The Phantom of The Opera

200 28 3
                                    

——

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

——

Jaemin menatap lamat-lamat binar antusias dalam netra entitas raga lain yang tengah mengarahkan atensinya pada ribuan barisan kursi pertunjukan. Sudut bibir Jaemin sedikit naik mengulas senyum tipis. Ada aura lain yang seolah menguar dari raga di sisi, tak familiar namun dapat ia rasakan asa yang membara. Jaemin yakin Jeno tengah menjejal satu demi satu mimpi yang kini terkesan begitu dekat meski belum sesuai dengan harapnya. 

"Biar aku iringi dengan piano. The Phantom of the Opera. Drama musikal yang tak lekang oleh masa, masih menjadi favorit di Broadway. Sebutkan saja bagian yang ingin kau nyanyikan," ucap Jaemin seraya menyentuh lengan Jeno berusaha menarik kembali atensi sang lawan bicara.

"The Phantom of The Opera dinyanyikan oleh dua orang, Jaemin."

Jaemin melempar senyum lembut.

"Lantas untuk apa aku di sini jika juga bukan untuk temanimu bernyanyi?" 

"Kau serius?"

Kekehan terdengar dari bibir Jaemin namun buru-buru ia menarik lengan Jeno menuju bagian tengah panggung.

"Kini panggung ini milikmu. Buat aku terpana dibuai suara indahmu." Jaemin meremat lembut jemari Jeno lalu membawa tungkainya mendekat ke arah piano. Sebuah senyum lembut ia semat pada bibir berharap sanggup jadi penyulut semangat untuk sang pemuda Lee yang tampak sedikit ragu. 

Jaemin menarik nafas dalam kemudian meletakkan jemarinya di atas tuts hitam putih, menekannya kuat hingga nada yang memberi kesan grande menggelegar di antara sunyi. Tak sulit bagi Jaemin untuk segera terhanyut dalam permainan, lentik jemarinya bergerak leluasa tak kenal batas. Sebuah anggukan ia tunjukkan pada Jeno sebagai aba-aba untuk memulai.

[JENO]

In sleep he sang to me, in dreams he came

That voice which calls to me and speaks my name

And do I dream again? For now I find

The Phantom of the Opera is there

Inside my mind

Serta merta senyum lebar terlukis pada wajah sang pemuda Na kala suara merdu Jeno merambah rungu. Begitu indah layaknya serenada yang mampu raibkan lara, megah mengalun melukis afsun. Jaemin pejamkan mata mencoba menyimpan tiap nada dalam jiwa seraya bersiap mengambil suara. Jemarinya masih mahir menjajak bait-bait notasi yang menggugah sanubari. Sepersekon kemudian ia sengaja mengarahkan pandangnya menatap wajah Jeno lalu mulai melantunkan baris nada.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

City of Stars |  jaemjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang