Perubahan itu pasti, entah untuk yang lebih baik atau justru lebih buruk.
"Kemaren gue gak liat lo. Gak sekolah?"
Elika dan Fahri sukses menghentikan langkahnya, ketika seorang lelaki menahan lengan Elika kemudian bertanya seolah-olah mereka sudah saling mengenal dekat.
Dahi Fahri tampak berkerut, ia tidak pernah mengetahui sosok cowok di depannya. Apalagi sampai mengenal Elika.
Sedangkan Elika memutar mata, sedikit kesal dengan orang yang sok akrab padanya. "Bukan urusan lo."
"Lo sakit?"
Bukannya tersinggung, cowok itu justru bertanya lagi. Hal tersebut membuat Fahri benar-benar merasa heran sekaligus kesal. Tetapi ia harus menahannya agar tidak gegabah dalam bertindak.
"Gue bilang bukan urusan lo, Zayan. Lepas tangan lo, gue mau pergi," kata Elika kesal.
Zayan terkekeh kecil. Cowok itu seolah mengabaikan keberadaan Fahri di samping Elika. Karena ia hanya fokus pada cewek itu.
"Ternyata lo inget nama gue." Ia tersenyum.
"Buat lo, jangan lupa makan yang teratur. Jangan sakit lagi, nanti enggak ada yang jahil ke anak-anak," lanjutnya, sembari memberikan kotak bekal dan memaksa Elika untuk mengambilnya. Kemudian ia langsung berlalu dari sana sembari melambaikan tangan.
Sementara Elika dengan Fahri sepertinya belum konek. Dua remaja itu tampak bingung sebelum akhirnya Elika menatap bekal di tangannya dengan dahi berkerut heran.
"Lo kenal berapa lama sama dia?" Pertanyaan dari Fahri, membuat kesadaran cewek itu pulih.
Elika menggeleng pelan dan membuang napas rendah. "Kalau di chat sekitar satu bulan. Itupun jarang banget kita chatan. Terus, kalo ketemu secara langsung baru kemaren sama hari ini. Aneh banget tau gak?"
Fahri mengedikkan bahu, raut wajahnya berubah datar. Ia kemudian kembali berjalan, diikuti Elika yang berusaha menyamakan langkahnya.
"Kayaknya dia suka sama lo. Atau selama ini, dia diem-diem perhatiin lo," ujar Fahri.
Elika bingung. "Bodoamat deh, lagian gue enggak kenal banget sama tuh anak. Mending kita makan aja yuk, sayang ini kalau enggak dimakan. Jadi mubazir," balasnya.
Fahri membuang napas panjang, sejenak ia menoleh ke belakang. Melihat punggung Zayan yang ternyata masih belum terlalu jauh. Kemudian kembali menatap Elika, ia merangkul cewek itu lalu mengangguk.
"Yuk," ajaknya.
Mereka berjalan menuju kelas, tetapi baru saja sampai di ambang pintu mereka sudah berpas-pasan dengan Renita. Fahri tersenyum hangat, sementara Elika tersenyum kikuk.
"Udah berangkat dari tadi, Re?" tanya Fahri.
Cewek yang ditanya mengangguk dengan seulas senyum tipis. "Iya, lima belas menit yang lalu. Kalian baru berangkat apa cari mangsa dulu?"
Fahri terkekeh pelan. Ia merasa seperti pemburu dikata mencari mangsa. Cowok itu geleng-geleng kepala. "Kita baru berangkat, nih si curut dapet makanan dari cowok anak kelas IPS. Udah kek artis aja dia, ada pengagum diem-diem," balas Fahri sambil cekikikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu dan Lara
Novela JuvenilSebuah keseharusan untuk mengalah pada sesuatu yang dianggap segalanya. Menertawakan diri sendiri karena telah bodoh menanggapi perasaan. Untuk semesta, biarkan Elika Raenatria menceritakan perjalanan hidup dan cintanya.