Chapter 2

94K 11K 365
                                    

Selamat membaca 😁

"Pa, kok sekarang kak Vanka nggak pernah datang lagi ke rumah?" tanya Epril dengan raut wajah sedih ketika Arthur tengah membacakan buku dongeng untuknya.

Arthur terdiam, lalu membuka lembaran buku. "Mungkin kak Vanka sibuk ngurus kuliah," jawabnya tanpa menoleh ke arah Epril.

Epril tampak lesu. "Epril mau ketemu kak Vanka, Pa," pintanya pelan.

Arthur seketika menoleh ke arah putrinya. "Nanti kalau kak Vanka nggak sibuk, dia pasti datang ke sini. Jadi Epril tunggu aja, ya?" tuturnya mencoba menenangkan Epril.

"Tapi ini udah lama banget, Pa. Epril kangen, mau main sama kak Vanka," ujar Epril memasang raut wajah memelas.

Arthur terlihat bimbang. Di satu sisi, ia tidak tega melihat putrinya bersedih seperti ini. Tetapi di sisi lainnya, ia tidak mungkin menghubungi Ivanka untuk datang ke rumah setelah menolak wanita itu.

"Ya sudah, besok Papa suruh kak Vanka datang ke rumah," kata Arthur.

Ekspresi anak itu langsung berubah gembira.

"Beneran, Pa?!" pekik Epril antusias.

Arthur mengangguk.

"Sekarang Epril tidur, ya?"

Epril mengangguk patuh menuruti ucapan Arthur. "Oke, Pa, sahutnya riang.

Anak itu kemudian memejamkan mata sembari tersenyum lebar.

Arthur mengusap-usap punggung Epril dengan lembut untuk membantu putrinya agar cepat tertidur.

Pria itu menghela napas pelan. "Sekarang gimana aku bisa menghubungi dia? Nomer telfonnya saja nggak punya," gumamnya bingung.

Keesokan harinya.

Arthur menyempatkan waktu untuk datang ke kampus Ivanka setelah mengantar Epril ke sekolah.

Pria itu turun dari mobil, dan bertanya tentang Ivanka kepada salah satu mahasiswa yang tidak sengaja lewat.

"Maaf, mau tanya. Kamu kenal Ivanka tidak?"

"Ivanka anak jurusan seni?" tanya orang itu balik.

"Emm, saya tidak tau. Tapi ciri-cirinya rambut pendek, tinggi, kulitnya putih, dan sering pakai kemeja laki-laki," ujar Arthur.

"Yang tomboi itu kan, Kak?" tanya orang itu lagi.

"Ya," sahut Arthur sedikit merasa aneh ketika dipanggil dengan sebutan 'kak'.

"Oh, dia sama temen-temennya suka nongkrong di sana, Kak." Mahasiswa itu menunjukan tempat di mana Ivanka berada sebelum masuk kelas.

Arthur menoleh ke arah pagar dinding, dan mendapati Ivanka tengah duduk di sana.

Pria itu menaikkan alis ke atas sebelah ketika melihat Ivanka berkumpul dengan segerombolan laki-laki.

"Kalau begitu, saya pergi dulu, Kak," pamitnya sopan.

"Ah, iya. Terima kasih," sahut Arthur.

Dia kemudian berjalan menghampiri Ivanka yang saat itu tengah asik mengobrol dan tertawa bersama teman-temannya.

"Ivanka," panggil Arthur.

Ivanka menoleh. Begitupula dengan teman-temannya yang seketika melihat ke arah Arthur. Sedangkan Mei memilih untuk pura-pura sibuk bermain ponsel karena malas melihat Arthur.

"Bisa bicara sebentar?"

Ivanka menatap Arthur lurus. "Maaf, saya tidak bisa," tolaknya lugas.

Arthur mengernyitkan dahi ketika mendapati Ivanka berbicara formal dengannya.

Berhenti Mengejar Pak Dokter ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang