1 : 7 Pemimpi.

19 6 4
                                        

Mahesa persembahkan dua hal yang membanggakan dari dirinya. Tampan dan keren. Itu sebuah kenyataan yang mungkin membuat banyak orang diluar sana merasa iri, pikirnya. Bisa jadi seorang artis terkenal bernama Mark Lee adalah kembarannya yang terpisah.

"Mirip, kan? Persis." Mahesa menunjukkan sebuah foto milik seorang artis yang digadang-gadang wajahnya terlihat serupa dengannya, sambil berpose dua jari.

Rengga menyemburkan air minum yang ada di mulutnya, lalu terbatuk sejenak. "Itu bukan persis, tapi narsis!"

"Yah elah, lo nggak bisa liat temen seneng dikit, Re?" Mahesa mendesah pelan.

"Mahesa Bhayangkara, kalo sekali gue bisa maklumin, ya. Tapi gue lihat-lihat rasa percaya diri lo makin hari makin menjadi-jadi, overdosis apa gimana?" Rengga menatap sahabatnya dengan wajah datar.

Jendral yang ada di samping Rengga hanya bisa tersenyum dengan mata yang menyipit setiap melihat sahabat-sahabatnya bertengkar. "Hanaka sama Narendra kemana, ya?" Tanya Januar.

"Ke kosan Aji sama Cendana, itu duo bocil masih molor biasanya kalo mereka berdua ngacir ke sana." Jawab Mahesa.

Lantas Rengga tertawa. "Emak Bapaknya emang, hahaha. Naren Emaknya si Aji, terus si Hana Bapaknya si Cendana.'

Selamat datang di dunia absurd nan nyeleneh milik ketujuh pria tampan yang terlihat menawan, tetapi memiliki sifat seperti orang edan. Tentu saja kalian akan merasakan bagaimana perlahan-lahan kalian akan ikut-ikutan seperti orang edan. Mereka adalah 7 Pemimpi.

Biarkan penulis menjelaskan satu per satu pelopor dari slogan, "Orang gila itu hebat."

Pertama-tama, lelaki pendek dengan perilaku yang suka meledek. Dia Rengga Lesmana. Tetapi, setiap kekurangan selalu ada kelebihan. Meski tubuhnya pendek, ia memiliki suara yang tinggi mengalahkan tingginya sebuah harapan. Lalu, setiap kelebihan selalu ada kembalian yang berarti kembali ke topik awal, ia memiliki kekurangan juga. Karena suaranya yang begitu tinggi, teman-temannya harus memeriksakan diri ke dokter THT setiap mendengar jeritan melengking yang berasal dari mulut Rengga.

Yang kedua, ada lelaki jayus yang hobi sekali ngampus dan berkata mampus. Jendral Pranangga. Memang anaknya kalem-kalem dan memiliki tampang bak soft boy dan cool boy, tetapi sebenarnya dia adalah playboy. Kelebihannya adalah wajah tampan bak idola dan otot kawat tulang besi. Jangan mencoba-coba mengganggu ketenangan manusia yang satu ini. Jika sudah mencari masalah dengannya, siap-siap prajurit otot yang melingkar di kedua lengannya mampu membuat pertahanan mu lumpuh.

Yang ketiga, Hanaka Chandra. Si hitam manis yang mengaku-ngaku sebagai orang paling keren di kampus dan digadang-gadang sebagai orang yang jago ngerdus. Memiliki sifat yang begitu ajaib bin nyeleneh. Terkadang sahabat-sahabatnya harus berpura-pura tidak mengenalnya karena terlalu malu dengan kelakuan randomnya. Hobi Hana yaitu mencari keributan dengan Rengga. Sering kali mereka berdua duet maut disertai high note ketika adu mulut. Tetapi tak jarang mereka duet dengan menghasilkan hal yang positif, contohnya mengisi acara pentas seni di kampus dengan bernyanyi dengan suara indah mereka disertai alunan petikan gitar dan musik yang menyatu bak takdir.

