3

16 5 7
                                    

"Nah itu tuh, yang gentengnya warna oren!" teriak Dara sambil menunjuk-nunjuk jejeran rumah dibawah sana sembari tangan kanannya berpegangan dengan Daren.

Mata Daren menyipit seraya membuka mulutnya. "Hah? Yang mana anjing! Semua rumahnya gentengnya oren, gila nih cewek," gerutu pemuda itu emosi.

"Mata lo kemana sih, itu tuh liat nih gue nunjuk kemana, yang pagernya item!" omel Dara bersikeras.

"Ah anjir gak jelas ah," celetuk Daren malas seraya melepas pegangannya pada Dara.

Sedetik kemudian mata Dara langsung melotot kaget dan berteriak sekencang-kencangnya seraya memejamkan mata, tak lupa sambil mengumpat.

"Aaaahhh Daren goblokkk!! Aaaaaaa!!"

"Ga usah lebay."

Dara membuka matanya dan mengecek seluruh badannya yang mengapung diudara. Kaget plus bingung tapi senang juga karena tidak jadi mati dua kali.

"Lah kok ngambang, hehe." akhirnya menyengir, membuat Daren yang melihatnya ingin memukul gadis itu.

"Ehiya ayo Ren, gue pengen liat orang yang gue suka," ajak Dara seraya menarik-narik tangan Daren.

"Dih, kan udah bisa ngambang, sendiri sana," tantang Daren.

Dara langsung mencoba memaju-majukan dadanya supaya jalan, tetapi tidak pindah tempat juga. "Gimana anjir." gerutu gadis itu sambil terus mencoba.

Daren tertawa geli melihat tingkah gadis itu, tawanya sampai tidak mengeluarkan suara. "Malah kayak ayam rabies lo, hahaha!"

Ucapan itu membuat Dara menatap sinis pada Daren, namun dua detik kemudian Daren kembali mengadahkan tangannya dengan sisa tawa yang masih membekas. "Ya udah sini sama gue."

Dengan terpaksa Dara memberikan tangannya dan berpegangan pada pemuda menyebalkan itu. Sambil dengan arahan Dara, mereka berdua turun di depan sebuah rumah yang lumayan sederhana bertingkat dua.

Melihat itu, senyum Dara sedikit muncul tetapi senyumnya tampak sedih. Daren tahu perasaan hantu lain didekatnya, jadi dia diam dan membiarkan Dara masuk  sambil mengikutinya dari belakang.

Tampak suasana rumah itu penuh keluarga.  Seorang ayah sedang menonton TV, tampak ibunya sudah tidur, begitupun juga kakak perempuannya.

Membiarkan Dara, Daren melihat foto-foto yang terpajang dirumah itu. Alisnya merengut lalu segera menghampiri Dara.

"Ra, ini bukan rumah Rifki, kita salah rumah."

Dara berbalik. "Emang bukan rumah Rifki, ini rumah orang yang dulu gue sayang banget, tapi biasalah friendzone. Terus hilang kontak gitu aja, gue kangen, jadi gue dateng ke sini," tutur gadis itu dengan nada mengenang.

Sementara itu Daren tidak membalas ucapan Dara, dia kini hanya mengikuti Dara dari belakang yang berjalan menuju sebuah kamar.

Tampak, pemuda seumuran Dara kini tengah memainkan ponselnya seraya berteriak seru pada game yang ia mainkan, duduk dikasur sambil bersender ke dinding. Melihat itu Dara tertawa kecil. "Masih sama aja dia suka main game itu."

Dara duduk disamping pemuda itu dan menatapnya dalam-dalam. Membandingkan dirinya yang kini tembus pandang dan dia yang masih manusia.

"Kalo dibandingin, rasa suka gue ke lo sama ke Rifki jauh beda banget. Satu banding seribu. Jelas-jelas gue lebih sayang lo, tapi lo lebih dulu muncul dihidup gue sebagai temen aja. Sekarang gue keburu mati, tapi sampe sekarang lo belum tau perasaan gue," tutur Dara seraya mengelus pipi Raka dengan tangan dinginnya. Suaranya tertahan, kini dia menangis sambil menggigit bibir bawahnya yang pucat.

Daren hanya berdiri memandangi Dara dengan wajah menyesal. Perasaan seperti itu persis sekali ia pernah merasakannya.

"Udah berkali-kali gue coba lupain lo Rak, tapi rasanya tetep aja sama, gue kangen, apalagi kita harus jauh cuma karena salah paham," isaknya, kini Dara menunduk, meringkuk sambil menghadap ke arah Raka.

"Gue udah coba suka sama orang lain, tapi lo gak akan pernah kalah sama siapapun di hati gue Rak. Gue butuh lo waktu itu, tapi lo udah jauh dari gue. Keluarga gue, soal salah paham itu, semuanya bikin gue tertekan, tapi lo yang seharusnya jadi obat malah pergi gitu aja karna salah paham." Dara mencoba memegang tangan Raka tetapi tetap tidak bisa, kini ia hanya terisak dihadapan pemuda itu yang bahkan tidak tahu keberadaannya.

Disaat yang sama, tiba-tiba Raka melihat user name Dara yang dulu ia gunakan untuk bermain game dengannya. Muncul begitu saja dilayar beranda game tersebut.

"Dara?" ucap Raka.

Dara dan Daren mendongak, terkejut tiba-tiba Raka mengucapkan nama gadis itu. Gadis itu langsung mengusap matanya yang bahkan tidak mengeluarkan air mata.

"Udah lama gak mabar bareng, dia udah lama gak main game ya?" tanya Raka sendiri kepada dirinya.

Mendengar itu Dara tersenyum kecil lalu menoleh ke arah Daren. "Dia inget gue? Haha sumpah dia inget gue?" tanyanya sumbringah.

Daren tersenyum kecil. "Kayaknya dia udah lupa masalah kalian."

Dara bangkit, lalu berdiri menghadap Raka dan tersenyum miris. "Semua udah gue ceritain. Gue mau pergi ya Rak, ayo Ren kita let's go!!" ajak gadis itu lalu menarik Daren keluar pintu.

Disaat yang sama, Raka langsung menoleh ke arah pintu yang sama ketika Dara keluar. Tiba-tiba rasanya pemuda itu merindukan Dara, sosok ceria itu bagaimana kabarnya?

"Ra, gue kangen. Coba aja lo tau dulu gue sempet suka sama lo, tapi sekarang lo udah gak tau kemana," tutur Raka seraya melamun menatap langit-langit rumahnya.

~•~














Heyy gimana kabarnyaa, semoga sehat yaa hehe.

Sekali lagi ini hanya cerita fiksi dan ga nyata yaa, jadi bacanya just for fun ajaa (σ≧▽≦)σ




















Thanks

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang