“Ampun... tolong ampuni aku!” pinta seorang laki-laki yang sudah bersimbah darah karena luka di sekujur tubuhnya.
“Kenapa kau jadi pengecut sekarang?” seringai sosok berjubah hitam.
“Kau akan menyusul yang lain! Waktu pembalasan telah tiba, sudah cukup lama aku membiarkanmu menghirup udara bebas.” Sosok itu lantas menarik tali yang sudah diikatkan pada tubuh korban, lalu menggantungnya terbalik dengan kepala berada di bawah.
Sosok berjubah hitam itu kemudian meninggalkan gedung kosong tanpa memedulikan teriakan kesakitan dari korbannya yang mulai melemah. Perlahan tapi pasti, lelaki yang tergantung itu mulai kehilangan kesadarannya.
Keesokan harinya, seorang pemulung yang biasa mencari barang di sekitar lokasi berniat beristirahat untuk melepas lelah. Saat ia memasuki gedung tersebut, tiba-tiba bau anyir menyeruak indra penciumannya. Karena penasaran, ia pun masuk lebih dalam. Pemulung tersebut terperanjat dan berteriak karena terkejut melihat seseorang tergantung tidak bernyawa di hadapannya.
Salah seorang warga yang mendengar suara teriakan dari dalam gedung kosong, bergegas menghampirinya untuk memastikan apa yang terjadi. Matanya terbelalak saat melihat seorang lelaki terduduk lemas dengan jasad menggantung tidak jauh dari sana.
Tidak lama setelah itu, lokasi pun ramai oleh orang-orang yang penasaran dengan penemuan jasad tergantung tanpa busana tersebut. Ada yang sekedar ingin tahu, ada juga yang justru memanfaatkannya untuk mengambil gambar dan mengunggahnya ke media sosial.
Polisi yang datang pun langsung mengamankan lokasi. Mereka bergegas memeriksa kondisi jasad tersebut untuk diidentifikasi, lalu menurunkan dan memasukkannya ke dalam kantong jenazah. Ada pula wartawan yang meliput dan menyiarkan berita tersebut secara langsung. Saat dikonfirmasi, polisi belum bisa memastikan motif pelaku. Namun, dapat dipastikan korban meninggal karena kehabisan darah akibat luka di sekujur tubuh. Satu hal yang membuat jasad itu tambah mengenaskan adalah alat vitalnya yang telah terpotong habis.
Media sosial pun ramai dengan pemberitaan tentang penemuan mayat di gedung kosong. Banyak yang merasa kasihan dan berharap pelakunya segera tertangkap. Namun, di suatu tempat ada seseorang yang tengah tersenyum puas sambil menyesap kopi membaca artikel dari layar ponselnya.
“Setelah sekian lama, orang ini beraksi kembali,” ucap Myron Liu kepada dirinya sendiri sembari membuka berkas usang.
“Apa maksudmu dengan beraksi kembali?” Seorang laki-laki berkacamata menimpali kata-kata Myron. Ia bersandar pada pintu dengan tangan terlipat di depan dada.
“Sejak kapan kau di situ, Ed?” Myron menutup berkas yang sedang ia baca, lalu meletakkannya di atas meja.
“Sejak kau bilang jika ada yang beraksi lagi.” Lelaki bernama Edzhar tersebut menghampiri Myron di meja kerjanya, lalu menarik kursi untuk duduk.
“Kau masih sama seperti dulu rupanya. Selalu to the poin.” Myron tersenyum simpul kepada sahabat lamanya tersebut.
“Bukalah berkas itu!” Myron menunjuk berkas yang terletak di atas meja.
Lelaki berperawakan tinggi, berkacamata, dan berkulit putih itu membuka berkas di hadapannya, ia memasang mimik wajah yang serius. Membaca kalimat-kalimat yang tertulis secara terperinci. Terdapat beberapa foto korban pembunuhan yang terjadi beberapa tahun silam, berikut keterangan yang berhubungan dengan kematian mereka.
“Apa kau memikirkan seperti yang kupikirkan?” ucap Myron saat melihat reaksi Edzhar yang terdiam setelah membaca berkas tersebut.
“Tolong ceritakan apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu,” pinta lelaki berkacamata tersebut.
“Setelah kau meninggalkan kepolisian lima tahun yang lalu, terjadi beberapa kasus pembunuhan di kota ini. Semua korbannya bergender laki-laki berusia antara 24 sampai 26 tahun. Mereka meninggal karena kehabisan darah dengan alat vital yang terpotong,” ungkap Myron.
Lelaki itu berdiri, lalu berjalan ke arah jendela. Memandang jauh ke depan, mengingat peristiwa yang terjadi di masa lalu.
“Kami berusaha mengungkap motif dari pembunuhan berantai tersebut, tetapi menemukan jalan buntu karena kurangnya bukti,” sambungnya.
“Apa menurutmu pelakunya orang yang sama?” tanya Edzhar merasa tertarik dengan kasus ini.
“Aku pikir begitu, korban pembunuhan yang ditemukan di gedung kosong pun meninggal dengan alat vital terpotong,” ungkap Myron.
“Aku pikir kau sudah tidak tertarik lagi menangani kasus?” Myron berbalik menatap Edzhar yang masih memegang berkas kasus.
“Kau kenal aku ‘kan? Aku selalu senang memecahkan suatu kasus,” ucap lelaki berkacamata itu sembari tersenyum simpul.
“Lalu kenapa kau keluar dari kepolisian lima tahun yang lalu?” Mimik wajah Edzhar seketika berubah saat mendengar pertanyaan sahabat lamanya tersebut.
“Maaf, aku tidak bermaksud membuka luka lama. Hanya saja, kepergianmu tiba-tiba ke luar kota mengejutkan ku. Terlebih kau memutuskan untuk keluar dari kepolisian, tempat kita sama-sama berjuang.” Rahang lelaki itu tampak mengeras, gurat kekecewaan tampak dari sorot matanya.
“Maafkan aku. Aku pasti akan menceritakan semuanya, tetapi tidak sekarang.” Edzhar berdiri dan menepuk pundak sahabatnya.
“Oke, aku pamit.” Lelaki itu berbalik dan melangkah pergi.
“Tunggu, Ed!” sergah Myron
Lelaki berkacamata tersebut berhenti tanpa menolehkan wajahnya.
“Kau mau ke mana?”
“Mencari bukti untuk memecahkan kasus,” ucap lelaki tersebut sambil mengangkat sebelah tangannya, lalu pergi meninggalkan ruang kerja Myron.
“Kau selalu penuh dengan kejutan dan misteri, Ed. Datang dan pergi sesuka hatimu, tanpa ada yang bisa mencegah dan menghentikan mu,” ungkap Myron yang tentu saja tidak terdengar oleh Edzhar yang telah berlalu pergi.
Edzhar Wang, mantan detektif kepolisian itu berjalan menyusuri jalan perkotaan yang mulai sepi. Lelaki berkacamata tersebut berhenti di tepi jembatan, memandang lampu-lampu gedung pencakar langit sembari mengeluarkan rokok dari saku jas dan membakarnya.
Lelaki itu mengenang masa-masa kejayaannya saat bekerja di kepolisian. Berdua dengan Myron, ia selalu berhasil memecahkan kasus dan membuat bangga nama kepolisian. Siapa sangka lelaki yang berpenampilan biasa saja, berkacamata, dan terkenal dingin itu memiliki otak jenius.
Edzhar Wang terlahir dari keluarga sederhana di pinggiran kota Kowloon. Ayahnya adalah seorang pria keturunan Inggris, sedangkan ibunya merupakan warga negara tersebut. Mereka bertemu saat sama-sama bekerja di sebuah restoran, lalu memutuskan menikah setelah menjalin hubungan selama dua tahun. Ibunya meninggal sesaat setelah melahirkannya, disusul ayahnya saat ia berusia 17 tahun karena kecelakaan.
Sifatnya yang suka menolong disertai bakat analisa yang bagus, memudahkannya untuk bekerja di kepolisian. Myron yang saat itu merupakan detektif senior, tertarik untuk mengajak laki-laki yang usianya lima tahun lebih muda darinya itu untuk bekerja sama memecahkan kasus kejahatan.
Mereka berdua adalah rekan kerja sekaligus sahabat yang tidak terpisahkan. Hingga lima tahun lalu Edzhar tiba-tiba memutuskan untuk pergi ke Shanghai dan berhenti dari kepolisian. Tidak ada yang tahu alasan yang mendasari tindakannya tersebut. Hal itu terjadi tepat setelah kekasihnya ditemukan meninggal bunuh diri di apartemen miliknya.
“Mungkin sudah saatnya aku kembali menangani kasus. Akan kuungkap pula penyebab pasti kematianmu,” gumam Edzhar.
Lelaki itu kembali menyusuri jalan untuk kembali ke apartemennya. Tempat yang sebenarnya tidak ingin ia datangi lagi, terlebih setelah kematian kekasihnya. Namun, tempat itu penuh dengan kenangan yang tidak mungkin bisa ia lupakan begitu saja.
❄️
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kelam
Misteri / ThrillerBlurb: "Apa yang tampak oleh mata terkadang bisa menipu, yang terlihat seperti kecelakaan bisa jadi adalah awal dari sebuah rencana kejahatan, dan tidak ada kejahatan yang sempurna." Edzhar Wang, mantan detektif kepolisian yang kembali untuk menemui...