"Minggir," ucapnya sinis.
Kekaguman yang tadi sempat menghampiri, musnah hanya dengan satu kata yang baru saja ia ucapkan.
Aku mundur. Beruntung karena masih mampu mengisi paru-paru dengan oksigen, setelah mendengar ucapannya barusan.
Hanya dengan sekali pencet pada tombol stater tangan, mesinnya langsung mengeluarkan suara.
"Dasar kampungan."
Aku ternganga mendengar apa yang Rafael katakan. Lebih memilih diam tidak ingin membalas ucapannya meski mampu.
la kembali ke mobilnya. Berlalu meninggalkanku dengan perasaan yang ingin mengeluarkan tanduk karena sikap arogannya.
Aku lupa menaikkan standar motor. Wajar saja, karena motor yang setiap hari aku gunakan tidak sama seperti motornya. Malu, biar saja.
"Haah. Ingin rasanya kubakar motormu sekarang juga," teriakku lantang sekedar ingin mengeluarkan selaksa luka di dada, agar tidak terbawa ke rumah, yang ini cukup berakhir disini, karena di rumah nanti perkara lain lagi.
Beberapa pengguna kendaraan yang baru saja keluar dari pompa bensin melihatku dengan tatapan heran. Mungkin pikir mereka aku ini orang stres.
"Kalau tidak ingat kebaikan orang tuanya, sudah lama aku keluar dari rumah itu."
Perlakuan dan perkataan Rafael yang tidak menyenangkan semuanya kupendam sendiri. Apa yang salah pada diriku? Hingga Rafael tak bisa bersikap baik padaku. Pertanyaan itu membuat otakku lelah memikirkannya setiap hari.
"Sabar Kayla, dua bulan lagi kamu wisuda." Aku mengelus dada.
Semua kekesalan menjadi sirna jika mengingat moment saat toga akan disematkan di kepalaku, dan senyum bangga kedua orang tua yang selalu menaruh harap akan hari itu.
Mampir ke ATM mengambil uang yang sebenarnya untuk persiapan ujian skripsi yang kemarin baru saja ditransfer ayah dari kampung, tapi aku gunakan untuk membayar motor yang sudah terlanjur masuk bengkel.
Minggu depan harus ujian skripsi. Itu target yang aku kejar. Setelah bertemu dengan dosen pembimbimg, sedikit perbaikan lagi aku sudah bisa ujian dan semua itu bukan cuma butuh kesabaran dan keseriusan, tapi juga cuan.
Di rumah, aku lebih suka menghabiskan waktu dalam kamar jika semua urusan perdapuran dan bersih-bersih sudah selesai ku kerjakan.
Mencoba merangkai kata untuk dikirimkan pada ibu, jika aku butuh tambahan uang karena membayar motor yang ongkosnya melebihi setengah dari yang ayah kirimkan.
Setelah terangkai aku tidak tega mengirimkannya. Aku takut hanya akan menyusahkan ayah, dan menjadi beban pikiran ibu. Mengingat ucapan ayah saat ditelepon hanya bisa mengirin sejumlah itu, karena adikku di kampung juga lagi butuh biaya sedangkan hasil panen kali ini sangat menurun.
Menenangkan pikiran, mengharap rejeki yang tak terduga hingga akhirnya tertidur.
***
Aku bersiap ingin ke kampus, saat semua orang telah pergi beraktivitas. Menunggu Lidya datang menjemput, sebuah notifikasi muncul. Pesan dari Lidya kalau ia tak jadi ke kampus. Segera berganti baju menuju dapur membuat sesuatu yang bisa dijadikan makan siang nanti.
Terdengar suara pintu dibuka, dan langkah kaki yang tegesa-gesa. Ku tengok dari arah pintu dapur, ternyata......
Next?
Jangan lupa vote, komen and follow yaaaa manteman 🌼
Komen sebanyak-banyaknya walaupun hanya titik-titik ya manteman!!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Cousin
Historia CortaKayla adalah mahasiswi semester akhir yang sedang menyusun tugas akhir untuk memenuhi syarat gelar sarjana. Berbagai peristiwa suka duka semua sudah dia lewati. Dukanya tentu saja berasal dari Rafael yang merupakan sepupunya. Dia bekerja di BUMN, ba...