(2) Black and white

70 15 6
                                    

10 tahun berjalan seakan begitu cepat, banyak perubahan yang terjadi pada hidup setiap orang yang menjalaninya. Termasuk seorang pemuda yang kini tengah melangkah cepat dengan napas terengah-engah melewati lobby gedung besar itu.

"Tuan muda! Jangan berjalan terlalu cepat nanti jatuh," pekik seseorang bertubuh tegap layaknya seorang bodyguard.

"Biarkan, dia itu keras kepala. Dia bukan orang yang suka dikasihani, biarkan dia melakukan apapun yang dia mau."

"Tapi Tuan, dia berjalan tanpa bantuan, itu berbahaya untuk penyandang tuna netra," ujarnya sembari mengusap dahinya frustrasi.

Pemuda itu menarik segaris lengkungan curva dibibirnya, menatap punggung Adiknya yang perlahan menghilang dari pandangan matanya.

"Anda tau sesuatu istimewa yang hanya dimiliki penyandang tuna netra?" tanya pemuda itu dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas.

"Tidak, Tuan."

"Sesuatu yang istimewa itu, adalah mata batin dan pendengarannya."

Setelah memberi pengertian pada bodyguard keluarganya tadi, Pemuda itu mengajaknya untuk segera hadir pada rapat penting yang diadakan keluarga Ivander, tepatnya di lantai 5 gedung perusahaan itu.

Ruangan kedap suara itu dipenuhi dengan orang-orang berjas formal, mereka semua adalah para tamu penting yang diundang untuk menghadiri rapat bisnis tekstil terbesar di asia tenggara.

"Aku datang tepat waktu kan, Ayah?"

Pemuda itu berusaha mengatur napasnya bersamaan dengan senyum lega yang terukir jelas diwajahnya.

"Lewat 3 menit, Aiden."

Senyum itu perlahan memudar disaat sang Ayah mengatakan bahwa dirinya tidak datang tepat waktu di hari penting seperti ini, di hari ketika PT.Ravitex Group akan melakukan kegiatan ekspor barang skala besar ke malaysia.

Baru saja Aiden duduk ditempatnya, Kevin menyusul masuk kedalam ruangan itu lalu berjabat tangan dengan sang Ayah.

"Maaf terlambat, Ayah. Tadi ada beberapa dokumen penting yang masih  harus diurus."

"Hm, oke. Gak masalah, lagi pula cuma telat 5 menit. Sekarang cepet duduk."

Kevin mengerutkan keningnya, terkejut saat mendengar Ayahnya memintanya duduk dikursi.

"Ayah, tapi itu hak-"

"Diam, dan turuti perintah Ayah!"

Kevin hanya bisa menghela napas, karena sejak kecil semua anak dikeluarga seorang Raffi Ivander sudah di didik untuk menuruti Ayahnya.

Setiap kalimat adalah perintah dan tidak bisa diganggu gugat!

•°•°•

Setelah rapat penting itu selesai, kini hanya menyisakan Raffi, Kevin, dan Aiden didalam ruangan. Terlihat Raffi tengah berkutat menandatangani beberapa berkas.

"Ayah, untuk penyediaan bahan baku, ada suppliers dari pengusaha linen di Jepang mengirim surat niaga."

"Surat apa?"

"Surat permintaan penawaran, aku udah baca beberapa penawaran yang mereka kasih, dan memang agak mahal tapi untuk kualitas terbaik aku pikir ga ada masalah."

Raffi menutup berkas yang ada dihadapannya, lalu berdiri dihadapan Kevin, putra sulung nya.

"Kamu lupa? Ayah gak pernah peduli dengan kualitas, yang terpenting dalam bisnis adalah keuntungan!"

"Tapi ini salah, Ayah! Konsumen tetap akan melihat kualitas lebih dulu, kalo mereka tau kualitas barang kita buruk, aku yakin kerjasama apapun gak akan pernah bertahan lama!" sanggah Kevin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PUISI AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang