07.Obat

45 16 83
                                    

Izinkan aku menyelam,
karena kutahu kau sedang tenggelam.
-Baskara Senja-

HAPPY READING, PEEPS!

🌞🌞🌞

Galen seolah lupa dengan tujuannya pergi ke butik ini. Karena sekarang ia malah duduk di sofa tamu bersama sosok gadis berambut sebahu di samping dirinya.

"Gue ambil kotak P3K dulu." Tanpa menunggu jawaban Galen, Acha beranjak masuk ke salah satu ruangan.

Iris cokelat Galen tampak selalu mengamati Acha dari awal gadis itu beranjak sampai kembali ke sofa dengan membawa kotak P3K di tangannya.

Detak jantung Acha sebenarnya masih tidak berdetak dengan normal akibat otaknya yang masih memutar ulang kejadian beberapa belas menit yang lalu.

Di mana kedua iris mereka bertemu dalam waktu cukup lama dengan jarak dekat pula.

Aroma mint khas laki-laki itu membuat Acha gugup setengah mati. Dan juga tatapan sayunya yang entah kenapa menjadikan hatinya sedikit terenyuh.

"Sini deketan," perintah Acha tegas.

Sedang Galen menurut dalam diam. Ia menggeser duduk sampai kaki mereka bertemu.

Galen menaikkan kakinya ke atas sofa, melipatnya seraya menghadapkan tubuh ke Acha. Tatapan tajam Galen sudah kembali dan menyorot dalam sang gadis.

Glek

Lagi-lagi Acha menelan air liurnya. Semenjak kapan ia semudah ini merasa gugup hanya karena tatapan seseorang?

Acha membuang napas lalu mencoba mengabaikan rasa gugup. Kemudian, ia mengambil obat merah dan meneteskannya ke kapas.

Setelah itu, Acha sedikit mencondongkan badan untuk mengobati Galen.

Ekspresi laki-laki itu tetap datar walau terkadang Acha sedikit menekan lukanya dengan kapas. Galen sama sekali tidak menampakkan raut kesakitan.

Bahkan dari awal sampai akhir, Galen tetap tidak menunjukkan reaksi apa pun.

Hal itu entah kenapa membuat Acha kesal. Bagaimana bisa dia tidak merasakan apa pun saat Acha mengobati lukanya?

Minimal meringis, gitu!

"Lo sebenernya manusia atau bukan, sih?" Mata Acha memicing ketika sudah selesai mengobati Galen. Gadis itu kembali meletakkan kotak P3K di atas meja.

Lalu, ia bersidekap di depan dada. Menatap Galen heran.

Galen yang sedang meraba lukanya yang sudah ditutupi oleh kapas dan plester itu akhirnya mengalihkan atensi ke gadis tersebut. Kedua alis Galen naik seolah sedang bertanya tanpa bersuara.

Acha berdecak untuk ke sekian kali.

Ia lupa bahwa dirinya sedang berbicara ke makhluk yang tidak menguasai bahasa Indonesia.

Acha mengibaskan tangan kanannya. "Udah lah, lupain. Lo orang asing, ya? Makanya irit ngomong?" Ia menggelengkan kepala kemudian berniat berdiri.

Dengan cepat Galen memegang pergelangan tangan Acha yang membuat si empu menoleh dengan raut bertanya.

"Bukan."

"Hah?" Acha membeo.

Astaga! Udah mah otak Acha hanya sebatas rata-rata, malah dipertemukan dengan laki-laki yang irit bicara. Bagaimana dirinya bisa mengerti tentang apa yang dimaksud oleh orang ini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Baskara SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang