Chapter 17

3.2K 577 41
                                    

"Aku tidak mendengar apa yang Ken katakan padamu," balasnya lagi, menekan rokok ke asbak kemudian bangun dan berdiri di pembatas balkon.

"Tapi kau mendengar apa yang aku katakan pada Ken, itu namanya menguping, Riley."

"Aku tidak menguping, Ava," tukasnya dengan santai.

"Terserah lah," balasku dengan kesal. Aku diam, menatap kembali ke depan begitu pun dengan Riley. Rasanya agak aneh, meski kami serumah dan sudah menikah tapi aku dan Riley berdiri di balkon kamar masing-masing seperti tetangga apartemen.

"Aku senang kau suka rumah ini," katanya.

"Hmm..." balasku dengan malas. "Tuh kan, kau menguping!"

Riley tertawa pelan, dan suara tawanya menggema dengan indah. Aku menyukai tawanya, meski kelakuannya sangat menyebalkan. "Aku juga senang kau tidak cemberut sambil mengunci pintu kamar lagi." Riley berbalik, menatapku dengan senyum geli dan sebelah alis terangkat. "Kau kecewa karena kita tidur terpisah?" tanyanya dengan nada menggoda.

Aku mendengkus, tanpa menunjukan ekspresi apa pun padanya. "Aku justru senang, setidaknya kau tidak akan menggerayangiku dengan kurang ajar."

Riley mengedikan bahunya, mendekat ke pembatas balkon kamar kami. "Sepertinya aku ingin menciummu," katanya.

Aku menoleh dan mengerutkan dahi. "Jangan bilang kau akan––" ucapanku terhenti detik di mana Riley menaiki pembatas balkon dan melompat ke balkonku. "––melompat," lanjutku.

Riley sudah berdiri di balkon kamarku, melangkah ke arahku dan berdiri di depanku. Aku mendongak menatapnya dengan wajah merengut. Ia merundukan wajah, meraih daguku dan mengepit dengan jarinya.

"Aku sudah tak sabar menunggu nanti malam," katanya dengan senyum miring yang membuatnya terlihat seksi.

"Aku tidak akan mandi," balasku.

Riley mengedikan bahu, semakin merunduk dan hendak memagut bibirku. Aku hanya diam dengan bibir terkatup rapat, merasakan embusan napas Riley yang semakin menerpa bibirku dan sedikit lagi bibirnya nyaris menempel di bibirku. Aku bisa merasakan bau tembakau dari embusan napasnya, tapi Riley mendaratkan bibirnya di pinggir bibirku membuatku kesulitan bernapas.

"Aku mau menunggu sampai nanti malam saja, ciuman hebat yang akan membuatmu tak bisa tidur," bisiknya dengan suara yang amat rendah dan seksi.

Sialan, Riley membuat keadaan menjadi sulit saat ini. Aku masih menahan napas dan rasanya sulit sekali meloloskan oksigen ke paru-paruku. Ada gejolak aneh yang melonjak-lonjak dalam diriku, dan perasaan menggelitik di perutku.

Riley mengangkat wajahnya masih dengan senyum menggoda, tatapannya begitu dalam dan juga lembut. "Ah, rasanya senang sekali bisa membuatmu bergairah."

"Aku tidak bergairah!" tukasku dengan cepat.

Riley kembali mengedikkan bahu, meraih leherku dan mengecup kepalaku kemudian melenggang pergi dari hadapanku dengan santai. Ia berjalan ke kamarku dan membuka kunci pintu, lalu keluar. Aku masih menatapnya sampai ia menghilang di balik pintu kamar. Rasanya ada sesuatu yang bertalu-talu di dadaku, dan aku membenci Riley membuatku berdebar.

"Riley sialan! Aku membencimu!" teriakku dengan wajah merengut.

******

Setelah selesai dengan makan malam kami, aku pergi ke kamar dan mengunci pintu agar Riley tak bisa masuk. Aku berdiri di depan cermin kamar mandi dan memandang diriku sendiri. Menghela napas beberapa kali dan mengatakan pada gadis perawan di dalam cermin bahwa dia harus siap.

Aku sudah mandi, bercukur dan gosok gigi. Aku sudah dua kali gosok gigi dan berkumur dengan obat kumur. Saat ini aku sedang menggosok gigi kembali untuk ketiga kalinya dan mencuci muka untuk kedua kalinya. Aku tidak tahu kenapa kali ini jauh lebih gugup dan rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu saling berterbangan di perutku. Tidak seharusnya aku melakukan ini, tapi aku tetap melakukan ini.

Living With The Devil [MASIH UPDATE] / TERSEDIA DI GOOLE PLAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang