Manhattan.
Kota bagian New York yang cukup sibuk. Padat lalu lalang kendaraan juga riuh ramai lautan pejalan kaki yang siap kejar mimpi. Tak jauh berbeda dengan pemuda bersurai chestnut blonde yang tengah terpaku di tengah Times Square, persimpangan jalan utama di Manhattan, tempat berpadunya Broadway Street dan Seventh Avenue. Pemuda itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling di antara pejalan kaki yang melangkah kian kemari dalam tempo cepat. Kawasan dengan distrik pusat bisnis terbesar di New York—Midtown Manhattan—jadi tujuan utama perantau seperti dirinya yang sedang mengadu nasib.
Na Jaemin, asal Korea Selatan, terbang jauh dari tanah kelahiran dengan sejuta harapan menjadi pianis terkenal yang bisa berdiri bangga di panggung pertunjukkan Carnegie Hall, menggugah simfoni klasik untuk para penikmat musik. Jaemin merapikan kemeja yang membalut tubuhnya kemudian mengambil langkah mantap menuju gedung pertunjukkan. Lagi-lagi ia di sini memenuhi panggilan audisi agar boleh dirinya punya kesempatan untuk unjuk gigi. Harapnya begitu tinggi meski tak jarang dikecewakan berkali-kali. Tapi ia datang dari jauh bukan hanya untuk membasuh peluh, ada asa yang harus terus membara. Jangan dulu redup terlebih padam.
●●●
Di sisi lain persimpangan, menjejak kaki entitas raga dengan surai sekelam jelaga. Peluh membasahi kening karena terik matahari yang mulai meninggi. Bahunya lunglai, langkahnya gontai. Kepalanya menunduk menatap kertas putih dalam genggaman yang terlihat acak-acakan, tak lagi mulus. Mungkin kondisinya bisa disandingkan dengan situasi hatinya sekarang. Berantakan dan tertekan. Midtown Manhattan, zona komersial kota New York, padat dan serba cepat ditambah dengan persaingan ketat. Sukar menembus peluang jadikannya seakan kaum terbuang.
Lee Jeno, melanglang buana tinggalkan tanah Korea dengan setumpuk cita-cita yang semula membara. Sejuta harapan ia genggam demi selami dunia seni peran. Teater Broadway adalah tujuan, misi utama tempat dirinya sematkan asa. Mimpi untuk jadi pelakon handal di panggung ekspresi, lenggak-lenggok kesana kemari di hadapan ribuan penikmat kisah klasik. Sialnya ia gagal lagi. Mengais serat-serat harapan tapi ironis kala kesekian kali kandas di tengah jalan.
Jeno menghela nafas jengah sambil membawa sepasang tungkainya melangkah gontai. Tak terhitung berapa banyak audisi yang telah ia lewati, namun yang pasti hasilnya tak pernah berubah sama sekali. Maaf dan coba lagi. Jeno muak dengan kata yang kerap didengarnya ribuan kali. Tak mungkin ia terbang jauh lalu kembali cuma-cuma dengan tangan kosong semata. Di antara kekalutan yang menekan, masih ia dekap sejumput angan. Dalam hati rapalkan harap semoga Manhattan sudi beri kesempatan tuk' wujudkan sejuta harapan.
●●●
Jaemin meregangkan tubuhnya yang penat seraya menghirup udara Manhattan kala langit kota bertransisi menjadi jingga. Ia membalikkan tubuhnya untuk melihat bangunan megah Carnegie Hall sekali lagi, merekamnya dalam memori sambil melafalkan harap agar usahanya tak sia-sia hari ini. Ia yakin akan ada masanya nanti mereka mengakui bakat yang dirinya miliki, menggema lantang di antara tuts hitam putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
City of Stars | jaemjen
RomansaDua anak manusia tinggalkan tanah kelahiran menjelajah harapan. Mimpi mereka boleh berbeda, tapi perihal hati resonansinya adalah sama. --warning-- •• bxb content •• might or might not include nsfw content •• jaemjen, top!jm bott!jn •• storyline and...