STRICT PARENTS • 03

118 25 10
                                    

Makasih buat yg udh mampir:)

••Happy Reading••



       "Hai Raka!"

Raka menoleh ke sumber suara dan mendapati gadis itu sudah berada disampingnya.

     "Ka, gue balik ke kelas dulu ya?" Kata Violin sambil beranjak dari tempat duduknya.

      "Ya udah bareng aja!" Raka ikut beranjak, tapi tiba-tiba tangannya ditarik oleh gadis yang disampingnya.

      "Ihh Raka lo mau kemana? Gue baru aja dateng, kalo dia mau ke kelas ya biar aja dia pergi sendiri kan?! Toh juga kalian gak searah." Ujar cewek itu sambil menarik tangan Raka agar duduk kembali.

Tanpa mengatakan apapun, Violin segera melangkah menjauh dari tempat mereka dan meninggalkan kantin setelah membayar pesanannya. Sedangkan Raka terpaksa harus menemani wanita jalang satu ini.

                                  🕊️

       Sebuah mobil sedan berwarna hitam terparkir rapi dihalaman rumah yang terlihat minimalis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

       Sebuah mobil sedan berwarna hitam terparkir rapi dihalaman rumah yang terlihat minimalis itu.
Jantung Violin sudah berdetak tak karuan saat memasuki pelataran rumahnya. 'Ya Tuhan...untuk apa dia ke sini?' Batinnya. Violin melangkah pelan-pelan melewati pintu yang sudah terbuka lebar itu. Pria bersurai hitam yang berusia sudah memasuki kepala empat itu, tengah duduk di sofa ruang tengah.

     "Papa!" Pria itu menoleh dan mendapatkan putrinya sudah berdiri dihadapannya.

     "Ehh sayang udah pulang?!"
Violin memutar bola matanya malas.

     "Ngapain papa disini? Mau nyakitin aku lagi? Aku capek pa, aku mau istirahat. Besok aja!"

Belum sempat papanya mengatakan apapun, Violin sudah berlalu meninggalkannya. Saat ini dia tidak ingin bertemu dulu dengan pria itu. Bekas memar di tubuhnya masih terlihat akibat kejadian minggu lalu yang di sebabkan papanya. Dia ingin mengistirahatkan badannya yang malang ini dulu.

      "Nilai macam apa ini? Kertas ini nggak pantes ada dihadapan saya saat ini! Saya nggak terima kamu sebut ini sebagai nilai kamu!" Tanpa punya perasaan, pria itu merobek kertas yang berupa raport yang berisi nilai dari hasil perjuangan Violin selama ini.

      "Kenapa papa sobek? Itu mungkin gak berarti buat papa, tapi itu sangat berarti buat aku pa! Disitu ada bukti kerja keras aku pa! Aku dapatin nilai itu karena kerja keras aku! Hiks!"

     "Kerja keras? Heh, nilai segitu belum pantas disebut kerja keras!"

     "Kamu tahu? Diluar sana masih banyak yang mendapatkan nilai lebih baik dari kamu. Apa kamu nggak malu, melihat nilai mu sendiri yang menjijikkan itu?! Hah! Kamu nggak malu mengatakan itu kerja keras mu? Papa gak sudi punya anak kayak kamu!" Ujarnya sambil sesekali menjitak dan menendang putrinya tanpa kasian.

Violin menarik nafas disela-sela isak tangisnya. Dia berusaha bangkit dengan bertumpu pada meja disampingnya.

      "Oke-oke, cukup pa! Sekarang aku tau, seberapa pun aku berusaha buat dapatin nilai bagus, itu tetep gak ada artinya buat papa. Semuanya sia-sia!"

Plaakk!

Lagi-lagi tangan kekar itu mengenai wajah mulus Violin. Tangan itu sama sekali tidak punya perasaan. Tangan itu terlalu ringan. Saking ringannya, dia bergerak dengan sendirinya untuk melakukan apa pun yang dia mau. Benar-benar tangan sial!

      "Sekarang, aku gak mau lagi hidup tertekan kayak gini. Aku mau pindah. Aku mau keluar dari rumah ini. Aku muak!"

Violin langsung bangkit berlari ke kamarnya, lalu membereskan pakaian-pakaiannya. Air mata tidak henti-hentinya mengalir deras di pipinya yang lebam. Ayahnya benar-benar keterlaluan. Dia bilang ia sangat menyayangi anaknya, tapi apakah begini caranya menunjukkan kasih sayangnya? Oh shit!

       "Olin, kamu mau kemana nak?" Wanita itu menghampiri Violin ke kamarnya.

       "Olin mau tinggal sendiri."

       "Ta-"

       "Nggak, aku capek di kekang gini terus ma! Kalo aku pergi, mungkin bisa hilangin beban mama sama papa dirumah. Jangan halangin aku ma!"

       "Oliinn kamu mau kemana? Kamu mau tinggal dimana? Hah?!"

        "Aku mau tinggal sendiri dirumah mama. Mana kunci rumah mama?"

        "Tapi Olin, kamu gak boleh pergi! Emang kamu bisa tinggal sendiri dirumah sana? Hah?!" Bentak wanita paruh baya itu.

         "Ma, aku bukan anak kecil lagi maa. Aku bisa jaga diri aku. Pliss ma ijinin aku tinggal dirumah mama. Aku udah muak tinggal dirumah ini ma! Rumah ini udah kayak neraka buat aku. Aku capek ma. Toh juga rumah mama gak jauh kan dari komplek ini."

     Dengan nakalnya, butiran bening itu terus mengalir di pipi bengkaknya. Violin terus memohon pada mamanya agar mau memberinya kunci rumah milik pribadi mamanya yang terletak tidak jauh dari kompleks yang ditempati saat ini. Wanita itu akhirnya mau menyerahkan kunci rumahnya setelah capek melihat Violin memohon di kakinya.

        "Kapan-kapan mama jenguk kamu ya!" Ujarnya sembari mengelus pucuk kepala putrinya.

****

STRICT PARENTS [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang