(1) Dia Istimewa

87 17 11
                                    

Bandara Internasional Husein Sastranegara, salah satu bandara internasional yang terletak di Jalan Padjajaran di Kota Bandung itu, saat ini masih ramai mengurus kepulangan dan keberangkatan pesawat orang-orang keluar Kota, Provinsi bahkan lintas Negara.

Seperti halnya Arya Dzaki Ivander yang kini tengah duduk di kursi tunggu bersama istrinya. Jangan lupakan juga seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang tengah duduk di pangkuannya kini asik menjilati ice cream cokelat ditangannya, siapa lagi kalau bukan sang cucu kesayangan.

Bocah berusia 5 tahun itu memiliki nama lengkap Aiden Dzaki Ivander, Aiden sendiri memiliki arti Berapi-api. Sama seperti karakter yang melekat pada anak itu, selalu berapi-api, penuh semangat dan enerjik. Namun, semua itu kadang terbatasi oleh satu kekurangannya.

"Oma...Yayah sama Bunda mau pulang?" tanya bocah kecil itu dengan mulut berlumur lelehan ice cream cokelat yang ia makan.

"Iya sayang, Ayah sama Bunda kamu hari ini pulang ke Bandung," jawab Tiara, Oma yang selalu siaga menjaga Aiden dikala Ayah dan Bunda Aiden keluar kota.

"Iden kangen Yayah, nanti Iden peluk Yayah boleh?"

"Boleh dong."

"Oma, Yayah bawa mainan gak?"

"Eumm... gak tau, nanti sampai rumah tanya aja sama Yayah."

Ucapan Tiara dibalas anggukan antusias oleh bocah kecil itu. Matanya kini dipenuhi binar kebahagiaan, bagaimana tidak? Ia sudah sangat merindukan Ayah dan Bunda nya yang selama 4 setengah tahun ini pergi ke Kalimantan untuk mengurus cabang baru bisnisnya.

Saat Aiden masih berumur kurang 6 bulan, si kecil itu sudah terbiasa tanpa kedua orang tua. Mereka sibuk mengurus bisnis, dan hingga dirinya harus di urus oleh Opa dan Oma.

Tiba-tiba saja bocah itu turun dari pangkuan Tiara, ia berlari pelan tanpa tujuan yang jelas, yang hanya ada dipikirkannya ingin cepat bertemu dengan sang Ayah.

Bruk!

Wanita itu mendesis pelan saat menyadari telah menabrak seorang anak kecil karena terlalu fokus menelpon. Ia segera mematikan sambungan telponnya untuk membantu seorang bocah yang jatuh tersungkur akibat dirinya, lalu mengajaknya menepi sebentar.

"Kamu! Kata Opa kalo jalan hati-hati," gerutu bocah itu dengan bibir mengerucut kesal.

"Maaf ya dek, tante tadi buru-buru banget. Sini tante lihat lututnya, sakit ga?" tanya wanita itu dengan lembut.

Tangan wanita itu mengusap lembut pipi gempal Aiden, tatapan matanya menatap dalam setiap lekuk wajah Aiden lamat-lamat.

"Oh iya, orang tua kamu dimana? Gak nyariin?" tanya wanita itu sembari menoleh-noleh ke sekeliling bandara.

"Ayah Bunda baru mau pulang dari... eum, dari mantan."

"Ha?"

"Kata Opa, Yayah kerja di mantan, hari ini pulang, jadi Iden jemput Yayah sama Bunda kesini," ujar Aiden dengan polosnya.

"Kerja dimantan? Maksudnya, Ayah kerja di kalimantan?" tanya wanita itu sekali lagi.

"Iya! Itu maksudnya. Di kali... kali... uh, apa namanya tadi, mantan."

"Hehe, kalimantan." Wanita itu kembali terkekeh gemas dengan tingkah Aiden.

"Aiden!" Pekik seseorang yang datang mendekat ke arah Aiden.

"Ya allah Opa cariin, kamu kemana aja Iden?"

"Iden disini doang kok, Opa." Aiden memasang baby face nya agar tidak membuat Opa terus mengocehi dirinya nanti.

PUISI AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang