Senja yang Sendu

4 0 0
                                    

Arini berjalan menyusuri tepi pantai. Menikmati senja dengan mega merah yang memancarkan keindahan. Sakit hati sebab ditinggalkan sang kekasih perlahan mulai memudar. Arini berusaha ikhlas melepas cinta yang selama ini dia pertahankan. Ternyata cintanya tak cukup kuat untuk menahan kekasihnya untuk tetap tinggal. Arini masih tidak mengerti mengapa dia ditinggalkan. Dia merasa sudah cukup baik menjadi seorang kekasih. Meski sakit hatinya mulai berkurang, Arini masih sering bertanya-tanya penyebab kekasihnya pergi.

***

Peristiwa dua tahun silam tidak akan pernah bisa hilang dari ingatan Arini. Pernikahan yang seharusnya menjadi momen bahagia, berubah menjadi kenangan penuh luka. Arini duduk sendiri di pelaminan dengan air mata yang hampir menetes. Orang tua, penghulu, dan para tamu undangan masih menunggu sang mempelai laki-laki datang. Hampir tiga jam sejak jadwal akad nikah yang telah ditentukan. Namun, calon suami Arini tak kunjung terlihat.

Arini terduduk lesu di ranjang pengantin berhiaskan taburan bunga. Kisah cinta yang dibangun lima belas tahun lamanya hancur begitu saja. Tanpa sepatah kata, laki-laki yang seharusnya bersanding dengannya di pelaminan mendadak hilang tanpa jejak. Keluarga sang calon suami juga tidak tahu kemana putranya pergi. Hingga empat belas hari setelah peristiwa itu, Arini menemukan sepucuk surat di laci kamarnya. Surat itu digulung dengan pita merah muda – warna kesukaan Arini – dengan cincin di sebuah kotak merah hati.

“Arini sayang, kekasihku yang manis. Jangan menangis, Sayang. Aku masih selalu ada di hatimu. Maaf, jika aku tak bisa menepati janjiku padamu untuk bersanding di pelaminan. Menjadi raja dan ratu penuh kebahagiaan. Aku sudah menyiapkan segala impianmu. Cincin yang akan kusematkan di jarimu, juga lagu yang kuciptakan khusus untukmu. Namun ternyata, aku sendiri yang berhianat padamu. Meninggalkanmu dengan riasan pengantin, berbalut gaun putih yang berkilau. Sungguh kau terlihat sangat cantik dan menawan, Sayangku. Aku melihatmu, meski dari jauh. Aku datang untuk pamit, meski tak menemuimu. Jika kamu sudah membaca surat ini, artinya aku telah berada di tempat yang sangat jauh. Jangan menungguku, Sayang. Hiduplah bahagia meski aku tak di sisimu. Berjalanlah dengan percaya diri. Wujudkan semua mimpimu.

Ariniku yang cantik, tetaplah menjadi gadis penyabar yang penuh dengan pesona. Aku akan selalu merimdukanmu. Cukup aku saja yang terluka karena merindumu, kamu jangan pernah terluka oleh apapun. Meski aku tahu, aku sendiri yang telah melukaimu. Aku akan tetap memohon padamu untuk jangan pernah terluka. Terima kasih sudah berjalan bersamaku lima belas tahun ini. Mendampingiku dan menjadikanku rumahmu. Sekarang, dengan berat hati aku menyatakan maaf padamu karena tak bisa menjadi rumahmu lagi. Bahagialah, Arini.

Segara Senja, 12 Januari 2022”

Arini mengenggam erat surat dari kekasihnya itu. Air matanya seakan tak bisa berhenti menetes. Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat.
“Bagaimana aku bisa berjalan tanpamu? Takdirku adalah menjadi pendamping hidupmu. Bukan hanya untuk lima belas tahun, tapi selamanya. Jika kamu tidak bisa menjadi rumahku lagi, lantas kepada siapa aku akan pulang? Menceritakan segala keluh kesahku sepanjang hari”, keluh Arini pada surat yang digenggamnya.

Jauh sebelum hari pernikahannya, kekasih Arini pernah berjanji jika dia tidak akan pernah meninggalkan Arini. Disaksikan senja dan deburan ombak di lautan. Hati Arini berdebar sangat bahagia. Namun, janji yang diucapkan kini sudah tidak berarti lagi. Layaknya angin lalu, yang setelah berhembus menghilang tak kembali.

Hampir setiap hari Arini mendatangi pantai yang menjadi tempat pertemuan pertama dengan sang kekasih. Hingga akhirnya pantai itu menjadi tempat favorit mereka berdua untuk melepas penat juga rindu setelah seharian bekerja. Saat senja tiba, hati Arini selalu berharap akan datang sosok kekasihnya. Namun hingga matahari terbenam, yang dia harapkan tak kunjung tiba. Lalu dia pulang dengan kecewa. Keesokkan harinya, dia datang lagi membawa harap yang sama. Dan lagi, dia pulang membawa kecewa. Begitulah hari-hari yang dijalani Arini setelah kepergian sang kekasih.

“Kali ini, aku mohon datanglah. Sudah berbulan-bulan aku di sini, menunggumu datang membawa cinta untukku. Seandainya pun nanti yang kau bawa adalah luka. Aku masih akan tetap menerimamu, asalkan kau kembali dan menjadi rumahku lagi”, gumam Arini sembari memegang cincin yang dia temukan bersama surat pita merah jambu.

Tak lama kemudian, datanglah anak kecil membawa gulungan kertas dengan pita merah jambu. Persis seperti surat yang digenggamnya. Anak tersebut tidak berkata apapun. Setelah memberikan gulungan kertas itu, dia langsung pergi meninggalkan Arini. Arini membuka gulungan kertas tersebut dan kembali menangis. Ternyata itu adalah surat dari kekasih yang ditunggunya.

“Arini, Sayangku, mengapa kamu bersedih? Aku tak kuasa melihatmu menangis setiap hari di balik senja yang indah itu. Arini, Cintaku, tersenyumlah seperti kala itu. Seperti saat pertama kali kamu datang ke tempat ini. Senja pun turut bersedih melihatmu selalu menangis. Saat ini memang ragaku tak di sampingmu. Tapi percayalah, bahwa hati dan cintaku selalu menjadi milikmu. Aku memang tidak bisa lagi menjadi rumahmu, tapi yakinlah bahwa kamu adalah cinta sejatiku. Arini, jadilah gadis yang ceria. Penuh dengan rasa bahagia. Aku tahu, ini begitu berat bagimu. Akan tetapi, tetaplah berjalan menuju takdir bahagiamu. Pun dengan aku, meski berat berjalan tanpamu, aku akan berusaha untuk tetap bertahan. Lukamu adalah lukaku, Arini. Mari kita sembuhkan luka ini bersama. Meski dengan jalan yang berbeda.

Senja Segara, 12 Juni 2022”

Selesai membaca surat itu, Arini mencari kekasihnya di sepanjang pantai. Terus berjalan di bawah senja yang semakin petang. Matanya tertuju pada satu sosok laki-laki di ujung pantai yang terlihat memperhatikan Arini. Langkah Arini semakin cepat menuju sosok tersebut. Saat semakin dekat, Arini yakin bahwa itu adalah kekasihnya. Tampak laki-laki itu tersenyum pada Arini. Dengan mata berkaca-kaca, Arini berlari menuju sosok itu. Tiba-tiba sosok itu perlahan mundur menjauhi Arini dengan melambaikan tangannya. Arini yang tidak ingin kehilangan kekasihnya lagi, semakin mempercepat langkahnya. Namun, sosok itu perlahan-lahan menghilang.

Arini berhenti tepat di tempat sosok itu berdiri sebelum menghilang. Arini terdiam beberapa saat hingga dia menemukan gulungan kertas lagi. Tangis Arini semakin pecah saat menemukan gulungan kertas itu. Namun kali ini ada senyum di balik tangis Arini saat membaca tulisan di gulungan kertas tersebut.

“Ariniku yang kucinta, terima kasih sudah berusaha berjalan menujuku. Meski tanganku tak bisa memeluk ragamu, aku tetap bahagia. Karena aku bisa membawa bayangmu bersamaku. Menuju dunia yang begitu indah. Hidup bersama bayangmu saja sudah cukup bagiku. Sayangku, Arini yang baik dan cantik, jangan bersedih lagi, ya. Aku akan selalu ada di hatimu. Menemanimu meski aku tak terlihat olehmu. Bahagialah Arini. Hati, cinta, dan sayangku akan selalu menjadi milikmu. Selamanya.

Senja Segara, laki-laki yang akan mencintai dan menjagamu tanpa batas waktu.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rindu Tak BerujungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang