GOW~4

1.4K 202 26
                                    


Sorry for typos
.

.

.



Aroma darah-sesuatu yang terasa amat amis dan besi berkarat di tangkap oleh indera penciuman Xiao Zhan, anak ketiga dari kaisar Han di masa itu. Dia tak mengerti, apakah ia harus tersenyum atau harus menangis. Dia mendapat kemenangannya tapi disisi lain ia merasa ini menyedihkan. Xiao Zhan memandang takut-takut pada bungkusan yang di pegang oleh Zi Tao. Jubah yang awalnya berwarna hijau lumut itu kini berangsur memerah karena pekatnya darah dari kepala yang menjadi bingkisan untuk ayahnya di dalam sana.

Langkah kuda Xiao Zhan memasuki gerbang utama kota Chu San. Kota yang di sekelilingnya terdapat tembok yang kokoh. Tembok yang kuat dari luar namun renta ketika dari dalam. Tembok itu seperti penjara tersendiri bagi orang-orang di dalamnya. Pertahanan yang kuat tapi bagaikan pedang bermata dua bagi penguasanya.

Xiao Zhan memandang iba pemandangan sekitarnya. Tidak terlalu banyak mayat yang bergelimpangan. Xiao Wen melakukan dengan baik, korban perang di minimalisir olehnya meski harus di akui remaja gila perang itu menempuh bahaya mengerikan dalam memenggal kepala gubernur Chu San. Xiao Zhan harusnya memberi penghargaan untuk adik Yibo itu.

Para wanita dan anak-anak tampak bersedih. Mereka duduk dan menangis-ketakutan terlihat di mata mereka. Xiao Zhan tahu, mereka takut mereka akan di jadikan pelacur atau budak. Mungkin bagi mereka lebih baik di bunuh. Xiao Zhan turun dari kudanya, dia mengulurkan tangannya pada seorang anak yang terlihat kotor yang menangis meraung di dekat tempatnya berdiri.

Yibo sendiri sudah siap dengan pedangnya, memenggal sang anak jika saja melukai Xiao Zhan.

"Siapa namamu?" Xiao Zhan bertanya. Suaranya terdengar lembut namun jelas. Seluruh menusia di sekitar mereka larut dalam keheningan. Anak itu menatap nyalang pada Xiao Zhan. Dia takut orang tuanya akan di bunuh oleh orang asing yang tiba-tiba menjajah kotanya. Dia tak terlalu mengerti, tapi ia tahu yang dihadapannya itu adalah orang yang menyebabkan tangis di negerinya.

Bocah itu menggigit tangan Xiao Zhan. Menimbulkan ringisan kecil di bibir Xiao Zhan. Yibo maju selangkah dan siap secepat kilat memotong bagian tubuh sang bocah. Xiao Zhan menghentikannya, dia memberikan isyarat bahwa ia baik-baik saja.

Xiao Zhan masih tersenyum. Dia mengulurkan tangannya yang lain. Dia mengelus kepala sang bocah. "Maafkan aku!" kata Xiao Zhan sarat akan kesedihan pada tatapannya. Gigitan anak itu mengendur, setetes darah Xiao Zhan jatuh di tanah Chu San. Bocah lelaki kotor itu menghambur di pelukan Xiao Zhan. Kota Chu San, bukanlah kota makmur yang memiliki kehangatan di dalamnya.

Rakyat banyak menderita di kota kokoh ini. Pejabat pejabat korup negeri tetangga mereka itu menghabisi rakyat dengan pajak besar dan melakukan kerja paksa untuk membangun tembok kota Chu San. Belum lagi derita kelaparan diantara rakyatnya dan penyakit diare yang tidak bisa di sembuhkan. Kota itu menyedihkan, dan kali ini mereka di serang oleh Negara lain.

Apa yang harus di lakukan oleh rakyat menyedihkan itu?

Kepada siapa mereka mengadu? Apakah mereka harus mengorbankan nyawa mereka untuk membangun kota yang lebih besar? Bekerja seharian penuh tanpa makan dan minum? Apakah mereka harus menderita sakit tanpa di obati?

Xiao Zhan memberikan harapan pada mereka. Dia memeluk seorang bocah yang bahkan selalu di pukuli oleh orang tuanya dengan penuh kasih. Jika pria itu memberikan kasih sayang pada salah satu rakyat yang bahkan tak berguna apalagi pada mereka yang masih bisa bekerja. "Siapa namamu?" Xiao Zhan bertanya.

"Guo Chi" anak itu menjawab. Membuahkan tawa di wajah Xiao Zhan.

Jingyu, anak kedua kaisar Han itu tersenyum lega melihat interaksi adiknya dengan penduduk kota. "Jangan sakiti mereka, berikan mereka makanan dan obat!" perintah Xiao Zhan yang dilakukan dengan senang hati oleh para prajuritnya. Mereka tak menyesal telah meninggalkan kesetiaan mereka pada putra mahkota dan beralih pada si pangeran bungsu berhati mulia itu.

GOD OF WAR (END)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang