Duniaku sangat kecil, hanya sebatas dinding kamarku yang sempit.
But it's already enough for me~
Short story by :Lazy_Monkey96
Ini tentang sebulan yang lalu. Ketika Jennie sibuk mengerjakan tugas dosen dan ia menyerah setiap kali menemukan Lalisa dengan manis berdiri di depan ruang kelasnya, membawa sebuket bunga juga seutas senyum cerah penuh harap. Jennie terbiasa ditunggui atau diberi hadiah, ia juga terbiasa mendapatkan senyum manis tapi yang ini—jelas berbeda.
Jika semua orang tahu; faktanya Jennie Kim memang menyukai Lalisa Manoban sejak dulu, sebelum anak itu tiba-tiba memulai aksi mendekatinya seperti sekarang. Membawa bunga, mengintilinya kemanapun, tak masalah setiap kali Jennie mengujinya dengan penolakan. Lalisa begitu kebal dan semua cara yang Lalisa lakukan untuk mendekati Jennie benar-benar terasa murni, Jennie tak bisa menahan diri hari itu; ia ingin menyudahi aksi saling kagum yang lucu.
Maka Jennie berpesan pada Jisoo untuk tidak menunggunya hari itu, ia pergi dengan wajah berseri. Membawa bunga yang diberikan Lalisa pagi tadi, Jennie memantapkan hati akan membalas perasaan Lalisa mulai hari ini.
“Jennie...Kim?”
Seulgi cukup kaget mendapati Jennie berdiri di depan pintu ruang tari, sedang asyik mengintip dengan senyum agak creepy. Maksudnya...well, ia tetap cantik walau terlihat sedikit menakutkan.
“Oh. Seulgi? Kang Seulgi, right?”
Si gadis bermarga Kang mengangguk. Ia pikir Jennie tak mengenalinya, untuk beberapa hal itu membuat Seulgi bangga. Ternyata dirinya cukup terkenal.
“Yep. Ada yang bisa kubantu? Kau terlihat seperti jerapah, mengintip siapa?” Leher Seulgi ikut menjenjang mengintip ruang tari. Ada Lalisa di sana. Seperti apa yang Seulgi perkirakan.
“Hem...itu.” Jennie menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sampai Seulgi sadar gadis itu membawa sebuket bunga yang ia kenal, bunga yang dibawa Lalisa.
“Lalisa, dia temanmu 'kan? Aku ingin bertemu dengannya.”
Bungkam sejenak. Seulgi pandangi Jennie begitu lekat, yang ditatap mulai merasa tak nyaman. “Don't tell me...” Seulgi tarik lengan Jennie lalu membawa gadis itu pergi menjauh dari ruang tari. “Kau ingin membalas perasaannya selama ini?”
Well~yah, memang benar. Kenapa pula pertanyaan Seulgi terdengar seperti ia tengah marah atau sebaliknya, khawatir?
“Ya. Sejujurnya aku menyukai Lalisa sejak lama.” Jennie menunduk malu.
“Jadi itu alasan kenapa kau sering menolak ungkapan cinta banyak lelaki di kampus.” komentar Seulgi dengan satu alis terangkat memandang Jennie skeptis. “Kau membuang-buang waktumu... dan ia juga tipikal manusia yang suka membuang-buang waktu. Jika kau memang menyukainya lebih baik biarkan apapun itu tetap berjalan semestinya.”
What?
“Apa maksudmu?” Dahi Jennie berkedut jengkel tiba-tiba. Seulgi bertingkah seolah ia pantas berkata seperti itu, sialan. Apa maksudnya?
Membuang-buang waktu?
Well~well, tidakkah ia sadar Lalisa yang lebih dulu mendekati Jennie walaupun memang secara rahasia Jennie telah menyukai Lalisa untuk sekian lama. Apa mungkin Seulgi berpikir apa yang Lalisa lakukan selama ini, mengejar Jennie hanya membuang-buang waktu? Lalu Jennie, yang ingin membalas perasaan itu juga hanya membuang-buang waktu? Siapa ia yang punya hak untuk menilai semua hal yang terjadi berhasil atau tidak?
“Lalisa tidak seperti apa yang kau kira.”
Jennie bertolak mundur beberapa langkah. Apa lagi sekarang? Ia berusaha menjelekkan nama baik temannya sendiri?
“Lalisa itu... blabla...blabla.”
“Lalisa tidak akan suka...” Seulgi memandang Jennie dengan tatapan prihatin. “Jika kau tidak percaya, kau hanya perlu melihat buktinya dari Bae Irene.”
Dan ia menggelengkan kepala berlari menjauhi Seulgi.
“Jika kau tetap bersikeras melakukan itu...” Seulgi berteriak. “Jangan lupa lakukan ini...blablabla...agar kau tidak menyesal.”
Gadis itu...sungguh tidak waras.