2. edelweiss dan merapi

13 3 8
                                    

Udara sejuk menyambut Linka, langkah demi langkah membawanya sampai ke pasar. Kiranya pagi itu mungkin masih jam 5 pagi, masih sepi. Pasarpun begitu, kurang dari satu jam lagi tempat ini akan menjadi padat karena para warga yang hilir mudik mencari kebutuhan atau malah mencari pundi-pundi uang. Seperti Linka.

Dia sengaja berangkat pagi, karena ingin segera pergi ke wilayah Timur tepatnya di kaki gunung Merapi di desa Raharja. Kemarin dia tak sengaja  mendengar desas -desus warga jika daerah sana terjadi musibah. Dia fikir itu hanya musim paceklik seperti yang terjadi di Timur perbatasan, tapi ternyata berbeda. Kabarnya disana ada beberapa anak yang mengalami penyakit aneh, mereka menganggap hal itu sebagai penyakit menular. Hal ini jika dibiarkan akan berbahaya, jiwa sosial Linka terus mendorongnya untuk pergi.

Hingga tepat saat Aditya berada diatas kepala, kini Linka telah sampai. Jarak desa Raharja dengan pusat kota sedikit jauh, jika menaiki delman atau kereta kencana. Mungkin membutuhkan waktu dua sampai tiga jam.

Dia tak begitu mengerti awalnya, desa ini tampak asri dan tenang. Hanya beberapa orang dewasa yang lewat dengan keperluan masing-masing. Setelah sampai Linka terus menyusuri jalan setapak, sembari melihat kanan kiri apakah ada suatu hal yang janggal.

Sampai saat seorang ibu tergopoh-gopoh panik sembari menggendong balita, ia terlihat kebingungan. Linka segera bernisiatif membantu ibu tersebut.

"Budhe, permisi. Putrane kenapa?" Linka memperhatikan anak yang digendong ibu itu, dia menemukan ada hal yang tidak beres. "Nduk, ini anakku terkena wabah nduk. Aku harus segera ke tabib, permisi nggeh, monggo."

Linka mengangguk mengiyakan, ia takkan menjadi pihak superhero yang dengan cepat dapat mengatasi dan membantu orang lain. Dia harus meneliti dan melakukan survei untuk membuktikan apa yang terjadi, menjadi tabib tidaklah seindah yang dibayangkan.

Mereka harus mengenyam pendidikan, setelah itu mengikuti praktek para tabib untuk beberapa tahun. Hingga dirasa layak, seorang tabib junior baru bisa melaksanakan kegiatan mengobati dan membantu selayaknya seorang tabib. Belum sampai disitu, mereka para tabib harus memiliki kesabaran seluas jagat raya. Dapat dipastikan sekali dua kali mereka akan mendapat kritikan dari pasien, ntah itu yang sakit atau orang terdekat.

Entah dari segi diagnosis, penanganan, atau obat yang diberikan. Apakah mujarab atau sebaliknya, Linka pun demikian. Dia bukanlah seorang tabib, dia hanya guru sekaligus pedagang sayuran. Tapi sejak ia kecil, ia sudah diajarkan tentang bagaimana cara menjadi seorang tabib oleh kedua orang tuanya. Oleh karena itu, tidak heran dia berani sampai ke sini hanya untuk mencari tau.

Kebiasaan ingin tau dan ingin membantu ini muncul ketika setahun setelah ia kehilangan ayahnya, awalnya ia menjadi pribadi yang murung. Tapi ibunya selalu menasehati dan memberikan dukungan penuh hingga tak butuh waktu lama untuk mengembalikan psikisnya.

Suatu hari Linka melihat seorang anak miskin yang mengemis di pasar, kala itu ia masih mengikuti ibunya untuk berdagang. Ia pun mendekati anak itu, singkat cerita. Anak yang ditemui Linka ternyata sedang sakit. Linka sadar jika anak itu sakit, terlihat dari wajahnya yang pucat serta tangannya yang gemetar. Sudah beberapa kali saat Linka melihat anak itu sebelumnya, jatuh pingsan tanpa seorangpun yang peduli.

Linka kecil mengadukan hal itu pada ibunya, sang ibu yang sama-sama memiliki empati tinggi segera menggendong anak itu dan membawanya ke rumah sakit tanpa rasa kebertan. Namun sayang, Sang Hyang Widi menyayangi anak itu. Tepat setelah dua jam anak itu dibawa, ia akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Linka merasa kesal dan sedih, andai dia dari awal sudah membantu anak itu. Mungkin saja anak itu bisa menjadi teman bermainnya dirumah, karena itu. Linka bertekad untuk membantu sesama terutama anak-anak dan wanita, ia bukan memajang muka di depan warga agar mendapat simpati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KEPINGAN SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang