THE ROOMATE

28 2 0
                                    

Sudah sebulan lamanya Chenle menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Dokter dan perawat berusaha keras melakukan yang terbaik dalam proses penyembuhannya. Tim medis yang dikerahkan pun bukanlah sembarangan. Menurut informasi yang beredar Direktur Korea University Medical Center, dr. Moon Taeil adalah teman dekat Namita. Ia menyetujui permintaan ibunya Mark itu dengan senang hati. Walaupun publik mengakui tenaga medis disana adalah yang terbaik, namun Moon Taeil tetap merekrut anggota tim berdasarkan reputasi dan pengalaman dengan penilaian tertinggi.

Sejujurnya, pembentukan tim seperti ini tidak termasuk dalam program rumah sakit. Secara keseluruhan hal ini agak rumit karena bisa menimbulkan kesenjangan sosial diantara para tenaga medis lainnya. Tapi, Namita tidak mau tahu. Ia adalah konsumen, ia berhak mendapatkan apa yang diinginkan sekalipun harus merogoh kocek lebih. Buat Namita harga tidaklah penting. Yang terpenting adalah nyawa Chenle terselamatkan. Mark pun demikian, ia juga sangat mementingkan kesehatan Chenle. Selama sebulan Mark tidak pernah absen mengunjungi sahabatnya itu. Sesekali ia menginap demi menemani Chenle agar tidak kesepian. Mark juga berbagi materi yang dipelajari di kelas supaya Chenle tidak ketinggalan pelajaran. Jeno dan Renjun juga sering menjenguk Chenle. Walau mereka tidak bisa menginap, namun kehadiran keduanya membuat Chenle sangat terhibur.

"Chenle, mau makan apa? Biar Tante masakin buat Chenle."

Sepulang dari rumah sakit, Chenle tidak diizinkan pulang ke rumahnya. Mark melarang keras untuk itu, Jeno dan Renjun pun sama. Mereka tidak ingin lagi melihat Chenle terluka. Namita sempat bersikeras melaporkan pamannya Chenle ke pihak berwajib atas tuduhan penganiayaan anak dibawah umur. Akan tetapi Chenle menolak secara sopan dengan alasan yang sama, karena hanya pria itu satu-satunya keluarga yang ia miliki. Mark sempat kecewa dengan keputusan Chenle yang dirasa bisa membahayakan dirinya lagi kelak. Namun Namita memberikan penjelasan pada putranya atas keputusan Chenle. Demi kebaikan bersama, Namita dan Mark memberikan pilihan yakni, Chenle tinggal bersama mereka atau pamannya dilaporkan ke polisi. Karena tak ada pilihan lain, Chenle memilih untuk tinggal bersama Mark. Ia berharap semoga keputusannya kali ini tidak salah.

"Terima kasih banyak, Tante. Aku makan apa yang Tante masak. Aku enggak pernah pilih-pilih makanan." Chenle merespon dengan sangat sopan. Ia tak ingin kehadirannya menjadi beban untuk keluarga itu.

"Ma, Chenle suka telur gulung. It's his favorite." Mark menjawab tanpa ragu. Ia mewakili Chenle yang mungkin tidak enak untuk meminta. Semalam Chenle bilang ingin makan sekali makan telur gulung dan hari ini kesempatan Mark untuk mewujudkan keinginan Chenle.

"Astaga, stok telur di kulkas kita habis, Mark. Kalau begitu Mama ke supermarket dulu." Namita segera menyudahi sarapannya.

"Mama mau aku temanin?" Mark menawarkan diri.

"Enggak usah, sayang. Mama sendiri aja. Kamu temanin Chenle di rumah, ya."

Mark kembali menyantap sandwich-nya dengan lahap. Di depannya juga tersedia susu cokelat dan beberapa potong buah semangka. Sesekali Chenle meliriknya, berharap Mark menoleh padanya.

"What's wrong, Chenle?" Mark bertanya.

"Kenapa kamu bilang ke Tante aku mau makan telur gulung? Kasihan Tante jadi repot." Bisik Chenle tanpa ingin terdengar oleh ibunya Mark.

"Enggak apa-apa kok. Mama pintar masak, percaya deh. Telur gulung buatan Mama enak. Kamu pasti suka."

"Iya, tapi aku jadi enggak enak sama Tante. Sebulan lebih aku diurus Tante. Aku enggak mau bikin repot lagi."

"Sayang, Mama pergi ya." Namita sudah berganti pakaian. Penampilannya sangat rapi untuk orang yang hanya ingin berbelanja kebutuhan di pasar swalayan.

"Ma, are you serious? Mama mau ke supermarket atau New York Fashion Week?" Ucap Mark bercanda. Tapi memang kali ini penampilan Namita agak berbeda.

The SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang