"Tante mau ke mana?" tanyaku saat melihat koper besar di ruang tamu.
"Bukan punya tante, itu punya Rafael. Dia akan pindah tugas di luar kota."
Deg.
Jantungku berdetak kencang. Ada serangkum lara saat mendengar Rafael akan pindah tugas. Harusnya aku senang jika mengingat perbuatannya padaku.
Aditya, teman laki-laki yang mengantarkan aku pulang sore kemarin kena semprotan air dari selang saat Rafael menyiram bunga di halaman. Aku melihat persis jika Rafael sengaja mengarahkan selang itu ke Aditya, tapi Rafael seolah-olah tidak melihat apalagi merasa bersalah. Aditya mengirim pesan padaku memaki-maki Rafael.
***
Hari ini aku malas ke kampus padahal ada beberapa yang ingin aku selesaikan untuk persiapan wisuda minggu depan. Biasanya aku menghindari bertemu Rafael, tapi hari ini aku bahkan menunggunya pulang di teras depan. Akhirnya Rafael datang dengan wajah lelahnya.
"Ka Rafael," panggilku, entah kekuatan dan keberanian dari mana.
"Ya?" sahutnya. Aku kaget mendengar suaranya yang lemah lembut.
Butiran hangat langsung jatuh membasahi pipi. Tatapan kami bertemu. Tidak ada rasa benci sama sekali yang aku temukan dalam tatapannya. Tanpa harus diungkapkan, kami bisa menyalami perasaan masing-masing.
"Selama ini, aku kasar, jutek judes sama kamu, sebenarnya hanya ingin melindungi diri dari kamu. Saat pertama kamu datang di rumah ini, aku tidak ingin menjadikanmu saudara. Sikap kamu selama empat tahun tinggal di rumah ini, sudah memperlihatkan sifat asli kamu yang sebenarnya, kamu pemenang di hatiku. Pria buta sekalipun bisa melihat kalau kamu cantik. Apalagi aku. Ingat selama aku pergi, jangan ada pria yang mengantar atau menjemput kamu," ucapnya serius, dan raut memohon saat mengucapkan kalimat terakhir.
"Ingat orang yang mengantar jemput akan kalah dengan orang yang datang melamar," balasku.
Rafael hanya tersenyum manis mendengarnya. Sangat manis. la langsung masuk ke dalam. Air mataku mengalir deras.
***
Hari ini aku wisuda, kedua orang tuaku sudah datang sejak kemarin. Rafael memberi kabar jika dia tidak bisa pulang. Sedikit kecewa, meski sering video call tapi aku merindukannya.
Saat pulang dari acara wisuda di kampus, aku kaget melihat ada mobil Rafael. Rupanya Rafael pulang. Selesai makan siang bersama, dia minta waktu untuk bicara di depan orang tuaku dan orang tuanya.
"Om, Tante, saya ingin melamar Kayla. Aku mohon, jangan tolak lamaranku." Ucapan Rafael barusan membuat semua orang kaget, bahkan jantungku seakan ingin keluar.
Kedua orang tuaku menangis penuh haru. Tante Mitha langsung memeluk dan menciumku.
Ya Allah, inikah buah kesabaran yang engkau janjikan. Sabar itu memang pahit, tapi hasilnya sungguh manis. Engkau membuat semuanya menjadi indah disaat yang tepat.
END
Jangan lupa tinggalin jejak (vote), komen sebanyak-banyaknya, and jangan lupa follow ya guyss:)
Terimakasih buat yang udah baca sampai selesai ♡
Jangan lupa mampir dicerita baru aku yaaa
Judul: Aksara Adira

KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Cousin
NouvellesKayla adalah mahasiswi semester akhir yang sedang menyusun tugas akhir untuk memenuhi syarat gelar sarjana. Berbagai peristiwa suka duka semua sudah dia lewati. Dukanya tentu saja berasal dari Rafael yang merupakan sepupunya. Dia bekerja di BUMN, ba...