Masa SMA Ku

179 3 1
                                    

Sekelompok karyawan berpapasan dengan pimpinan, kemudian menundukkan kepalanya.
Pimpinan tersebut menundukkan kepalanya dan melewati para karyawan tersebut.
Tatapan pria itu dingin dan berjalan tenang, di sampingnya berjalan asistennya.
Seorang pegawai baru terperangah melihat pimpinanya yang baru lewat, pegawai lain mengingatkan temannya tersebut.
"jaga pandanganmu, jangan berani-berani jatuh cinta dengan pimpinan kita atau mendekatinya" ucapnya mengingatkan.
"kenapa, kau tahu kan, ketika kuliah aku bisa memilih pria mana yang kusukai" ucapnya percaya diri.
"iya, tapi presiden Joon berbeda, dia kasar dan dingin, dia tidak senang didekati wanita" ucapnya.
"dia suka...." ucap karyawan tersebut menutup mulutnya dan tampak kecewa.
"apalagi pria menyimpang, dia berani terlibat berkelahian tanpa peduli pandangan publik, dia bisa berbuat sesukanya" ucap karyawan itu.
Kedua karyawan itu kemudian berjalan menuju ruangannya.

***

Kang Joon berjalan kearah seorang wanita berkaca mata hitam, berambut pendek seleher dengan bibir merah merona.
Wanita itu melepaskan kacamatanya.
"aku masih takut melihatmu" ucapnya.
"kamu masih mengenakan lipstik merah merona itu" ucap Joon dengan tatapan tajam dan dingin.
Wanita itu memegang bibirnya, salah satu tangannya masuk kesaku mencari sesuatu. "sebaiknya kita duduk dulu" ucap wanita itu.
Teh dituangkan wanita itu kedalam gelas, kemudian meminumnya sambil melihat keluar jendela kaca besar.
"kasus perceraian yang kamu tangani agak ribet kali ini?" tanya Joon.
"ya, tapi kasusmu juga lebih berat lagi, kenapa kamu menghajar MR. Mith didepan umum" ucap wanita itu.
"dia menggodaku, dia berani berbisik ketelingaku mengajak berkencan" ucap Joon dengan tatapan marah dan sinis.
"seharusnya kamu bisa menahan diri, kamu telah mematahkan hidunganya" ucap wanita itu membuka tabletnya.
Joon berdiri dari duduknya, kemudian duduk disamping wanita itu, "nona ah tidak nyonya, kenapa kamu menyuruhku menahan diri" ucap Joon menggoda wanita didepannya tersebut.
"usiamu sudah 35 tahun, dingin, kasar, semaunya" ucap wanita itu.
"bukankah aku punya sisi baik" ucap Joon.
Wanita itu memasang kacamanya, kemudian menerima panggilan.
"oh, Jun mami, mami kangen" ucap wanita tersebut.
"mami, kenapa mami belum pulang, kata nany, jarum pendek ke-angka 4 mami akan sampai rumah" ucap anak berusia 3,5 tahun tersebut.
"iya, mami akan menuju mobil, momi masih dikantor, jun mau stroberi, mami akan kesupermarket, membelikan jun yang banyak" ucap wanita itu.
"kalau begitu mami boleh pulang terlambat untuk membelikan jun stroberi. momi ingat, jangan mengenakan lipstik merah lagi, ayah tidak suka" ucap anak tersebut.
"terimakasih sayang mami" ucap wanita tersebut.
Joon berjalan di belakang wanita itu.
"kamu tidak melanjutkan membicarakan kasusku?" tanya Joon.
"nanti saja, membelikan jun-ku stroberi lebih penting" ucap wanita itu sambil menghapus lipstik merahnya.
"Nyonya Ara, didunia ini yang berani memperlakukanku dengan buruk hanya kamu" ucap Joon mengomel.
Ara berhenti dan berbalik menatap pria stylish di belakangnya.

***

SMA MENTARI

Seorang wanita berjalan kearah gadis lugu, "kau, sudah miskin. Berani sekali berharap bisa mendapatkan Hyun. asal kau tahu hyun mendekatimu, karena taruhan. Ternyata kau sama saja seperti gadis lainnya, didekati pria kaya, langsung luluh" ucap gadis cantik tersebut mengandeng tangan kekasihnya.

Gadis lugu itu menatap pria yang beberapa bulan ini mendekatinya, merayunya dengan sangat manis, gadis itu percaya dan memberikan hatinya.
Ternyata dia dipermainkan. Pria itu menatap gadis itu, pada dirinya ada secercah rasa bersalah mempermainkan gadis itu tersebut.
Gadis bernama mira menggandeng kekasihnya dan mengajaknya menjauh dari taman tersebut.
Gadis lugu itu menahan tangan Hyun.
"apakah yang kamu katakan selama ini bohong, bahwa kamu jatuh cinta padaku" tanya gadis itu.
Hyun melepaskan tangan gadis lugu itu dan meninggalkannya.
gadis itu terduduk di tanah, beberapa siswa melewatinya dan berbisik. "sudah ku duga, dia hanya dipermainkan hyun" bisik-bisik mereka.
Gadis lugu itu engan masuk kedalam kelas, dia berjalan dengan tatapan kosong menuju rumahnya, kemudian masuk kedalam kamarnya.
"rara, kenapa kamu pulang cepat" ucap bibinya sambil mengangkat panci-panci untuk jualan.
Rara hanya terdiam dan menangis.
"kalau kamu pulang cepat, bantu bibimu mengupas bawang" ucap bibi tersebut berteriak.
Rara hanya menangis sesegukan.
Bibinya tampak marah, kemudian mengedor-gedor pintu kamar rara.
"cepat, kupas bawang-bawang ini, setidaknya kamu bermanfaat sedikit, kamu tahu, penyakitmu itu perlu obat-obat dengan harga yang mahal, kamu kira kami tidak ikut membantu membeli obat-obatmu" ucap bibi mengomel.
Rara mentap pintu kamarnya, yang digedor, tiada hari tanpa umpatan bibinya, obat-obat itu didapatkan dari hasil kerja saudaranya dan bantuan kesehatan masyrakat miskin oleh pemerintah daerah, tetapi bibinya selalu mengungkit-ungkit bahwa duitnya lah yang banyak habis untuk pengobatan.
Bibi semakin naik pitam membantingkan panci kearah pintu, rara menyeka air matanya, kemudian membuka pintu dan mengupas bawang-bawang tersebut, dia teringat kembali saudaranya yang bekerja untuk pengobatannya.

PengacarakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang