Chapter 6

476 99 20
                                    

Tidak kurang selama lima jam persiapan perayaan itu dilaksanakan. Dahyun sendiri dibangunkan dan dijemput pagi-pagi buta untuk pergi ke Istana Utama. Terdapat satu ruangan untuk dijadikan sebagai tempat bersiap-siap dan rapat kecil dari kepala perayaan hari ini.

Ketika ia duduk dimeja rias, selir Baek menghampirinya dan tersenyum, "selamat pagi, Permaisuri."

Selir Baek memiliki wajah yang tirus dan masih muda. Dahyun menerka, selisih usia antara wanita itu dengan sang Ratu adalah sekitar sepuluh hingga dua belas tahun. Dia hendak berdiri untuk memberi salam, tetapi selir Baek melarangnya.

"Tetaplah duduk. Kau sedang dirias, apa kau ingin matamu terlihat seperti ekor burung merak?"

Dahyun mengangkat alisnya, "ekor.. burung merak? Bukannya bagus?"

Selir Baek kemudian tertawa, "tampaknya kau masih sangat polos. Baiklah, nikmati waktumu, aku tidak akan mengganggu."

"Terimakasih, Yang Mulia."

Sejenak Dahyun mengira selir Baek akan pergi, tetapi ia melihat wanita itu perlahan-lahan merundukkan kepala dan berbisik padanya, "anggaplah aku sebagai ibumu sendiri. Jika memiliki kesulitan, jangan ragu untuk datang padaku."

Mata mereka bertemu dan selir Baek tersenyum dengan lembut.

"Ratu memiliki pekerjaan yang lebih diutamakan saat ini sehingga ia mungkin tak punya waktu untuk membimbingmu.Tenang saja, aku bisa menjamin kau aman saat bersamaku."

"Baik. Terimakasih, Yang Mulia."

Selir Baek tersenyum lagi dan ia bahkan mengusap kepala Dahyun sebelum pergi. Sang permaisuri lalu berteriak ketika tiba-tiba penata rias tersebut menepuk bokongnya dari belakang.

"Aw, apa yang kau lakukan??"

Wanita itu terkekeh, "maaf,Permaisuri.. ternyata bokong ini asli. Kukira kau menyimpan papan kayu disana. Bagaimana bokong ini bisa begitu lurus?"

Dahyun, ingin sekali mencelupkan wajah sang penata rias itu kedalam kolam istana milik Putera Mahkota sekarang.


**


Semiliran angin menari sepoi-sepoi saat siang hari dan langit dipenuhi dengan kembang api ketika malam hari.

Perayaan masih berlangsung selama itu dan para petinggi istana berkumpul di sebuah paviliun besar dengan banyak pilar marmer dan atap yang terbuat dari batu garnet berwarna perak. Raja dan Ratu mengundang sebagian wakil rakyat untuk mengijinkan mereka melihat permaisuri baru di Kerajaan Joseon.

Tidak ada yang tidak terpesona dengan kecantikan permaisuri Kim. Bahkan pangeran Chun Woo memberikan perhatian lebih banyak padanya saat Yoongi sedang lengah dan bercengkerama dengan petinggi istana. Diam-diam ia mengagumi kepolosan permaisuri dalam bersikap, Ratu Wongyeong juga tertawa saat Dahyun meminum sendiri tehnya dalam upacara teh pai. Seharusnya teh tersebut diberikan pada raja dan Ratu, tapi nampaknya Dahyun haus sehingga ia meminumnya setelah mengambil cangkir porselain dari baki. Dia pikir teh itu untuknya, karena.. dia mempelainya bukan?

Selain itu tak banyak rakyat yang tahu bagaimana cara Putera Mahkota menaklukan Kerajaan Silla. Mereka hanya mengetahui bahwa pada akhirnya pria itu berhasil menunjukkan kekuasaannya pada sang Raja dengan mengambil istri sekaligus membuat Kerajaan Silla tunduk pada Joseon. Mungkin jika tahu, mereka akan lari terbirit-birit karena ketakutan ditebas lehernya oleh Min Yoongi.

Dahyun sendiri pingsan sesaat sebelum kejadian itu berlangsung. Kesadarannya hanya sampai pada ketika Yoongi mengacungkan pedang pada tubuh Ayahnya sendiri. Jika ia tahu apa yang terjadi selanjutnya, Yoongi yakin Dahyun akan menebas lehernya diam-diam saat ia tidur.

Dinasty Min | Min YoongiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang