Bagian 5

104 9 0
                                    

     Tirai penutup jendela berkibaran, siang itu seorang guru sedang menerangkan materi pelajarannya di kelas XII IPS 1. Para murid terlihat mengantuk, angin sepoi-sepoi mengelus mata mereka lembut. Pada saat itu Ibu Shani berjalan melewati pintu kelas, menunduk pelan memberi isyarat kepada Jinan di dalam. Tidak lama, Jinan pun meminta izin keluar kelas dengan alasan ingin mencuci muka. Fiony dengan jelas menyadari semua itu.

     "Kak Jinan. Pasti dia tau sesuatu," gumam Fiony dalam hati.

     Jam istirahat pun tiba, tanpa mengajak dua teman dekatnya, Fiony segera mengikuti Jinan diam-diam. Agak jauh berputar-putar ke berbagai tempat, Jinan kemudian menuju Area 109, ia masuk ke dalam salah satu bangunan tertutup yang ada di sana. Meskipun sempat kehilangan jejak, Fiony dengan berani masuk ke dalam bangunan itu.

     Sebuah tempat pementasan, Fiony sibuk melihat kiri kanan ke setiap bagian kursi penonton yang ada, hingga ia cukup terkejut ketika menyadari Jinan menatap tajam kepadanya dari atas panggung.

     "Fiony. Ada apa?" tanya Jinan.

     Fiony mencoba beralasan, matanya seolah memperhatikan seisi ruangan. "Ooh jadi ini tempat pementasan sekolah kita? Kebetulan aku belum pernah ke sini," jawabnya canggung. Ia mulai melangkahkan kakinya sambil memasang senyum di bibirnya.

     Jinan tersenyum sinis. "Fiony. Kamu pikir, aku nggak tau kalo kamu daritadi ngikutin aku? Bukan gitu caranya ngikutin orang."

     Langkah Fiony terhenti, pandangannya tak berani mengarah pada Jinan, bibirnya tak mampu berkata, raut wajahnya menjadi serius.

     "Aku nggak tau apa yang kamu incar dari aku. Aku juga nggak tau apa langkah yang kamu ambil ini sudah benar. Tapi, ini jadi menarik. Kebetulan akhir-akhir ini ada hal yang mengganggu pikiranku juga," ucap Jinan.

     Fiony mengumpulkan keberanian yang masih terpencar dalam dirinya, lalu menatap Jinan dengan penuh percaya diri. Mata mereka saling bertemu, mata yang sama-sama menyimpan rasa keingintahuan.

     "Oke. Karena sudah terlanjur kayak gini. Aku akan tanya sesuatu," kata Fiony.

     Jinan tersenyum mengangguk.

     "Apakah kamu tau sesuatu tentang murid yang hilang di sekolah ini?" tanya Fiony.

     Jinan terkejut setengah mati, namun ia masih bisa mengendalikan ekspresinya.

     "Hilang? Apa maksud kamu hilang? Nggak pernah ada murid yang hilang di sekolah ini. Jangan sembarangan!"

     Fiony tersenyum sinis, kini saatnya ia yang memegang kendali. Tekad kuat yang tertanam di dalam hati mampu membuatnya membalikkan keadaan.

     "Ahh ... kamu pikir aku nggak tau? Waktu UAS semester kemarin, sebelum aku pindah ke sekolah ini. Ibu Shani, kamu, dan temen-temen gengmu itu. Apa yang kalian lakukan di rumah dia?"

     "Apa? Jangan mengada-ngada! Dia? Siapa?"

     Jinan masih bersikeras bahwa tidak ada hal yang perlu dicurigai, wajahnya dengan sempurna menutupi kekhawatiran dalam hatinya.

     "Dia teman sekelas kamu! Dia hilang waktu UAS semester kemarin. Udahlah Kak Jinan, jangan sok nggak tau!" Emosi Fiony memuncak.

     "Ternyata bener. Fiony ada hubungannya sama dia," kata Jinan dalam hati.

     Tanpa diduga Fiony tiba-tiba tertunduk di lantai, kedua tangan dan lututnya menjadi tumpuan. Matanya berkaca-kaca, Fiony telah mencapai puncak emosinya. 

     "Kak Jinan. Hari ini aku sengaja pergi sendiri. Aku bahkan nggak ngasih tau ke Christy atau Zee tentang kamu yang pernah aku liat ada di rumah dia. Tolong! Dia itu sahabatku, sahabat satu-satunya. Satu-satunya orang yang pernah jadi sumber kebahagiaan terbesar aku. Buatku, pertemuan itu ... pertemuan yang terjadi sekali dalam seratus juta tahun."

BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang