Dentingan pada ponselnya membuat Boruto menggerutu sepanjang malam.
Oh, ayolah ... dia hanya ingin tertidur dengan pulas. Namun lupa mematikan data jadilah pesan sampah dari teman-temannya itu berhasil mengusik istirahat malamnya.
Dengan geram, karena matanya sulit dibuat tertutup kembali sementara ia masih amat mengantuk, pada akhirnya Boruto bangkit dan keluar menuju dapur. Semoga saja susu hangat dapat membuatnya pulas kembali.
Jam di dinding, tepat di ruang bersantai sekaligus ruang tamu itu menunjukkan pukul dua pagi. Boruto menghela napas kemudian spontan berdecak kesal ketika mendapati sampah makanan dan minuman kaleng berserakan di mana-mana.
"Kevin sialan!"
Dengan malas, sambil berjalan sempoyongan bak orang mabuk, seraya bersumpah-serapah ia memungut sampah yang memenuhi ruang tamunya, mengumpulkannya dan bergumam akan membereskannya saat fajar tiba saja. Raganya masih lelah dan ia butuh istirahat sebab seharian kemarin kegiatan kampus membuatnya menguras tenaga lebih. Jurusan yang ia ambil sekarang rasanya benar-benar menampar keinginannya tiga tahun lalu saat ia masih di Jepang. Apalagi, setelah berolahraga berjam-jam, ia diharuskan ke perpustakaan untuk mengambil sebuah buku incarannya sejak lama. Sebab sudah membuat janji untuk meminjamnya kemarin bahkan saat buku itu masih dipinjam oleh orang lain.
Ia akan membacanya besok saja. Lagi pula ini akhir pekan.
Boruto mendudukkan diri di sofa. Semerta-merta menutup kedua mata dengan tangan kanan terpatri di atas dahi.
Ia sudah membuat jadwal untuk esok hari. Quality time untuk dirinya sendiri, dan tak ada yang boleh mengganggu gugat. Memikirkan ketenangan seharian besok membuat Boruto tersenyum lega. Rasa kantuk muncul lagi, kemudian sebelum ia benar-benar terlelap di ruang tamu, ia segera bangkit dan berjalan ke kamar, membuka kaos biru berlengan pendek bergambar menara Eiffel bertuliskan Paris, lantas sekonyong-konyong menerjang kasur dan rebah di sana.
"Nikmatnya hidup ini."
Hingga beberapa menit berlalu dan Boruto sudah larut dalam mimpi.
*****
Ekspektasi indahnya tentang akhir pekan sendirian di apartemen hilang jauh-jauh. Ketenangan batin yang telah ia idam-idamkan untuk hari ini tak dapat digapai lagi.
Boruto hanya dapat menggerutu sepanjang waktu berlalu setelah membaca berbagai macam pesan memuakkan dari teman-teman kampusnya yang mendeklarasikan sebuah pesta wajib untuk semua anggota gengnya. Geng dengan nama Genuin Squad yang dibuat mendadak beberapa bulan lalu oleh Kevin dan teman gilanya yang juga berasal dari Jepang itu tak pernah Boruto anggap sama sekali.
Dari namanya saja sudah tidak wajar. Pasukan Tulen? Apa-apaan itu?! Nama grup yang seolah mengumumkan pada khalayak kalau mereka semua—anggota geng—itu normal. Hal bodoh yang malah membuat mereka terdengar seperti sekumpulan kaum pelangi yang tengah membantah ejekan masyarakat.
Dan Boruto amat membenci untuk mengakui bahwa ia termasuk salah satu bagian dari sekelompok orang payah itu.
"Tuhan, apa yang telah kuperbuat sampai akhir pekan saja aku harus tetap bertemu dengan para manusia gila itu?" Boruto menunduk sambil mengepalkan tangan di hadapan jendela yang langsung memperlihatkan pemandangan seluruh kota.
Boruto mengusap kedua mata, seolah baru saja menangis. Hidupnya selalu saja diganggu oleh semua orang. Ketenangannya tak pernah ia rasakan kembali sejak kenal dengan Kevin Owen. Ingin sekali mengeluh tapi Kevin-lah teman terbaiknya sejauh ini selama ia pindah ke California.
Kalau ingin jujur, bahkan hanya Kevin yang ada untuk selalu membantunya saat ia kesulitan. Kendati Boruto malas mengingat hal itu, namun ia mengakuinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Answer to Everything
Fanfiction~SEKUEL COMPLICATED FEELING~ Ketika semuanya telah terungkap, barangkali yang akan menjadi imbas dari segalanya adalah mereka berdua. Kesalahan-kesalahan masa lalu yang membelunggu kehidupan seolah masih menjerat hingga kini, kendati keduanya sudah...