[02] Batas

52 9 2
                                    

Happy reading

.

.

.

~•○●○•~

Disclimer : onframe

***

Saat itu pukul sepuluh dan Luanè tentu masih sepenuhnya terjaga, ada beberapa perkamen folio dan beberapa buku tersebar tepat di depannya, catatan acak tertempel di layar laptop yang menyala redup.

Setelah beberapa jam yang lalu Luanè mendapati puluhan pesan dari teman-teman satu tim nya yang mengeluh karena praktik stase forensik diperpanjang memenuhi layar ponsel pintarnya, akhirnya dengan alis tertekuk-tekuk ia berusaha meluruskan hal-hal yang terdengar perlu dan bercerita dengan enggan tentang bagaimana salah seorang dari unit kepolisian menjadikannya budak belian dalam sekali tatap.

Dan apapun aktivitasnya saat ini juga tidak jauh-jauh dari kontrak tiga harinya yang bisa dibilang sepihak. Wajahnya sejauh ini memang terlihat biasa saja, tapi siapapun akan tahu gadis ini tidak menganggur sama sekali. Jelas-jelas frustasi.

Namun sepertinya sesorang yang berdiri tepat di depan pintu apartemen-nya sangat tidak bisa diajak bekerja sama.

untuk kedelapan kalinya bel apartemen berbunyi. Terdengar tidak sabaran.

Luane menyandarkan punggungnya kemudian mengusap wajah dan berharap tamu tidak beretika di depan pintunya akan segera pergi.

Ting tong ting tong

Oh for god sake!!

.

"Hi, Lu, sudah lama sekali, ya?"

Long coat hijau—sebagai pakaian terluar—dan stoking di sebalik rok biru berendanya agak basah, ada bercak air kecil-kecil di sana-sini, rambut panjang yang sudah ikal itu bertambah berantakan saat tudung jaket yang ia kenakan merosot turun. Dan mata luanè mengerling heran pada sebuah koper berukuran sedang yang ia geret-entah sejak kapan-

"Ya tuhan..."

***

Matthea.

Figur sempurna untuk seorang gadis lemah lembut dan baik hati kepada semua orang.

Namun sayang sekali, Luanè tidak pernah berpikir demikian.

.

Keduanya hanya duduk. Tidak lebih. Di depan mereka ada dua cangkir teh jagung yang masih beruap belum tersentuh. Dan tatapan tajam Luanè lalu Matthea yang balik menatap canggung, cukup menjelaskan bagaimana hubungan keduanya selama ini tidak pernah mencapai kata baik-baik saja.

"Kenapa tidak menghubungiku dulu? Aku sempat berpikir untuk membukakan pintu saat pagi."

Matthea meringis, menggumamkan 'sorry' dengan setengah hati.

"Kau datang sendirian?"

Matthea mengangguk. "Tadinya aku datang bersama Padrick."

"Tadinya?"

"Dia mengunjungi rekan bisnisnya. Tidak jauh dari sini."

"Kenapa tiba-tiba kemari? kupikir kau begitu menikmati hidupmu sebagai anak tunggal," tanyanya acuh sembari mengangkat cangkir teh ke bibirnya.

"Jadi aku tidak boleh berkunjung? Lihat? aku membawakanmu daging."

Cangkirnya masih tepat di depan wajah kala cerulean-nya mengerling jijik pada dua bungkus Bagel daging yang diletakkan begitu saja di atas meja. "Iguana, tidak akan menyukainya."

ANOMALI || (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang