Bagian 1

7 1 1
                                    

Seperti biasa sore ini banyak warga yang baru menyelesaikan pekerjaan mereka. Ada yang baru saja pulang dari sawah, kebun juga para pengembala yang sedang menuntun para sapi juga kerbau mereka untuk pulang. Berbagai aktifitas tersebut tak luput dari mata milik gadis bersurai hitam. Didalam mobil, ia begitu menikmati kepulangannya dengan pemandangan yang tak bisa ia temukan dikota tempatnya menimba ilmu.

"Sya, gimana kabar tante kamu disana? baik kan ya? ibu udah lama gak nelpon." Suara ibunya terdengar lembut mengalun ditelinga, ia menoleh dan tersenyum menanggapi.

"Baik kok bu, tante ameh sama keluarga disana sehat semua." balas gadis itu.

Alfasya nama gadis itu, ia menolehkan kepalanya keluar jendela. Menatap jalanan yang sudah sangat lama tak ia lihat. 2 tahun? atau bahkan 3 tahun? entahlah, ingatannya tentang kampung halamannya terlalu samar dan awam. Karena rasanya sudah sangat lama ia tak menemukan pepohonan yang hijau seperti saat ini.

"Nanti ibu langsung pergi ya sya, ibu mau pergi ke kantor dinas siang ini. Gapapa kan kalo langsung ibu tinggal?" Ucap ibunya ketika mereka sudah memasuki gang rumah yang dikenali oleh Fasya.

"Iya bu, gapapa. Lagian aku masih capek mau langsung istirahat." Balasku memaksakan senyuman. Ibu membalas senyumku kemudian mengangguk. "Sekalian dijagain ya nanti adekmu, kangen katanya sama mbak fasya." Aku kembali mengangguk.

Dan disinilah aku berada. Rumah. Apa aku bisa menyebutnya setelah nyaris 3 tahun aku tak pernah kembali ketempat ini. Suasana berubah. Beberapa perabotan terlihat bertambah. Belum lagi  banyak sekali bunga yang dirawat oleh ibu. Mawar merah, pink, putih bahkan biru? Entahlah aku tak terlalu memperhatikan. aku hanya melepas sepatu dan langsung mengucapkan salam.

Dan selamat datang dirumah sepi yang tak jauh berbeda dengan hati. kosong. 

"Adekmu pulang abis zuhur ya sya. Bapak masih dikebun. Nanti langsung istirahat aja, kalo mau makan, panasin aja sayur dibelakang ya. Ibu mau langsung berangkat." Ucapan ibuku hanya kuanggap angin lalu. Karena aku benar-benar butuh istirahat sekarang.

"Sya kamu denger ibu ngomong apa kan?"

"Iyaa buk." balasku setelah menarik nafas, dan melanjutkan menggeret koper menuju kamarku yang terletak tak jauh dari ruang Televisi.

Tiba-tiba tanganku ditarik dan tubuhkan langsung membalik dan menemukanku sudah berada didalam rengkuhan ibu yang hangat. Sudah lama sekali aku tidak merasakan pelukan seperti ini. Kapan terakhir kali ibu memelukku? ketika lulus SD? atau saat aku masih TK? aku bahkan lupabagaimana perasaan itu. Dan kini ibu memelukku dengan erat, seolah-olah tak mau aku pergi dan kembali menghilang.

"Maafin ibu ya sya. Maafin ibu." ucap ibuku pelan, nyaris berbisik.

Dan aku hanya mampu terdiam ditempat. Menegang kaku tak bergerak. Rasanya dadaku sesak, kepalaku pusing, mataku memanas.Kupikir aku akan menangis, tapi setelahnya air mata tak pernah turun. Seakan-akan ia sudah kering tak bersisa.

Dan tanganku hanya menggantung tak berani membalas pelukan dari ibu. Ibuku.

***

Kita adalah sepasang jatuh yang rapuh

sepasang tangan yang terkulai

sepasang mata penuh kebohongan.

Kita adalah pasangan

yang tak berniat dipasangkan.

berhentilah. Jangan melawan kehendak tuhan.

....

Sore itu, Gio memutuskan untuk menemui temannya yang tak kunjung bisa dihubungi. Ia memilih langsung datang kerumah daripada harus menunggu sesuatu yang tidak pasti. Bukankah menunggu ketidakpastian memang melelahkan, dan Gio tidak mau melakukan hal itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jatuh & CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang