"Guys, sorry ya. Aku enggak bisa lama-lama. Hari ini Mama ulang tahun. Mau mampir beli kado dulu."
Hari ini kami hanya bermain sebentar setelah sekian lama aku absen dikarenakan proses penyembuhanku yang lumayan lama. Saat aku sakit, Mama sangat menjagaku. Aku tidak boleh keluar rumah sampai benar-benar sembuh. Ya, aku juga sih yang keras kepala dan tidak mematuhi perintah dokter. Alhasil, kesehatanku tak kunjung pulih. Aku takut mengecewakan mereka. Tapi, kuharap mereka bisa memakluminya.
"Tante ulang tahun? Kenapa enggak bilang sih, Mark? Kita kan juga mau kasih Tante kado." Aku melirik Renjun dengan ekspresi ingin menerkam. "Udah, ayo kita pulang. Kita cari kado sekarang."
Lihat, Renjun sangat bersemangat. Aku tertawa melihat tingkah lakunya. Ia begitu antusias untuk segera pergi dari hall tempat kami bermain bulutangkis. Jeno pun demikian. Ia langsung memasukkan raket dan shuttlecock ke dalam tas. Tampak berbeda dengan Chenle. Ia terlihat ragu, seperti ada hal yang ingin dikatakan namun tak cukup nyali untuk mengucapkannya.
"Chen, kenapa diam? Ayo, beresin raket kamu." Teriakan Renjun memecahkan lamunan Chenle. Aku dan Jeno saling melirik satu sama lain. "Mau ikut atau enggak?"
Jeno menarik ujung lengan baju Renjun. Lirikan matanya mengisyaratkan untuk Renjun tidak meneruskan pembicaraan.
Aku menghampiri Chenle, menjauhkan diri dari Jeno dan Renjun. "Kamu kenapa? Ada masalah?" Tanyaku pelan padanya.
"Mark, maaf. Aku enggak bisa ikut sama kalian. Aku harus jaga toko sekarang." Jawab Chenle lesu. Pamannya kembali berulah. Ia harus melakukannya dan jika tidak ia akan dipukul habis-habisan. Aku, Jeno dan Renjun pernah meminta padanya untuk bolos kerja sehari saja. Chenle sempat menolak tapi pada akhirnya ia mengiyakan permintaan kami. Tapi setelah itu kami sedih karena mendapati beberapa luka disekujur tubuhnya. Amarah kami memuncak, terlebih Renjun. Ia sangat membenci pamannya Chenle. Beruntung saat kejadian itu kami langsung membawanya ke rumah sakit. Chenle segera ditangani tim medis dan lukanya bisa sembuh dengan cepat.
"Oh gitu. Yaudah jangan dipaksa. Kamu kerja aja."
"Maaf ya, Mark. Titip salam buat Tante. Next time aku main ke rumah." Dari raut wajahnya, aku yakin ia menyesal tidak bisa ikut.
"Iya enggak apa-apa. Nanti aku kasih tau Mama." Jawabku sambil mengusap punggung Chenle. "Guys, kita pergi bertiga aja. Chenle harus jaga toko. Gimana?"
"Yaudah enggak apa-apa. Ayo!" Sahut Renjun yang sepertinya sudah paham.
-
-HAPPY BIRTHDAY MY WONDER WOMAN-
"Selamat ulang tahun Mama. Doa Mark selalu yang terbaik buat Mama." Aku berhasil membuat Mama terkejut. Kedatangan kami memang tidak direncanakan. Awalnya aku berniat memberikan surprise sendirian. Tapi berhubung yang lainnya sudah tahu, jadinya aku tidak sendiri.
"Selamat ulang tahun Tante. Maaf telat ucapin. Ini buat Tante dari aku. Semoga Tante suka." Renjun memberikan paper bag berisi kado yang sudah dibeli, disusul juga oleh Jeno.
"Happy birthday ya, Tante. Panjang umur, sehat selalu. Semoga bisnisnya semakin sukses. Makin cantik, makin awet muda dan semoga diberi kesabaran ekstra buat ngurus Mark." Doa panjang yang dibumbui sindiran untukku. Sial.
"Makasih semuanya. Tante enggak kepikiran kalian tiba-tiba datang. Soalnya Mark enggak bilang kalau mau undang kalian."
Senyum Mama semakin terpancar dari wajahnya. Itu membuat Mama semakin cantik. Aku sangat bahagia melihat Mama bahagia. Buatku, kebahagiaan Mama adalah yang terpenting. Mama harus lebih bahagia dari aku. Level kebahagiaan Mama harus dua tingkat diatasku. Dengan begitu aku bisa membayar apa yang sudah Mama berikan padaku.
"Chenle mana? Dia enggak datang?" Mama menyadari ketidakhadiran Chenle. Sebenarnya Mama merindukan Chenle karena hampir dua bulan ia tidak main ke rumah. Tiap kali Mama bertanya dimana Chenle, aku selalu menjawab kalau Chenle harus menjaga toko. Pernah suatu hari tanpa sepengetahuanku Mama pergi menemui Chenle. Tapi bukan situasi baik yang Mama temui disana melainkan sesuatu yang mengerikan. Ia melihat Chenle dimarahi habis-habisan oleh pamannya. Mama tidak tega dan dengan sigap ia berpura-pura menjadi pembeli pada umumnya. Andai Mama tidak masuk, pasti tangan terkutuk itu sudah meninju wajah Chenle.
"Chenle jaga toko, Ma. Dia titip salam buat Mama."
Raut wajah Mama perlahan berubah. Aku tahu ia pasti sedih karena lagi-lagi Chenle tidak ada bersama kami.
"Tante jangan sedih. Besok kita bawa Chenle kesini. Bila perlu kita culik dia kalau enggak mau ikut." Ucap Renjun menghibur Mama.
"Seingatku besok Chenle libur jaga toko. Jadi seharusnya dia bisa ikut sih, Tante." Jeno menimpali.
Pembicaraan kami terhenti ketika suara bel dari luar terdengar. Fokus kami tertuju pada sosok yang sedang berada di balik sana. Tanpa berpikir panjang aku segera membukakan pintu.
"CHENLE???"
Sosok yang kami rindu kehadirannya berdiri disana. Kami sangat terkejut. Bukan terkejut karena formasi kami jadi lengkap melainkan terkejut karena Chenle muncul dengan kondisi mengenaskan. Rambutnya berantakan, lengan bajunya sobek. Lagi, luka lebam itu menghiasi tangan dan kakinya. Tapi kali ini lebih parah. Matanya bengkak kemerahan dan ujung bibirnya mengeluarkan darah. Aku juga melihat lututnya robek. Ini bahaya.
Jeno dan Renjun hanya mematung ditempat. Mereka tidak sanggup berkata-kata. Terlebih aku berdiri persis di depan Chenle. Menanyakan apa yang sedang terjadi saja aku tidak mampu. Melihat Chenle seperti ini membuat hatiku sakit.
Mama yang saat itu tidak kalah terkejut dari kami langsung menghampiri Chenle. Tanpa melontarkan satupun pertanyaan, Mama segera membawa Chenle menuju garasi. Aku yakin Mama akan membawanya ke rumah sakit. Sekilas aku melihat Chenle meringis kesakitan dalam genggaman Mama. Tapi ia tidak memberontak karena ia tahu ini demi keselamatannya.
"Mark, tolong ambilkan dompet Mama. Kita ke rumah sakit sekarang."
Aku segera berlari ke kamar mengambil dompet Mama kemudian ke garasi disusul Jeno dan Renjun.
Kasihan Chenle. Tuan Lele, bertahanlah!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sunshine
FanfictionNamita Lee hanyalah seorang ibu yang begitu mencintai anaknya, Mark Aiden Lee. Kehadiran Mark mengubah segalanya, termasuk kehidupan Namita. Mampukah Namita melewati semua pandangan orang terhadapnya? Mengingat mereka bukanlah ibu-anak kandung dan h...