2

770 102 7
                                    


"Sunghoon, kamu mau kemana?"

Heeseung bertanya ketika melihat Sunghoon yang sudah berganti pakaian turun dari kamar atas dengan membawa sebuah kunci mobil.

"Keluar," balas Sunghoon singkat.

"Kemana?"

Sunghoon diam. Tidak menjawab kemana dia akan pergi.

Heeseung paham. Sunghoon sama sekali tidak ingin memiliki pasangan hidup sepertinya. Sunghoon terpaksa dengan pernikahan tiba-tiba ini. Heeseung juga tau ia mesti bersikap seperti apa jika menghadapi Sunghoon yang seperti ini.

"Saya antar, ya? Ini hampir tengah malam. Engga baik kalo kamu keluar sendirian," tawar Heeseung yang tentu ditolak oleh Sunghoon.

"Gausah. Gue bisa pergi sendiri."

"Sunghoon, kamu tanggung jawab saya sekarang."

Sunghoon melempar kunci mobilnya sembarang arah. Kesal sekali dia diatur seperti ini.

"Lo tuh bisa ngga sih diem aja?! Gausah ikut campur urusan gue. Lo pikir gue bakal nurutin lo karena lo suami gue? Mimpi aja sana," setelah itu Sunghoon melenggang pergi ke luar rumah.

Astaga, apa yang harus Heeseung lakukan agar Sunghoon mematuhinya. Heeseung sudah mencoba untuk bersikap baik selama sebulan ini. Berbicara pada Sunghoon dengan penuh kelembutan. Melakukan apapun yang Sunghoon inginkan.

Sebaik mungkin ia berusaha untuk memperhatikan Sunghoon. Tapi, kenapa Sunghoon masih bersikap kasar padanya? Apa ada yang kurang dari Heeseung? Apakah Heeseung kurang tampan? Kurang Tinggi? Kurang perhatian? Heeseung tidak tau.

Yang jelas dia kurang harta.

Sepertinya Heeseung harus meminta saran pada Jay atau mungkin Jake. Jika keduanya tidak bisa, ia akan meminta saran Ni-Ki. Karena mereka bertiga yang paling dekat dengan istrinya.

Duh, menyebut Sunghoon istri membuat Heeseung malu sendiri.

Sebenarnya masih ada Jungwon yang juga dekat dengan Sunghoon. Tapi Jungwon adalah pacar Jay. Heeseung takut menimbulkan masalah diantara keduanya.

"Kamu seharian ini udah kerja. Mondar-mandir dari rumah ke restoran. Badan kamu pasti capek semua. Ayo, kamu tidur dulu. Nanti saya siapin baju tidur kamu," ajak Heeseung.

"Justru liat lo malah bikin gue makin capek."

Heeseung hanya membalasnya dengan senyum yang tulus.

Ia mengarahkan Sunghoon untuk duduk di sofa. Kemudian dirinya berlutut, menggenggam salah satu tangan yang lebih muda. Menatap kedua mata itu dengan penuh kelembutan.

Heeseung berujar, "Saya tau kamu risih sama saya. Saya juga tau kalau kamu dari awal ngga mau nerima saya."

"Kalo lo tau, terus kenapa masih disini? Kenapa ngga minggat aja? Atau kita cerai aja?"

"Saya ngga bisa karena saya udah janji ke mama sama papa kamu. Saya udah janji ke semua orang kalo saya mau jadi pasangan yang baik buat kamu."

Heeseung menggegam tangan itu dengan erat. Sebisa mungkin Heeseung menunjukkan seberapa keras usahanya untuk membuat Sunghoon percaya dan menerimanya.

"Sunghoon, saya mungkin bukan pasangan yang ideal. Tapi, saya akan berusaha. Dibanding pisah, lebih baik kita sama-sama usaha untuk bangun pernikahan ini. Mama papa berharap sama banyak sama pernikahan kita ini. Saya ngga mau ngecewain mereka, pasti kamu juga, kan?"

Sunghoon pikir apa kata Heeseung ada benarnya. Haruskah Sunghoon menerima tawaran Heeseung kali ini? Bagaimana jika Heeseung ini ternyata hanya membual.

Sunghoon hanya tidak mau merasa kecewa.

"Kamu bisa kasih saya kesempatan sekali aja. Saya ngga keberatan walau itu cuma sekali."

Melihat kegigihan Heeseung sedikit membuat Sunghoon luluh. Akhirnya dengan berat hati ia mengiyakan tawaran itu.

"Cuman sekali. Ngga ada kesempatan kedua. Kalo lo gagal, lo harus pergi dari sini. Pergi yang jauh sampai gue ngga bisa liat lo lagi."

Heeseung mengangguk, "Iya, saya paham. Jadi, Sunghoon mulai sekarang kamu harus janji kalau kamu mau berusaha buat nerima saya. Kamu ngga boleh protes terhadap semua usaha yang saya lakuin buat ngeyakinin kamu. Janji?

Heeseung mengangkat jari kelingking Sunghoon. Lalu menautkan jari itu dengan jari kelingking miliknya.

"Udah, kan?" tanya Sunghoon. Heeseung hanya balas mengangguk.

"Kalo gitu lepasin tangan gue."

Bukannya melepas Heeseung malah menggenggamnya semakin erat.

"Lepas atau gue-"

"Engga, Sunghoon. Karena kamu udah janji, jadi kamu ngga ada hak buat protes."

Sunghoon mengernyit. Beberapa detik yang lalu Heeseung masih menjadi suami yang penurut, polos, dan sabar. Itu adalah beberapa detik yang lalu dan sekarang dirinya menjadi suami yang pemaksa?

Sunghoon merasa ingin menarik janjinya.

"Lalu, saya ngga mau tidur di ruang tamu. Saya maunya tidur sama kamu."

Kedua bola mata Sunghoon mendelik. Apa-apaan ini. Sejak kapan Heeseung menjadi berani seperti ini. Jangan bilang Heeseung seperti ini karena janji yang dibuatnya.

"Gue cuma janji buat berusaha nerima lo sama ngga nolak usaha lo buat ngeyakinin gue, bukan buat tidur bareng!"

"Sama aja. Kamu tetep ngga boleh protes. Karena ini termasuk salah satu usaha saya buat ngeyakinin kamu."

"Brengsek, lo"

"Syut ... mulai sekarang kalo kamu bicara ngga sopan kayak gitu, kamu harus cium saya."

"Dih, ogah," Sunghoon bergidik ngeri. Heeseung sedikit terbahak melihatnya.

"Makanya, kamu jangan misuh-misuh. Udah sekarang saya antar kamu ke kamar. Engga kerasa hampir tengah malam. Kamu harus tidur."

"Lo sih ngomong mulu!"

"Sunghoon, mau saya gendong bridal style apa koala?"

"Makasih, kaki gue masih sehat. Gue bisa pergi sendiri."

Melihat Sunghoon berjalan ke kamar dan membatalkan niatnya untuk pergi keluar membuat Heeseung senang.

Terlebih Sunghoon mulai mau berusaha untuk menerimanya. Heeseung hanya perlu berusaha. Ia yakin, sangat yakin pasti pernikahannya ini akan berakhir bahagia.














































Jangan lupa voment

See u

Nacthmerrie | HeehoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang