Chapter 34

1.7K 90 8
                                    

Hallo, apa kabar semuanya?
Jangan lupa vote dan komen yah!

Part kali ini bakalan sedikit banyak narasi karena kita bakalan ulas secara padat tentang kisah cinta Altair xixii

Mungkin bakal masih menimbulkan pertanyaan, tapi bakalan ada sedikit hal yang bikin kalian kepikiran (tergantung kalian ngeh/nggak) wkwk

Jadi, selamat membaca...

***

Usai mengganti seragamnya dengan baju rumahan yang lebih santai, Altair duduk di tepi ranjang. Ia merenung, menatap kosong ke arah lantai marmer abu-abu. Ruangan luas itu hening, hanya terdengar suara pendingin ruangan. Dinginnya menerpa kulit kuning langsat Altair yang memakai kaos lengan pendek serta celana chinos selutut.

Altair sedikit mendongak, sekitar dua meter dari ranjangnya terdapat meja belajar dan yang paling menarik perhatian adalah foto seorang gadis berseragam SMA Cakrawala tengah cemberut menggemaskan ke arah bidikan kamera. Alatir tersenyum pedih untuk yang ke sekian kalinya saat menatap foto itu. Ia bangkit, diambilnya foto itu lalu duduk di kursi belajar seraya memandang foto yang jelas-jelas hanya menimbulkan kenangan yang tidak akan bisa Altair ulang kembali.

 Ia bangkit, diambilnya foto itu lalu duduk di kursi belajar seraya memandang foto yang jelas-jelas hanya menimbulkan kenangan yang tidak akan bisa Altair ulang kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perih memang. Belum lagi saat terakhir kali gadis itu masih ada, Altair yang berstatus sebagai kekasih malah tak ada untuknya. Padahal, hanya Altair lah yang gadis itu miliki di sini.

"Maaf."

Nyatanya, beribu kata maaf yang telah Altair ucapakan hampir setiap hari saat melihat foto ini tak akan bisa memutar kembali waktu. Altair ingin membuat hidup gadis ini bahagia, sebab hanya luka yang berhasil Altair torehan selama mereka bersama.

Altair mengelus permukaan foto itu lembut, sedikit memancarkan senyum mengingat kebersamaan singkat mereka namun syarat akan kenangan di setiap detiknya.

Altair mendesah panjang, sebelum pada akhirnya ia menutup mata. Menyelami lagi dan lagi kenangan itu, dari awal mereka bertukar sapa, hingga menyisakan penyesalan mendalam bagi Altair sampai saat ini.

Ketika itu, saat sedang fokus-fokusnya mencatat materi di papan tulis, Altair dibuat terkesiap sampai mengerutkan kening saat sebuah kertas origami pesawat terbang jatuh di atas mejanya.

Sebelum mengambilnya, Altair mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas yang baru ia tempati kurang dari sebulan usai melewati masa pengenalan yang menjadi rutinitas tiap sekolah---termasuk Cakrawala dalam menyambut masuknya kelas 10.

Altair mengeryit saat melihat seorang gadis tengah melambai ke arahnya. Ia memberi arahan agar Altair segera membuka kertas itu. Tanpa menjawab, Altair membukanya.

Aku liat, kamu terus diam.
Ada masalah? Atau ada yang mengganggumu?
Kalau butuh teman,
panggil saja aku.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang