"Aaaaaa!!! Jam berapa ini!?" teriakku seketika.
Aku terkaget. Kenapa bisa aku bangun kesiangan, padahal aku sudah memasang alarm di weker. Dan ternyata setelah ku lihat wekerku tidak berbunyi. Dan ini hal yang janggal, semalam aku merasa menghidupkan alarmku tetapi kenapa tidak berbunyi. Tak lama kemudian aku mendengar suara tawa cekikikan. Sepertinya aku mengenal khas suara itu. Suara itu adalah suara adikku Lintang. Oh jadi kesimpulannya si biang keroknya adalah Lintang. Awas saja dia, bisa-bisanya mengerjaiku. Tidak ada maaf baginya.
"Lintaaaaanggg!!!" teriakku mengejar adikku.
"Huaaaaa! Ampun kak," teriaknya menahan tawa.
"Maksudnya apa sih matiin alarm kakak?" bentakku kesal.
"Iseng sih kak. Habisnya kakak jadi anak rajin mulu. Sekali-kali kek jadi anak yang malesan dikit."
"Eh ada apa ini? Pagi-pagi udah ribut aja." Tiba-tiba Ibu datang menghampiri.
"Ini Bu, Lintang pagi-pagi udah bikin Pelangi bete. Masa alarmnya dimatiin? Pelangi kan jadi telat ke sekolah," aduku pada Ibu.
Ibu yang melihat tingkahku dan adikku segera geleng-geleng kepala. Sudah biasa aku dan adikku ribut seperti ini. Kalau tidak adikku yang menjahili ya mungkin gantian aku yang menjahilinya.
"Kalian berdua bisa nggak sih damai aja sehari. Kalau perlu seminggu, setahun, atau selamanya sekalian."
"Ibu, Lintang yang nakal. Masa alarmnya dimatiin," rengekku meminta pembelaan.
"Kalian berdua itu sebenernya sama aja. Nggak ada bedanya. Kalau nggak Lintang ya giliran kamu yang jahilin adikmu. Emang kamu nggak salat subuh tadi?" tanya ibu padaku.
"Ya nggak lah, Bu. Jelas-jelas alarmnya dimatiin sama Lintang." Aku tetap saja bersikeras membela diri.
Dan setelah ku lihat jam kembali, sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Sial, aku harus segera beranjak ke kamar mandi kemudian bersiap-siap ke sekolah.
***
"Bu, Pelangi berangkat dulu, ya?" pamitku pada ibu.
"Iya, Nak hati-hati. Loh emangnya kamu nggak sarapan dulu?"
"Nggak, Bu. Udah telat. Assalamualaikum!"
"Waalaikumusalam! Nanti makan di sekolah ya?"
"Siap Ibu Bos!" ujarku sambil hormat terhadap ibu.
"Kak, nanti habis pulang sekolah ajarin aku matematika ya? Aku ada tugas," timpal Lintang.
"Ogah! Kerjain aja sendiri. Males deh."
"Ih, Kak Pelangi ngeselin. Minta maaf deh, Kak," ujarnya dengan bibir manyun.
"Tiada maaf bagimu. Salah sendiri bikin kesel. Udahlah daripada aku telat mending berangkat sekarang. Bye!"
"Pelangi, nggak boleh gitu dong sama adiknya."
"Ah Ibu belain Lintang terus." Bibirku manyun. Ibu hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahku.
"Udah ah Pelangi telat nanti. Assalamualaikum!"
"Waalaikumusalam."
Aku masih merasa kesal dengan Lintang. Makanya ucapanku selau ketus padanya. Sebenarnya aku kasihan padanya, namun bagaimana lagi, dia telah membuatku kesal. Ah sudahlah daripada membahas Lintang, sebaiknya aku ke sekolah agar tidak terlalu terlambat. Sebenarnya sekarang memang sudah terlambat karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Dan yang harus ku lakukan mengendarai sepeda dengan kecepatan yang sangat tinggi. Jalanan pun sebenarnya sudah mulai macet, tetapi aku tetap berusaha menerobosnya. Selip sama selip sini dan itulah yang hanya bisa ku lakukan, sudah tidak ada jalan lain lagi. Saat ku menyelip hampir saja menabrak bajaj. Dan ku dengar sopir bajajnya mengomel tak karuan.
"Busyet! Neng ati-ati. Naik sepeda jangan kayak naik kereta. Cepet amat!"
"Anying! Tu orang punya mata nggak sih!?"
"Gileee! Tuh cewek berani banget!"
"Cewek siluman apa sih dia!?"
"Woy! Dasar cewek otak gesrek!"
"Eh dasar Jamet!"
"Anjir! Anying! Anjim! Anjay!"
"Inget umur Neng, masih muda!"
"Mau bunuh diri Neng!?
"Kalo mau bunuh diri tinggal loncat aja dari jembatan!"
Dan masih banyak lagi yang mengomentariku. Aku merasa bodo amat dengan mereka. Karena tujuanku agar aku sampai sekolah dengan cepat. Dan semua orang meandangiku dengan mata melotot hampir keluar bola matanya.
Saat tiba di sekolah, aku bingung harus dengan cara apa agar bisa masuk. Gerbangnya sudag tertutup. Dan akhirnya ada seseorang yang menepuk pundakku.
"Permisi!" ucapnya.
"Eh iya? Siapa?" tanyaku.
"Kenalin, gue Rayn. Anak XI MIPA 1," ujarnya dengan mengajukan jabatan tangan.
Aku membalas jabatan tangannya.
"Gue Pelangi. Anak XI MIPA 2."
"Lo telat kan?"
"Ya iyalah. Pake nanya segala lo."
"Gue tau caranya."
Setelah mengucapkan kalimat itu ia pergi entah kemana. Dan aku tetap menunggu di depan gerbang sekolahan dengan sepeda yang sudah kustandarkan. Beberapa menit kemudian Rayn membawa tangga pohon yang amat panjang.
"Busyet! Mau ngapain lo?"
"Bantuin lo lah. Yuk naik. Gue pegangin nggak bakal jatuh."
"Hah? Serius lo? Nggak. Gue pobhia ketinggian," tolakku secara halus.
"Daripada lo nggak masuk sekolah. Lo pilih naik tangga ini atau lo panas-panasan di depan gerbang kayak gini?"
Ya kali aku harus naik tangga pohon. Seumur-umur aku belum pernah naik tangga seperti itu.
"Ya udah kalo nggak mau." Baru saja Rayn mau membawa tangga itu lagi dan akhirnya ku cegah.
"Eh eh eh...Ya udah gue mau."
"Tapi lo nggak ikutan masuk?" tanyaku kembali.
"Gue ada acara OSIS di luar sebentar lagi."
"Oh."
Dan akhirnya aku naik tangga pohon dengan sangat pelan-pelan. Aku tidak akan menengok ke bawa karena aku sangat pobhia. Setelah berhasil naik, aku langsung loncat ke bawah dan berlari mencari keamanan.
"Loh, Mbak Pelangi kok di sini?" tanya tukang kebun Mang Ujang
"Sssstttt! Diem Mang. Jangan bilangin siapa-siapa kalau saya telat?"
"Emmm! Oke Mbak. Tapi cuan Mbak cuan!"
Aku menghela nafas. Haruskah aku merelakan uang jajanku sedikir demi menyumpal mulut Mang Ujang?
"Ya udah deh, ini uangnya Mang buat tutup mulut." Aku menyodorkan uang selembar sepuluh ribu.
"Hihi...Makasih Mbak. Besok-besok begini lagi ya Mbak. Saya janji bakal tutup mulut."
"Gitu aja baru seneng. Getekin saya aja terus."
"Ya kan hidup butuh cuan Mbak.
"Ya udah;ah ya sebahagia Anda. Saya permisi dulu, Mang."
"Hati-hati Mbak."
"Hmm..."
Saat ku berjalan santai menuju ruang kelas, tiba-tiba ku melihat Bu Ratih Kepsek SMA Ganesha. Seketika ku langsung berlari kencang. Sekuat tenaga dan tanpa sengaja...
"Bruuukk!"
"Awwww!!"
"Kalau jalan bisa nggak sih pakai mata!"
***
Hai hai hai! Gimana nih awal Chapter! See you di chapter selanjutnya...
Semoga kalian suka ya sama ceritanya.
Jangan lupa vote & comment yahh:)
Dan follow akun wattpadku sophiearneta
Follow juga instagram aku
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi's Story
Teen Fiction"Sampai kapanpun gue menolak jika takdir menjodohkan kita." Ini berkisah tentang Pelangi. Pelangi Senja nama lengkapnya. Gadis cantik yang dijuluki si Ratu Kimia di sekolahnya. Juga berkisah tentang Langit. Jangan tanya nama lengkapnya siapa nanti j...