03 ; Nyaman

254 40 7
                                    

tw : sexual harassment, harshwords

Pagi ini Xavier mengantarkan Levi menuju ke fakultasnya. Ah bukan hanya ke fakultasnya, namun sampai ke depan kelasnya. Levi tak dapat menolaknya, karena hari ini Xavier telah memutuskan untuk memberi pelajaran kepada mantannya, yaitu Johny.

Mereka berdua pastilah menjadi buah bibir seantero kampus sebab keduanya merupakan dua orang yang paling diinginkan untuk dijadikan pasangan. Ada yang mendukung kedekatan mereka, namun juga tidak sedikit yang menggunjing di belakang.

Xavier menggenggam tangan Levi cukup erat saat mereka berjalan beriringan menuju kelas pertama Levi. Di dalam hati, keduanya merasakan kehangatan dari genggaman tangan keduanya. Nyaman.

Sesampainya mereka berdua di depan kelas, tidak disangkan di sana ada Johny tengah duduk asik bersama beberapa temannya. Keduanya fokus menonton sesuatu yang ada di handphone milik Johny. Sampai salah satu teman Johny menyadari kehadiran Xavier dan Levi.

"Le, badan lo aduhai banget sih." Ucap salah satu dari teman Johny dan dibalas oleh beberapa siulan sekaligus senyuman miring dari Johny.

"Kami iri nih sama Johny yang udah pernah nyicip. Boleh ga nanti malem lo layanin kami semua? Giliran aja."

Tangan Xavier mengepal. Suara gemelutuk dari giginya pun terdengar. Xavier melepas genggaman tangan Levi dan berjalan mendekat ke arah gerombolan itu.

Levi sudah lemas. Rasanya harga dirinya sudah sangat hancur dibuatnya. Levi merasakan pelukan dari Erlan yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

"Kali ini Le, biarin ada orang yang akan ngelindungin lo. Lo ga harus ngotorin tangan lo. Ada orang yang dengan suka rela jadi tameng buat lo."

Di depan pandangan mereka terlihat Xavier yang berkelahi dengan Johny dan ketiga temannya. Levi agaknya terkejut melihat bagaimana Xavier dengan mudahnya menghabisi mereka ssemua. Bahkan handphone milik Johny telah hancur diinjak oleh Xavier.

"BERANI KALIAN GANGGU COWO GUE LAGI. HABIS KALIAN."

"Dan lo, Johny. Kalo lo gamau track record buruk lo gue sebar,  menyingkir dari hidup Levi. Mulai saat ini dia milik gue, dan ga akan gue biarin lo dan temen-temen brengsek lo nyentuh cowo gue. Sehelai rambutpun. Jangan remehin ancaman gue. Gue bisa buat bukan cuma kalian yang hancur tapi keluarga kalian juga."

Keempatnya berlutut memohon ampun di hadapan Xavier. Namun Xavier hanya mendengus melihatnya.

Saat Xavier membalikkan tubuh, di sana Levi tengah merentangkan tangannya lebar seakan menawarkan pelukan. Dengan sedikit ragu Xavier berjalan mendekat dan saat sudah dekat, Xavier merasakan tubuhnya ditarik ke dalam dekapan hangat nan nyaman dari seorang Jimin Leviandra.

"Thank you so much, Xavier."

Levi berbisik lirih di samping telinganya. Xavier tersenyum tipis dan balik memeluk tubuh mungil itu dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher yang menguarkan aroma wangi alami favoritnya.

...

"Lo mukul mereka terlalu keras sih, makanya tangannya lecet gini kan." Ucap Levi sembari membalut tangan Xavier dengan kain kasa.

"Emosi gue ga bisa ketahan, Le. Mulut mereka pengin gue robek rasanya."

"Lo kalo marah semengerikan ini ga, Xav?"

"Tergantung. Kalo udah keterlaluan macam mereka ya gue bisa kelepasan. Tapi kalo semisal lo tanya, pernah ga gue marah ke pasangan gue kaya tadi? Jelas engga lah. Siapapun yang gue jadiin pasangan, harus bahagia. Kalaupun gue marah, ya ga akan main fisik juga. Gue sayang sama pasangan gue, masa gue sakitin."

Jawaban Xavier membuat Levi mengangguk singkat.

"Kalo lo penasaran, lo bisa coba, Le." Lanjut Xavier.

"Huh? Coba apa?" Tanya Levi bingung.

"Jadi pasangan gue misalnya?"

Seketika wajah Levi memerah dan ia pun langsung membuang muka dari tatapan Xavier. Xavier tergelak gemas.

"Gue mau lo mikirin lagi kalo mau jadiin gue pasangan lo, Xav."

"Gue udah semester tua, gue udah kebanyakan mikir."

"Tapi lo harus tetep mikirin. Ini kan buat masa depan lo juga. Masa lalu gue terlalu hitam, Xav. Dan lagi, yah gue udah ga perjaka. Gue sering tidur sama banyak orang sebelumnya. Gue ngomong gini karena mungkin aja lo nyari yang masih segel."

Xavier menatap Levi dengan tatapan sendu. Tangan yang sebelumnya sedang diobati kini tengah mengusap pipi berisi milik Levi. Membuat Levi terdiam dan perlahan balik menatap Xavier.

"Sesek hati gue denger lo ngomong gitu. Walau seandainya nanti gue ga sama lo, lo ga boleh gini terus, Le. Lo jangan ngerasa ga pantas untuk dicintai. Lo punya banyak hal diluar urusan ranjang ataupun skinship yang bisa lo pamerin. Lo pinter, lo kaya, lo cakep, lo mandiri, lo tulus, senyuman lo cantik, mata lo indah. Banyak, Le..."

"Tapi cuma lo yang bisa apresiasi gue kaya tadi, Xav. Semua yang gue temuin cuma pengin service gue doang. Saat mereka udah dapet, guenya tinggal dibuang."

Bibir Levi bergetar menahan isakan. Ingatan akan masa lalunya kerap kali membuat Levi tidak percaya diri dan merasa dirinya tidak pantas untuk siapapun.

"Kalo gitu izinin gue buat apresiasi lo tiap harinya. Mencintai dan menyayangi lo setiap waktunya. Izinin gue, Le. Gue mau lo jadi pasangan gue. Can I?"

Levi terdiam. "Kalo seandainya nanti lo mau ninggalin gue, tolong tinggalin gue dengan cara baik-baik ya, Xav. Syukur-syukur lo bisa buat gue terbiasa tanpa lo dulu, baru lo tinggalin gue."

Xavier menggeleng pelan. "Gue jadiin lo pasangan gue bukan buat gue tinggalin, Le. Tapi buat gue bahagiain."

"Gue izinin lo, Xavier."

Senyum terkembang dari kedua sudut bibir Xavier. Dadanya sangat lega luar biasa. "Boleh aku peluk kamu?" Tanya Xavier menahan gejolak di dada.

Levi terkekeh sebentar sebelum menganggukkan kepalanya mengiyakan.

Keduanya berpelukan erat dengan senyum lebar di kedua bibir mereka. Di dalam hatinya, Levi hanya berdoa semoga Xavier merupakan pilihan yang tepat untuk dirinya. Levi janji ia akan memantaskan diri untuk Xaviernya.

Reasons for Falling in Love ; KookminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang