Chapter 4

3.8K 738 54
                                    

Ini dia chapter 4 nyaaaaaa.....


🍊🍊🍊


Ken pun bangun dan berjalan ke kamarnya. Aku menatap sampai Ken menghilang, lalu teringat kembali pada hubunganku dan Ken. Kami bertemu di saat aku baru masuk ke universitas. Ethan senior yang sangat baik, dia membantuku dalam beberapa hal. Awalnya kami hanya berteman, dan ketika Ethan menyatakan perasaannya padaku, saat itulah aku merasa harus memiliki kekasih.

Sebenarnya memiliki hubungan saat ini tak ada dalam daftar rencanaku. Ethan mengambil kedokteran, dan masa depannya sudah pasti akan bagus. Dia juga sudah mendaftar pascasarjana di Harvard, dan masa depannya pasti lebih bagus lagi. Aku benar-benar mengaguminya, dan berharap hubungan kami berlangsung lama. Ethan mulai serius dengan kuliahnya, ia ingin menjadi dokter bedah mulut, dan kami mulai jarang bertemu semanjak memasuki musim dingin.

Aku pun kembali ke kamar, melihat ponselku berdering, dan segera meraihnya. Melihat nama Ethan sebagai pemanggil, senyumanku terkembang, dan tak menunggu lama segera menerimanya. Aku cukup merindukannya, karena dia benar-benar sibuk sebagai mahasiswa semester akhir.

“Ethan?” sapaku dengan senyum tak bisa ditahan.

Ava, kau di apartemen Ken?” suara berat Ethan terdengar dari seberang telepon.

“Hmm... aku kembali semalam, mungkin besok pagi baru kembali ke asrama. Kau sedang apa?”

Aku ada di depan apartemen Ken.”

Aku mengerutkan dahi mencerna ucapan Ethan. Dia ada di depan apartemen Ken tanpa memberitahuku terlebih dahulu. Aku segera menyambar jaket dan tas, kemudian keluar dari kamar dan berlari melintasi ruang tengah, membuka pintu dan berlari di koridor menuju lift.

“Ethan, kau masih di sana?” tanyaku lagi, ketika lift terbuka segera masuk.

Ya, aku menunggumu. Kau sedang apa?”

Aku menggigit bibir menahan senyuman. Lift segera terbuka dan aku berlari melintasi lobi menuju pintu masuk. Ketika membukanya, ada Ethan yang sedang duduk di atas motor Ducati-nya, dengan pakaian kasual. Jins hitam, kaos putih dan jaket kulit hitam, tapi dia terlihat sangat tampan. Wajahnya tegas, berkulit putih dan matanya cokelat sepertiku.

“Hay,” sapaku dari belakangnya.

Ethan berbalik dan tersenyum memandangku. Aku mendekat dan ia turun dari motornya. Kami berhadapan, Ethan merundukan kepalanya dan mencium bibirku sekilas. Ketika Ethan menarik wajahnya, aku menarik lehernya dan mencium bibirnya kembali. Kami berciuman, dan aku ingin menciumnya dengan begitu dalam sebelum aku dan Riley melakukan perjanjian nanti malam.

“Mau pergi?” tawarnya.

Aku mengangguk dan Ethan kembali naik ke motornya. Aku berpegangan pada bahunya, menaruh kaki di pijakan motor kemudian naik dan duduk di belakangnya.

“Kita mau ke mana?” tanyaku.

“Aku ingin mengajakmu pergi, tapi kau ingin kita pergi ke mana?”

“Hmm... bagaimana jika kita pergi ke The Green, hari ini aku harus mendatangi mereka untuk memberitahukan naskah tentang projek yang akan berlangsung.”

Ethan menoleh padaku. “Projek amal lagi?”

“Yap. Untuk panti asuhan di Lancaster.”

“Kau harus berpegangan,” bisik Ethan.

Aku memeluk perutnya, mencium pipinya sekilas sebelum ia mengenakan helm. Kemudian Ethan menyalakan mesin motor dan mulai melajukannya dengan kecepatan yang tak terlalu tinggi. Melewati jalanan kota London yang sedikit ramai pada hari minggu di penghujung musim dingin yang sudah tak bersalju. Langit sedikit mendung dan kurasa hujan akan segera turun tapi aku dan Ethan tetap melanjutkan perjalanan menuju Greenwich.

Living With The Devil [MASIH UPDATE] / TERSEDIA DI GOOLE PLAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang