidak, aku harus memikirkan jawaban atas pertanyaan sebelumnya. Perasaanku atasnya 'ya? Hm.

Sejujurnya, aku tidak memiliki tipe tertentu dalam memilih pria. Tapi, Seijuurou adalah satu-satunya yang berhasil membuatku nyaman. Terkadang ada pria yang membuat risi dalam proses pendekatan. Namun Seijuurou melakukannya dengan sangat hati-hati. Ia pengertian, pria yang cukup jarang ditemukan sekarang ini.

Tapi, ada yang membuatku penasaran.

"Seijuurou, apa kau mudah cemburu?"

Ia mengerjap, lalu menghela napas kecil.

Look At Me (Akashi Seijuurou Fanfiction) [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang