Sudah menjadi kegiatan rutin gue mungkin, dateng ke rooftop salah satu gedung yang ada dikampus ini menjelang malam. Nggak terlalu sering gue kesini tapi ini sudah menjadi tempat langganan gue, setelah menerima telfon dari Juliet Emelia Stellavera.
Cewek yang punya pride tinggi, mendominasi, yang nggak bisa dibantah. Tapi manis.
Telah sampai gue pada tangga terakhir menuju rooftop saat gue dapati cewek berambut panjang yang membalikan tubuhnya menyambut gue dengan merentangkan tangannya, tanda ingin memberi pelukan. Pandangan gue menelisik, gue menghela nafas saat gue melihat rokok yang ada atau bahkan selalu terselip diselah jarinya. Entahlah, gue nggak tau.
Gue menghela nafas "Katanya lo mau berhenti merokok." ucap gue menghiraukannya dan berjalan menuju sofa yang nggak lumayan jelek tapi masih layak diujung rooftop.
Nampak dia memanyunkan bibirnya karena gue membiarkannya begitu saja karena lebih memilih menghiraukannya menuju sofa daripada menyambut rentangan tangannya.
"Justru itu, lo gue ajak kesini." jawabnya.
Dia menghirup kuat rokoknya, membuang puntungnya kesembarangan arah, sebelum berjalan menghampiri gue yang udah duduk disofa dengan menghembuskan asap yang tadi dihisapnya mengarah ke udara.
Dia menatap gue jenaka, tapi yang ada diotak gue bukannya berpikir ini cewek lucu atau gemes. Yang ada malah kenapa gue Aslan Edgar mau-maunya terjebak dalam situasi konyol sama cewek yang ada didepan gue ini.
"Gue bukan rok-" ucapan gue terpotong karena begitu dia duduk disebelah gue depan senyum jenakanya, secepat kilat dia mengecup bibir gue. Dua detik. Dapat gue rasakan aroma tembakau dari bibirnya walau hanya dua detik.
"Bau banget. Abis berapa batang sih lo?" ujar gue agak kesal padanya karena gue yakin dia udah dari tadi disini dengan rokok-rokoknya sebelum meminta gue untuk menghampirinya.
Dia cuma terkekeh mendengar nada kesal yang gue udarakan "Nggak inget. Intinya, gue capek." jawabnya sambil mengubah posisinya menyamping menghadap gue.
"Kalo capek, seharusnya lo nggak usah ngerokok lagi Em. Lo berapa kali bilang mau berhenti, tapi masih aj-"
Bibir gue dicium lagi sama dia. Kali ini lebih lama dari dua detik. Gue sangat jelas bisa merasakan aroma rokok dan parfumnya yang berkecamuk menjadi satu di indra penciuman gue.
Gue bahkan nggak inget alasan kenapa gue bisa disini ciuman sama dia, padahal seharusnya gue pulang ke apartment gue setelah nyelesain sks gue hari ini.
Entah orang akan berpikir apa tentang gue sama Eme jika mereka menemukan sekarang Eme telah berada dibawah sela kedua kaki gue antara paha kiri dan paha kanan. Yang jelas ini akan menjadi skandal yang lumayan runyam, melihat Eme membuka mulutnya dengan ibu jari gue yang membentuk pola-pola abstrak didalam mulutnya tanpa memperdulikan pakaian yang dikenakannya akan kotor karena debu disini.
Yang surprisingly, gue pikir Eme menyukai kegiatan ini.
Cewek dengan pride tinggi ini, suka merokok tapi dia juga suka ciuman. Dia pernah bilang ke gue katanya dia suka ciuman sama gue, dia bilang rasa gue manis.
Itulah kenapa akan menjadi skandal jika seseorang menemukan kita, karena selanjutnya tangan Eme yang menurut gue cantik naik kepermukaan menuju resleting celana bahan gue. Berusaha melepaskan pengaitnya, menurunkan sedikit celana gue dan bertemulah dia dengan kepunyaan gue yang tepat berada didepan matanya.
Eme tersenyum senang karena itu, matanya memunculkan binar. Dan itu nggak lepas dari pandangan gue karena Eme punya senyum terbaik. Gue suka.
Tangan gue bergerak untuk menangkup belakang lehernya guna memberikannya ciuman yang bisa memanipulasi udara dengan suara decakan yang kami ciptakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
prasa elegy ; jaelice
Fanfictiona collection of oneshots about jaelice. disclaimers: This is a work of fiction. Names, characters, places, and incidents either are the product of the author's imagination or are used fictitiously. + including mature contents nd' indo-eng language...