1. dunia yang tak sama

61 19 62
                                    

Tahun ke 1384 M puncak kejayaan Majapahit yang terkenal seantero jagat raya, wilayah Majapahit yang teramat luas. Dan Rajanya yang adil nan bijaksana, membuatnya mampu membawa Majapahit di puncak keemasan pada masanya.

Karena luasnya itu, Sri Rajasanegara mengambil keputusan dengan membagi daerah-daerah kewilayahanya dengan beberapa pemimpin. Salah satu pemimpin dari 12 wilayah Majapahit yaitu, Whikramawardhana salah satu bangsawan yang masih berstatus keponakan dengan Sri Rajasanegara.

Pemimpin wilayah memiliki gelar Bhre, ia memiliki kewajiban mengelola kerajaan-kerajaan bawahan Majapahit, memungut pajak, mengirim upeti, serta menjaga pertahanan masing-masing perbatasan.

Whikramawardhana yang telah menjabat kurang lebih 5tahun, membawa dampak yang begitu signifikan untuk daerah Mataram. Dan karena dedikasinya untuk Mataram dan Majapahit, membuat Raja Hayam Wuruk mencurahkan banyak perhatian untuk keponakannya itu.

Saat ini Bhre Whikramawardhana berusia 27tahun, dan ia masih dalam keadaan lajang. Hal ini tidak mengganggunya sama sekali, karena dia selama itu terlalu fokus akan negeri dan terlalu sibuk untuk mengurusi perempuan manja nantinya.

Dia adalah pribadi yang disegani banyak orang dan di idolakan para anak-anak serta perempuan-perempuan majapahit. Terutama Mataram, paras tampan khas lelaki jawa dipadukan dengan tubuhnya yang tinggi tegap serta lebar nan kokokhnya pundak. Membuat setiap wanita menginginkan untuk bersanding disampingnya, tak hanya itu.

Dedikasi dan kemajuan Mataram serta Majapahit juga sedikit banyak ada campur tangan darinya, membuat setiap orang tau. Bahwa dia adalah sosok cerdas dan bertanggung jawab, keindahan ciptaan Tuhan satu ini sudah tidak diragukan lagi.

Bahkan di Trowulan saja semua masyarakat mengaguminya, eksistensinya untuk Majapahit membuat Whikramawardhana atau Bagaskara Samudra memiliki banyak kasih sayang dari semua orang.

Namun di balik paras dan kecerdasanya itu, Bagas adalah pribadi yang kaku dan sulit untuk berbaur. Walau orang-orang sering melihatnya berpidato di khalayak umum, tapi sebenarnya dia menahan rasa gerogi dan keringat dingin tiap melakukanya. Mungkin, beberapa orang menyadari itu. Tapi sudahlah, itu hal yang wajar. Tentu saja.

***

"Sugeng enjing Prabu Whikramawardhana,"

Pagi itu, salah satu prajurit kediaman Bagas menghampirinya yang tengah meneguk teh ditemani Patih Gadjah Mada.

"Sugeng enjing Maha Patih Prabu Gadjah Mada."

"Hm, ada gerangan apa kau kemari sepagi ini?"

Prajurit yang ditanya demikian tak lantas langsung menjawab, tapi ia melirik Bagas terlebih dahulu. Seakan paham akan kode yang diberikan, Patih Gadjah Mada lantas memutuskan untuk pamit.

"Ah sepertinya ini adalah hal penting, baiklah aku akan pergi. Aku akan kembali ke Trowulan esok pagi, jika kau memiliki waktu luang hari ini datanglah menemuiku."

Bagaspun mengangguk dan ia mengikuti Gadjah Mada untuk mengantarnya menuju pintu keluar, kedudukan kedua orang ini jelaslah berbeda. Meskipun Bagas memiliki darah keturunan yang sama dengan Hayam Wuruk, tapi Bagas hanyalah seorang pangeran yang sudah bertugas menjadi Bhre.

Sedangkan Gadjah Mada adalah Maha Patih yang teramat kuat, sumpah palapa yang ia buat selalu terngiang-ngiang di kepala Bagas. Ia begitu kagum dengan sosok di sampingnya itu, adapun hubungan mereka ialah seperti paman dan keponakan.

Sama halnya seperti dengan Hayam Wuruk, karena saat kecil dahulu. Bagas adalah anak yang aktif, hal itu membuat Gadjah Mada dan Hayam Wuruk seringkali menemuinya dan merangkap menjadi Mahaguru untuknya. Mereka menganggap, Bagas adalah anak luar biasa dari dewa.

KEPINGAN SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang