Chapter 24

405 25 0
                                    

Ryan mengangkat koper Aurel dari bagasi dengan berat. Bukan karena isinya yang berat, tapi hatinya. Sebentar lagi Aurel akan pergi dan hatinya terasa sangat berat. Ia tidak bisa bertemu langsung dengan Aurel setelah ini. Ia belum rela melepaskan Aurel.

Mobil Manda dan Kaisar parkir di samping mobilnya. Mereka tadi memang ingin mengantar kepergian Aurel di bandara. Begitu Manda tiba ia langsung memeluk Aurel.

"Gue—gue harap lo baik-baik saja di sana, Rel."

Aurel hanya tersenyum tipis—seperti merahasiakan sesuatu. Bagaimana ia baik-baik saja kalau di sana ia bermaksud untuk berobat. Aurel merasa sangat bersalah membohongi semua orang. Tetapi mau bagaimana lagi—

Aurel yakin sekarang Dokter Tomy juga sudah menunggunya di bandara. Tapi ia tidak mungkin menghampiri dokter Tomy. Ryan keukeuh mengantarnya sampai ia benar-benar pergi. Ia tadi sudah menchat Dokter Tomy agar pura-pura tidak mengenalnya kalau mereka bertemu.

Aurel melirik Ryan. Sejak tadi laki-laki itu hanya diam dan murung. Sebenarnya Aurel pun sedih dengan kepergian ini.

"Jaga diri baik-baik, Rel." kata Kaisar.

Manda memandang Aurel dalam. "Alden mana?" tanyanya. Kaisar menyenggol lengannya seakan berusaha menghentikannya bertanya soal Alden.

Aurel tersenyum tipis. "Aku putus sama Alden."

Manda terkesiap. "Oh, gue nggak tahu. Sorry, Rel."

"Aku mengchat dia, tapi nggak ada balasan. Centang satu. Udah lama aku nggak denger kabar dia." Aurel mengenang, tersenyum miris. "Kalau kalian ketemu dia, sampaikan permintaan maafku ya."

Manda dan Kaisar mengangguk, sedangkan Ryan merespon. "Nanti dia juga bakal mencari kamu. Tidak usah terlalu dipikirkan."

Manda menatap Ryan penuh arti. Tetapi kemudian ia tersenyum tulus. "Jangan lupakan gue ya, Rel."

"Of course. Mungkin kalian yang sebentar lagi bakal melupakan aku."

"Nggak mungkin."

Kemudian pembicaraan berlanjut seputar dunia kuliah. Aurel mengerutkan keningnya saat melihat sekilas dokter Tomy bersama istri dan anaknya. Aurel jadi merasa bersalah membuat Dokter Tomy berada di posisi seperti ini padahal beliau punya keluarga. Tapi mau bagaimana lagi.

Beberapa menit kemudian Manda dan Kaisar pamit pulang lebih dahulu karena masih ada urusan. Begitu mereka pergi, Ryan menyeret kopernya memasuki bandara. Laki-laki membaca pesan sambil bicara pada Aurel.

"Adit nitip salam buat lo. Dia minta maaf karena nggak bisa nganterin karena ada urusan lain."

Aurel mengangguk. Kemudian ia memikirkan perkataan Ryan kemarin. Ryan mencintainya? Benarkah? Aurel masih ragu—bagaimana ia bisa mempercayai perasaan Ryan kalau laki-laki itu tidak pernah bisa mendefinisikan perasaannya sendiri?

"Do you really love me?" Tanya Aurel tiba-tiba.

Ryan berhenti berjalan dan menatap Aurel dalam-dalam. "Dengar, kamu tidak perlu memikirkannya. Aku tidak ingin kamu jadi kepikiran—"

"Do you really love me?" tanya Aurel lagi karena Ryan belum menjawab pertanyaannya.

Ryan memejamkan mata. "I do."

"Bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu menyukai aku?"

"Aku tahu kamu ragu, Rel. Tapi aku benar-benar mencintai kamu."

"Iya, aku memang ragu. Banyak hal terjadi, Yan—"

"Kamu tidak lagi mencintai aku?" tanya Ryan menatap Aurel dalam-dalam dengan agak takut dan berharap.

"Aku—" Aurel memejamkan mata. "Aku mencintai kamu, Kak. Kamu tahu itu. Tapi—"

"..."

Aurel membuka mata. "Tapi—aku tidak yakin dengan perasaan kamu. Aku senang, tentu saja aku senang saat kamu bilang begitu. Tapi semua hal yang terjadi—aku tidak bisa mempercayai begitu saja. Apalagi aku akan pergi—"

Bahu Ryan lunglai.

"Aku ingin memikirkannya baik-baik. Aku tidak ingin hatiku terluka lagi. Kamu mengerti maksudku, kan?"

Ryan mengangguk.

"Jika kita memang berjodoh aku pasti kembali, Yan."

"Aku akan menunggu kamu."

Aurel tersenyum tipis.

"Boleh aku memeluk kamu?" tanya Ryan pelan.

"Sure." Kemudian Aurel melangkah maju dan memeluk Ryan terlebih dulu. Ryan melepaskan pegangannya pada koper, dan memeluk Aurel erat. Ia berusaha menyerap semua hal yang akan ia rindukan dari Aurel. Semua hal sepertinya akan ia rindukan. Harum parfumnya, halus rambutnya, kehangatannya.

Ryan meneteskan air mata.

"Terimakasih sudah memberi aku kesempatan."

Aurel mengangguk. "Bye, Kak."

*****

HONESTLY, NO USWhere stories live. Discover now