Baik-baik menaruh harap, jangan sampai lepas kendali dan lupa akan kenyataan.
Waktu dan Lara
"Elika! Tungguin gue!"
"Gue buru-buru elah, pintu gerbang sebentar lagi mau ditutup!"
Napas cewek berbola mata coklat itu semakin memburu. Langkah kakinya semakin cepat memijaki paping menuju gerbang utama. Rambutnya dikucir kuda, panjangnya sebatas pinggang. Kemudian ketika langkah cowok yang tadi masih tertinggal di belakang. Kini sudah beriringan dan berhasil memasuki gerbang, sebelum gerbang itu ditutup satu menit setelahnya, saat itu pula mereka tertawa lepas.
"Lo cewek larinya kenceng juga," ujar Fahri dengan mengatur napasnya di sela-sela tawa mereka.
Elika terkekeh kecil. "Lari gue biasa aja, lo aja yang lambat. Kayak keong aja lo. Untung aja kita gak telat," desis Elika kesal.
Pasalnya mereka itu berangkat bersama. Tetapi karena menunggu Fahri yang sangat lama, membuat mereka kesiangan. Untung saja, gerbang masih buka. Hari ini mereka masih selamat.
Sembari berjalan menuju kelas, mereka sesekali bercanda ringan. Pemandangan seperti ini seperti sudah tidak asing. Karena seluruh isi SMA Maha Pati sudah tahu siapa mereka berdua. Pasangan sahabat yang tidak pernah terpisah, katanya. Mungkin yang tidak kenal dengan mereka adalah orang yang tidak pernah keluar kelas atau bisa disebut nolep.
Mereka tiba di kelas. Kemudian menghampiri bangkunya masing-masing. Setelah meletakkan tas, Fahri kembali menghampiri Elika dan duduk di bangku kosong samping cewek itu.
"PR matematika udah?" tanya Fahri.
Elika hanya bergumam malas, matanya masih fokus pada layar ponsel. Membaca sebuah cerita di aplikasi berwarna orange. Malas menanggapi Fahri, karena ia tahu ujung-ujungnya bagaimana.
"Pelit banget deh lo. Dah lah, gue cari contekan dulu," katanya kemudian berlalu pada sekumpulan para cowok.
Elika menoleh sejenak lalu terkekeh, kemudian kembali fokus pada bacaannya.
Mengenal Fahri adalah suatu keberuntungan yang pernah Elika rasakan. Cowok itu paham bagaimana bersikap padanya. Meski Elika pintar, jika cewek itu enggan memberikan contekan maka Fahri tidak akan memaksa. Itu yang menjadi salah satu kenyamanan Elika bersahabat dengan Fahri. Masih banyak lagi yang membuat ia terus bertahan dengan sosok itu.
"El, hari ini lo ada jadwal kosong gak?" tanya Renita yang datang dari belakang, bisa disebut ia adalah teman dekatnya yang perempuan.
Cewek pemilik rambut hitam kemerahan yang terurai indah itu mengambil duduk di samping Elika. Mata biru lautnya, menatap Elika penuh harap.
Elika mematikan ponselnya, kemudian tampak berpikir sejenak. "Ada, kenapa?"
Renita bernapas legah. "Mau minta tolong temenin gue bisa gak? Ke rumah ayah, males sebenarnya ke sana tapi kali ini gue butuh dia banget. Mau pinjem KTP," kata Renita.
El tampak mengangguk. "Oke, nanti ke rumah aja, searah juga."
Renita tersenyum senang. "Makasih El, lo baik banget."

KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu dan Lara
Novela JuvenilSebuah keseharusan untuk mengalah pada sesuatu yang dianggap segalanya. Menertawakan diri sendiri karena telah bodoh menanggapi perasaan. Untuk semesta, biarkan Elika Raenatria menceritakan perjalanan hidup dan cintanya.