Rindunya Perempuan yang Patah Hati

6 1 0
                                    

Senja memang tidak pernah gagal membuat orang jatuh cinta. Keindahannya mampu memikat hati siapapun yang melihat. Tapi tidak untuk Rahayu. Baginya, senja adalah kesakitan yang selama ini dirasakannya sendiri. Senja menjadi saksi saat dia ditinggalkan kekasihnya yang  memilih bersama perempuan lain untuk menghabiskan sisa hidupnya. Kekasih yang membersamainya selama hampir satu dekade itu benar-benar pergi. Seperti tidak ada lagi rasa yang tersisa di hatinya. Sungguh miris sekali kisah cinta Rahayu.

Rahayu, perempuan sederhana yang sangat mempesona. Dia merupakan kembang desa yang menjadi incaran pemuda-pemuda di daerahnya. Hampir setiap hari ada laki-laki datang ke rumahnya berniat untuk melamar. Dari orang biasa hingga juragan tanah. Namun Rahayu selalu menolak. Hati Rahayu telah terpaut pada seorang laki-laki bernama Dimas. Laki-laki yang tak sengaja bertemu dengannya di pantai Bali.

Saat itu – waktu senja hari – Rahayu duduk di pinggir pantai sambil menikmati indahnya matahari terbenam. Tiba-tiba matanya tertuju pada satu sosok pria yang juga duduk tidak jauh dari tempatnya. Setelah beberapa waktu memperhatikan pria itu, Rahayu kembali fokus pada matahari yang akan tenggelam di ujung lautan. Siapa yang mengira, bahwa pandangan Rahayu ternyata disambut hangat oleh sang pria.

“Indah ya?”, tanya Dimas pada Rahayu. Sembari memberikan minuman kaleng, Dimas memperkenalkan diri.

“Dimas”.

“Rahayu”, ucap Rahayu sambil menerima pemberian Dimas.

Ada rasa tak biasa di hati Rahayu saat itu. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia tak tahu harus melakukan apa atau pun berbicara apa. Lidahnya terasa kaku. Rahayu ingin terus memandang wajah Dimas, tapi dia menahannya. Berulang kali Rahayu menghembuskan nafas untuk mengendalikan emosi dan perasaannya. Dimas yang menyadari hal itu hanya tersenyum kecil.

Jatuh cinta pada pandangan pertama. Kalimat yang pantas disematkan pada Rahayu. Pun dengan Dimas. Perasaan mereka semakin membuncah seiring berjalannya waktu. Setelah pertemuan pertama mereka di tepi pantai saat senja sore itu. Mereka semakin sering bertemu untuk sekedar berbagi cerita tentang keseharian masing-masing. Tak jarang pula mereka berbagi kabar lewat telepon. Perihal jodoh, memang selalu ada alasan untuk bertemu. Siapa yang mengira ternyata tempat tinggal mereka berdekatan.

Pada satu malam yang penuh bintang, Dimas mengungkapkan perasaannya. Rahayu yang juga memendam rasa pada Dimas tak butuh waktu lama untuk menerima cinta Dimas. Hari demi hari mereka lewati berdua. Selayaknya sejoli yang dimabuk asmara, Rahayu dan Dimas benar-benar bahagia serasa dunia hanya milik berdua.

Hampir setiap bulan Rahayu dan Dimas mengunjungi tempat di mana mereka pertama kali bertemu. Tak terasa sudah hampir lima tahun mereka bersama, dan rasa dalam hati mereka semakin kuat seakan tak bisa terpisah. Keduanya saling mengikat. Rahayu dan Dimas selalu menemukan cara untuk menyelesaikan masalah. Jarang sekali mereka berdebat. Sungguh harmonis sekali.

“Tempat ini masih sama seperti saat kita pertama bertemu ya?”, tanya Rahayu pada Dimas yang duduk di sampingnya sambil meminum kelapa muda.

“Iya. Kamu juga masih sama seperti saat kita pertama bertemu. Masih cantik dan mempesona”, puji Dimas.

Rahayu dan Dimas memang tak segan untuk saling memuji. Menurut mereka, salah satu cara untuk mempertahankan hubungan adalah dengan saling memuji. Saat berselisih paham dan tidak ada yang merasa bersalah, mereka menyelesaikannya dengan mengingat kebaikan masing-masing. Hal itu mereka lakukan setelah tiga bulan bersama dan terus berlanjut hingga lima tahun lamanya. Kemungkinan juga akan berlanjut di tahun-tahun berikutnya.

Kebersamaan Rahayu dan Dimas juga telah diketahui oleh seluruh keluarga mereka. Keduanya juga saling berkunjung ke rumah masing-masing setiap dua minggu atau di akhir pekan. Orang tua mereka juga sangat menyukai pribadi Rahayu dan Dimas. Namun, untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan, Rahayu dan Dimas masih belum bisa menyatukan pendapat.

Pada tahun ke-sembilan kebersamaan Rahayu dan Dimas, mereka harus berjauhan untuk waktu yang cukup lama, sekitar enam bulan. Dimas ditugaskan ke luar kota oleh perusahaan tempat dia bekerja. Rahayu tidak bisa ikut karena dia juga punya pekerjaan sendiri. Terasa berat memang, tapi tugas harus tetap dilaksanakan.

“Sepertinya aku juga tidak bisa mengunjungimu, karena aku sedang menyelesaikan proyek baru yang harus selesai akhir tahun ini”, ucap Rahayu saat mengantar Dimas di bandara.

“Tidak apa-apa. Kamu jaga kesehatan. Istirahat yang cukup. Jangan sampai sakit. Jangan telat makan. Jangan ......”

“Iya-iya, pesannya lanjut di telepon saja. Kamu bisa ketinggalan pesawat kalau ngomel terus di sini”, sela Rahayu memotong pembicaraan mereka.

Rahayu dan Dimas semakin sibuk setiap harinya. Sehingga jarang bertukar kabar. Namun, mereka selalu menyempatkan untuk berbincang lewat telepon meski hanya lima menit. Bulan pertama dan kedua hingga ketiga, hubungan mereka masih sangat baik. Memasuki bulan keempat Rahayu merasa Dimas mulai menjauh. Selalu ada alasan untuk tidak menerima panggilan dari Rahayu. Hingga mereka berdua berdebat tentang waktu yang tak bisa diluangkan Dimas untuk Rahayu.

“Aku di sini kerja, bukan main. Sekarang aku juga semakin sibuk karena mendekati deadline. Tolong dong kamu ngerti”, pinta Dimas pada Rahayu dengan nada sedikit tinggi.

“Aku pun sama sibuknya seperti kamu. Tapi aku masih bisa loh nyempetin waktu untuk sekedar tanya kabarmu. Aku meneleponmu juga tidak pada jam kerjamu”, jelas Rahayu.

“Sudahlah, aku lelah. Aku mau istirahat. Besok aku ada meeting sampai siang, terus sore aku bakal lembur sampai malam. Aku harap kamu mengerti”, tegas Dimas sambil menutup teleponnya. Hingga beberapa hari, Rahayu dan Dimas tak berbagi kabar sama sekali.

Tugas Dimas selesai lebih cepat dari waktu yang diperkirakan. Namun Dimas tak memberi kabar pada Rahayu jika dia sudah sampai di rumah. Rahayu yang mendengar kepulangan Dimas, langsung bergegas ke rumahnya untuk memastikan. Dimas yang sedang bercanda lewat telepon dengan seseorang terlihat sedikit kaget dengan kedatangan Rahayu.

“Nanti aku telepon lagi ya, bye”.

“Aku pikir orang-orang bercanda tentang kedatanganmu, ternyata benar. Kenapa nggak kasih kabar kalau sudah pulang?” tanya Rahayu penasaran dengan sikap Dimas yang tiba-tiba berubah.

“Kamu tahu darimana aku sudah pulang? Tadinya aku mau langsung beri kabar padamu, tapi aku malah tertidur karena kelelahan”, jelas Dimas memberi alasan pada Rahayu.

“Oh, barusan siapa yang telepon? Tidak biasanya kamu bersantai sambil telepon kecuali denganku.”

“Bukan siapa-siapa. Hanya teman kantor yang sama-sama tugas kemarin. Nggak perlu dipikirin.”

Rahayu merasa aneh dengan sikap Dimas. Tapi dia mencoba untuk berpikir positif dan percaya dengan semua yang Dimas katakan. Setelah bertemu yang terakhir kali, Dimas semakin menjauh dari Rahayu. Tidak memberi kabar. Tidak mengangkat telepon dengan berbagai alasan. Hingga akhirnya Dimas menghilang. Rahayu tak mendapat kabar apapun dari Dimas. Kerajaan cinta yang mereka bangun selama hampir sepuluh tahun lamanya runtuh seketika saat Rahayu mendengar bahwa Dimas akan menikah setelah beberapa minggu berlalu.

Rahayu benar-benar patah hati. Hatinya hancur berkeping-keping. Dia tidak menyangka laki-laki yang selalu didambakan kini telah menghianatinya. Sepanjang hari sebelum dia mendengar kabar Dimas menikah, rindu di hatinya sungguh luar biasa. Setiap hari air matanya menetes. Luka hatinya karena merindu belum sembuh, kini malah ditambah dengan luka penghianatan. Semakin dalamlah luka itu. Merindu dan meratap. Itu yang dilakukan Rahayu kini. Bersama senja di pantai Pulau Dewata.

Rindu Tak BerujungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang