° Kebiasaan Mada °

4K 396 33
                                    

Laksa kembali bangun dengan kepala berat dan berkunang-kunang. Semalam, ia sedikit kehujanan karena harus menjemput Mada di tempat latihan. Ibunya tidak tahu-menahu akan hal itu. Karena kalau iya, pagi ini ia pasti sudah dijadikan tawanan rumah sakit.

Alih-alih memijatnya atau menawarkan bala bantuan atas upah kemarin, saudara kembar yang entah terpaut berapa lama--ibu tidak pernah cerita--justru masih terlelap indah. Dengkurannya saja mampu memekakkan telinga Laksa. Ia pun lekas menarik selimut dan memukul lengan Mada menggunakan guling.

"Bangun, atau satu-satunya Cimory Regal di kulkas bakal gue embat!"

"Ck, lo nggak punya ancaman lain?"

"Oke, sekalian yang stroberi juga kalau gitu."

Mada membuka matanya dan menatap Laksa sinis. "Jatah lo udah habis, nggak usah macem-macem."

"Bodo amat!"

"Ish!"

Dua lelaki yang masih mengenakan baju tidur bermotif sama itu lantas saling lempar bantal. Suara alarm yang datang terlambat tak dapat sedikit pun mengusik mereka. Baru setelah sang ibu menggedor pintu berkali-kali, Laksa-Mada menghentikan aksinya dan berlari ke kamar mandi bersamaan.

Hari pertama tahun kedua SMA harusnya dapat dimulai dengan baik. Namun, lain urusan kalau si kembar sudah adu mulut sejak pagi. Saat di dapur pun, mereka mendebatkan bekal yang rencananya ibu bawakan untuk mereka. Sebelumnya, Laksa tidak pernah keberatan. Toh, Mada juga membawanya, jadi ia memiliki teman--karena zaman sekarang sangat jarang yang membawa makanan dari rumah. Sayang, itu hanya bertahan setahun karena sekarang Laksa merasa apa yang ibu lakukan sangatlah kekanak-kanakan.

"Aku berangkat, Bu."

"Tapi ini dibawa dulu."

Laksa tetap berlalu, tak mau mendengarkan permintaan ibunya. Mada yang enak-enak menghabiskan susu dingin hanya bisa menggeleng. Ia segera mengambil tas yang disimpan di bawah kursi, lalu mengambil kotak makan yang ibu pegang dan memasukkannya ke tas.

"Biar Mada nanti yang ngasih."

"Makasih, ya. Dijaga kakaknya."

"Siap!"

Mada berjalan cepat dan lekas merangkul saudaranya. Tak lupa ia membenahi masker yang dikenakan Laksa dan juga memakai untuknya sendiri. Meski harus menyembunyikan lesung pipinya yang menawan, Mada tidak masalah, asal Laksa tidak harus merasa sendiri di dunia ini.

"Kalau lo deket-deket terus, ntar orang-orang ngira kita kembar siam." Laksa berdecak.

"Ya nggak apa-apa. Terserah orang, kan, mau ngomong apa. Paling enggak bagian kembar-nya bener, Sa."

"Iyain biar cepet kelar."

Mada terkekeh. Ia berubah haluan berjalan di belakang Laksa, menapaki jejak-jejak yang saudaranya lewati. Sesekali ia bersenandung, tak peduli dengan orang sekitar yang mengerutkan kening dan berbisik, sedangkan Laksa hanya mendengkus. Ia mengusap rambut tipisnya sebelum memutuskan mengenakan headset.

"Gue ke kelas duluan."

Mada melambaikan tangannya. "Dadah, Kembaran."

"Diem!" Laksa memutar bola matanya malas.

Mereka pun berpisah. Laksa ke kelas bahasa dan Mada ke kelas sains. Jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi beda lantai.

Laksa masuk tanpa menyapa siapa pun. Ia juga tak mengatakan apa-apa saat teman sekelasnya menatap intens. Entahlah, padahal liburan semester hanya dua minggu, teman-temannya terasa asing layaknya orang baru.

My Sick Twin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang