Mark terkulai lemas di atas ranjang dengan selimut tebal yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. Sudah tiga hari ia demam dan muntah-muntah. Dokter bilang ia menderita gastritis. Hampir setiap malam ia mengeluh nyeri dibagian perut. Wajar saja, lambung Mark sedang dihantam dan mengakibatkan ia sering muntah. Belum lagi demamnya yang suka kambuh dengan tidak wajar. Kadang siang, kadang juga sore menjelang malam. Ini membuat Namita tidak bisa tidur tenang. Selama Mark sakit, ia selalu terjaga hampir tiap malam. Namita tidak bisa meninggalkan anaknya yang berusia 16 tahun itu tidur sendirian.
"Syukurlah enggak demam." Namita tampak sedikit lega karena Mark dalam kondisi stabil. Tidak seperti kemarin, demamnya tidak kunjung turun.
"Mama belum tidur?" Tiba-tiba Mark terbangun. Ia tampak gelisah, seperti sedang membutuhkan sesuatu. "Jam 1 pagi, Ma. Kok belum tidur?"
"Kamu mau minum, sayang? Atau mau ke toilet?"
Mark bangun dari tidurnya, memposisikan tubuh lemasnya dengan nyaman. Ia masih belum sadar sepenuhnya. Wajah pucat dan rambut yang berantakan membuat ia tampak terlihat seperti zombie. "Mama tidur aja. Mark udah enakkan kok." Pintanya sambil mengusap kedua mata.
"Nanti kalau kamu tidur, Mama langsung tidur." Dengan sigap Namita meraih tangan Mark supaya tidak keterusan mengusap matanya. "Tidur lagi ya, sayang. Mama tungguin sampai kamu tidur habis itu Mama ke kamar."
Mark menggelengkan kepala.
"Kenapa, nak?"
"Mark enggak bisa tidur. Tadi Mark udah coba tutup mata, tapi tetap enggak bisa. Kayaknya karena seharian Mark tidur terus deh, Ma."
Namita menatap kasihan pada Mark. Sekarang anak itu harus terjaga tanpa mempedulikan kondisinya. Bisa saja pagi nanti ia kembali demam karena kurang tidur.
"Mama buatin susu hangat biar bisa tidur lagi. Mau ya?"
"Aku enggak mau." Jawab Mark membuat Namita menghela nafas kebingungan. "Mama sini, tidur di samping Mark. Udah lama Mark enggak tidur sama Mama." Ia menggeser tubuhnya agar Namita bisa tidur disampingnya.
"Oke, berarti kamu harus tidur sekarang."
"Enggak mau."
"Mark, come on sweetie. Mama udah tidur di kamar kamu lho. Ayolah nak, biar kamu cepat pulih. Memang kamu enggak mau main sama Jeno dan lainnya?" Namita frustasi. Bayi kecilnya sedang berulah. Ia kehabisan akal dan juga tenaga untuk membujuk Mark.
"Aku kangen Mama makanya aku minta Mama tidur sama aku. Jangan marah ya, Ma. Mark sayang Mama." Ujarnya manja namun terdengar lemah. Mark mengeratkan pelukannya pada Namita. "Maafin aku ya udah bikin Mama susah. I love you, Ma."
Tak butuh waktu lama Mark kembali tertidur pulas. Ocehannya tidak lagi terdengar. Itu artinya Namita bisa beristirahat sejenak walaupun tentu ia akan sering terbangun selang dalam beberapa jam.
"Kasihan anak Mama udah tiga hari enggak sisiran." Namita merapikan rambut Mark yang hampir kusut dengan jari-jarinya. "Ini lagi poninya udah panjang. Bikin jidat jerawatan."
Namita menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Layaknya seorang ibu yang khawatir akan kondisi anak, Namita memastikan kalau bayi kecilnya benar-benar terlelap. Ia sadar tenaganya sudah habis terkuras, namun Namita tidak mempedulikan itu semua. Baginya asalkan Mark kembali sehat, lelahnya sudah terbayarkan.
"Good night sweetie." Sebuah kecupan selamat malam ia berikan di kening Mark yang mungkin sudah bermimpi indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sunshine
FanfictionNamita Lee hanyalah seorang ibu yang begitu mencintai anaknya, Mark Aiden Lee. Kehadiran Mark mengubah segalanya, termasuk kehidupan Namita. Mampukah Namita melewati semua pandangan orang terhadapnya? Mengingat mereka bukanlah ibu-anak kandung dan h...