2. Bukan Camer Idaman

3 0 0
                                    

"Olivia, kamu antar bunga ini ke rumah pak Azka ya. Ini khusus untuk ibunya beliau," kata mba Luna sembari memperhatikan aku merangkai bunga.

"Loh kok saya sih Teh,  Ujang kemana?" Biasanya antar mengantar bunga kan keahlian Ujang.

"Ujang antar yang lain."
Sembari menyodorkan rangkaian bunga lili putih padaku Luna menambahkan, "Udah buruan gak usah banyak tanya."

"Siap Ndan," mengangkat tangan menirukan posisi hormat.

Sebenarnya aku belum pernah bertemu langsung dengan Ibunya Aska. Hanya dengar selentingan saja kalau beliau ini masih cantik diumurnya yang sudah lumayan tua, 64 tahun ceunah.

Dan aku tahu kalau Pak Aska ini punya seorang adik laki laki bernama Sangkara. Beuuuh lebih ganteng adiknya dibanding kakaknya. Pernah beberapa kali bertemu langsung di toko saat beliau ini beli bunga untuk kekasihnya. Romantis banget ya andai aja aku yang jadi pacarnya.

"Rumahnya adem banget, sejuk." Ucapku seorang diri kala melarikan bola mataku ke kanan kiri mengamati rumah keluarga pak Azka. Banyak tanaman hijau di halaman rumah. Bunga-bunga juga banyal dan pasti tanaman mahal. Orang kaya.

Ku pencet bel rumah dan tak lama seorang wanita cantik yang kuyakin adalah ibunya pak Azka membuka pintu. Menyapaku lalu memintaku masuk.

"Gak usah Bu, terimakasih. Saya cuma antar bunga ini dan harus kembali ke toko." Dengan tidak enak hati ku berikan bunga pesanannya.

"Saya permisi, bu." Kataku berpamitan sembari sedikit menundukan kepala.

Kembali menaiki si bebep ku melaju ke toko.

Bu Irine masih sangat cantik diusianya yang sudah mulai senja. Beda dengan ibuku dikampung meski baru 48 tahun namun sudah terlihat tua. Tak apa, tetap wanita paling cantik di duniaku. Lalu bagaimana jika ibuku dan bu irine berdiri berdampingan menjadi besan? Kutepuk jidatku keras setelah berhasil melepaskan helm, Aah dasar.

"Mikir apa kau janda! Dia bukan camer idamanmu. Kau terlalu K.O untuknya yang terlalu O.K." Kesalku pada diri sendiri.

○○○○○○●

Tepat jam 8 malam aku baru bersiap untuk pulang. Duduk si jok bebep kupakai helm kuning kesayangan. Sebentar menghirup nafas dalam meredakan lelah ditubuhku.

"Aah ya Allah kenapa rasanya seperti ini." Ucapku dengan melihat raut wajahku dikaca spion.

"Kamu sakit, Ol? Kenapa menangis?" Ucapan Pak Aska yang tak aku sadari datangnya dari mana berhasil membuatku kaget.

"Ah gak kok Pak, ini cuma kelilipan kok. Bapak baru mau pulang juga?" Timpalku sembari
menghapus air mata yang mengalir dipipiku.

Pak Aska hanya mengangguk sambil menatapku aneh. Ya, mungkin aku memang aneh di matanya.

"Kalau begitu saya duluan ya Pak, selamat malam." Pamitku meninggalkan beliau.

"Hati-hati dijalan Ol," peringat Pak Aska yang tak sempat terdengar Olivia.

Bukannya melajukan motor masuk ke kostan, aku malah berhenti di taman depan kost. Duduk termenung sendiri dengan banyak pikiran yang membuat hati terasa penuh. Kenapa aku harus menjauh dari keluargaku di kampung? Kenapa mulutku tak sanggung bercerita pada siapapun? Kenapa rasanya berat sekali hari-hariku?

Hanya langit malam yang selalu ku tatap yang mampu mendengar bisikan lelahku selain mengadu pada-Nya.

"Semoga kai ganti semua rasa lelah dan sakitku ini dengan kebahagiaan yang berlipat lipat. Aamiin." Doaku lalu bergegas bangun untuk kembali ke kost.

________________

Pagentan, Sen, 7 Maret

Semangat menulis Aku

🖤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ini CeritakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang