Melihat pemandangan itu, memicu rasa penasaran Fiony.
"Kok tumben banyak mobil-mobil keren. Ini bukan punya guru-guru, kan?"
"Bukan lah. Guru-guru nggak akan bawa mobil kayak gitu ke sekolah," sahut Zee.
"Terus, punya siapa dong?"
"Punya orang-orang kaya, para donatur sekolah kita ini. Nanti kamu akan liat sendiri," kata Christy.
"Iya. Kebetulan banget kita lagi ke arah sana." Zee mempercepat jalannya yang membuat kedua temannya terpaksa mengikuti kecepatan lajunya.
Sesampainya di tempat tujuan, terlihatlah orang-orang dewasa dengan pakaian yang elegan dan tampak mahal sedang mengobrol dengan Ibu Shani di luar ruangan. Tampaknya mereka baru saja menyelesaikan urusan mereka.
"Kamu liat, kan? Mereka itu orang-orang yang sudah ngeluarin banyak duit buat pembangunan di sekolah ini. Sampai anak mereka lulus, sekolah ini kayaknya nggak akan pernah kekurangan dana," ucap Zee kepada Fiony.
"Tapi. Aku mau nanya dong. Boleh nggak sih? Ini bukan bermaksud apa-apa ya."
"Apa? Tanya aja. Nggak apa-apa. Cuma ada kita di sini."
Zee dan Christy menatap serius ke arah Fiony.
"Mereka kan orang-orang yang berpengaruh ya di sini. Pertanyaanku, gimana sikap anak-anak mereka di sekolah? Apakah mereka jadi semena-mena atau berperilaku buruk dengan memanfaatkan keberadaan orang tua mereka? Bukannya buruk sangka, tapi biasanya kan begitu."
"Nggak. Mereka ... anak dari orang-orang kaya itu, nggak pernah melakukan perbuatan buruk apapun di sekolah. Bahkan nggak ada perlakuan spesial yang mencolok terhadap mereka. Makanya, kalo kamu perhatikan, kita nggak tau siapa aja anak-anak dari para donatur itu. Karena memang mereka juga keliatan sama aja kayak kita semua, susah membedakannya kecuali kalo kamu memang sudah tau lebih dulu," jelas Christy.
"Maksudnya, identitas anak-anak mereka nggak pernah dikasih tau?" Fiony semakin penasaran.
"Iya. Katanya itu dilakukan untuk mencegah anak-anak itu nggak merasa lebih tinggi dari murid-murid lain. Seperti yang kamu bilang, takutnya mereka jadi semena-mena nantinya."
"Itulah kenapa orang-orang di sekolah ini hormat banget sama mereka, para orang kaya itu. Tapi kita semua nggak dibolehin buat memuji atau kasih respect berlebihan, anggap kayak orang biasa aja katanya," sambung Zee.
Setelah Ibu Shani bersama para orang dewasa itu pergi dari pandangan mereka bertiga, Christy mengingatkan kembali tujuan awal mereka datang ke tempat ini.
"Jadi gimana? Tugas kelompok kita mau dikerjain kapan?"
"Oh iya. Kalo aku sih selalu siap kapan aja. Kecuali, kalo ada halangan tiba-tiba ya. Kita nggak pernah tau," jawab Zee.
"Aku juga. Kapan aja boleh," jawab Fiony juga.
"Oke. Kalo gitu masalah waktu aman ya, tinggal cari waktu yang pas aja nanti. Sekarang masalah tempatnya, kita mau ngerjain di mana?"
"Kita nyari cafe yang enak aja, kah?" saran Zee.
"Kamu lupa, Zee? Masalahnya tugas kita ini kan banyak ya. Pasti nggak bakalan cukup sejam dua jam," kata Christy. "Kita perlu tempat yang tenang dan lebih bebas, lebih baik lagi kalo kita bisa pakai pakaian yang nyaman, biar ngerjain tugasnya lebih enak juga."
"Kalo maunya kayak gitu sih. Mau nggak mau kita harus nyewa tempat, kamar hotel atau guest house. Sehari cukup nggak sih?" tanya Zee.
"Ya nggak lah. Paling cepet dua hari baru bisa bener-bener selesai. Kalo nyewa tempat, takutnya malah jadi repot. Belum lagi minta izinnya ke orang tua."

KAMU SEDANG MEMBACA
Blossom
Fiksi PenggemarMendadak menjadi murid top di sekolah membuat Fiony justru dicurigai oleh dua teman dekatnya, Christy dan Zee. Pasalnya ketika baru pindah ke SMA Dandelion beberapa bulan yang lalu, Fiony adalah orang yang mustahil bisa nyaman dengan semua perhatian...