Lanjut kepada manusia yang memiliki dendam pribadi kepada susu dan strawberry, Narendra Januar. Lelaki yang memiliki paras cantik itu terkadang disalahpahami sebagai seorang perempuan. Kemampuannya yang jago memasak juga mendukung kesalahpahaman tersebut. Tetapi jenis kelamin yang ada menentang serta menepis jauh-jauh perihal tersebut. Selain memasak, Naren juga memiliki keahlian dalam dunia fotografi. Banyak sekali hasil jepretannya yang indah dan photogenic. Kebanyakan foto sahabat-sahabatnya yang di-posting di kanal sosial media adalah hasil tangkapannya.

Tak lupa dengan lelaki yang memiliki suara melengking bak lumba-lumba ketika tertawa dan teriak. Cendana Prajadikta. Cendana juga termasuk dalam golongan Hanaka dan Renjun. Trio vokal. Ia tak jarang membuat konten bersama dengan kedua kakak tak sedarah nya itu. Dan tak jarang pula ribut dengan mereka berdua. Tak lupa, image crazy rich young itu melekat kuat pada dirinya. Kekayaannya bisa sampai tujuh turunan mungkin. Kalau kata Aji, rumahnya seperti di dalam film-film atau drama. Kerap kali sahabat-sahabatnya memalak untuk sekedar jajan atau makan-makan. Bagi Cendana bukan hal besar, bahkan restorannya pun bisa ia beli secara tunai.

Lalu ada anak bungsu tersayang dengan tinggi badang yang menjulang. Ajisaka Omar Said. Si penyabar dan selalu pasrah ketika sahabat-sahabatnya membuat kericuhan apalagi di kantin. Ia polos serta imut-imut menggemaskan namun selalu menolak mentah-mentah pujian tersebut. Katanya ia manly, keren, dan mampu menjadi penjahat cinta seperti Jendral. Orang-orang selalu terkesima dengan bakat menarinya baik tari modern maupun tradisional. Deep voice nya pun mampu menyihir para wanita-wanita di luaran sana.

"Rek, kuwi koncomu tah?" Mahesa menunjuk ke arah seorang gadis yang berdiri tak jauh dari tempat mereka berada. Terlihat ingin menghampiri namun tak kunjung datang.

"Bukan. Temen lu, Jen?" tanya Rengga kepada Jendral yang wajahnya terlihat sedikit asem? "Oalah, berulah lagi ya lu, Jen?"

Jendral meringis dan membuat pose dua jari sebagai tanda perdamaian. Lagi-lagi cecunguk yang satu ini membuat sebuah perkara dan Rengga serta Mahesa perlu ikut campur untuk menyelesaikan masalahnya itu.

Mahesa berdecak sebal. "Berapa minggu kali ini?"

"Enam hari, Sa."

Mahesa refleks memuntahkan jus mangga yang baru saja diminumnya. Menatap Jendral dengan tatapan tak percaya dan terkejut setengah mati.

"Edan tenanan kowe," Mahesa mengelap bibirnya dengan tisu. "Enam hari? Udah kayak jadwal sekolah aja enam hari."

Rengga menggebrak meja cukup keras yang membuat Mahesa serta Jendral terkejut mendengarnya. Ia beranjak dari duduknya dan melenggang pergi menghampiri seorang gadis yang cukup cantik di ujung kantin.

"Rengga, kau memang sahabat terbaikku." Jendral mengelus dadanya lega.

***

"Bun, kemarin kata Hanaka, dia liat Sera malem-malem di pinggir jalan," Mahesa membuka suara. Ia sedang mengupas bawang merah, membantu sang Bunda yang tak lekas terlihat menua meski sudah dimakan usia.

"Dia pulang malam-malam sambil nangis. Katanya pacar dia selingkuh," jawab Bunda. Tatapannya tak luput dari sepotong bawang yang ia kupas.

"Ada-ada aja bocah sekarang. Cinta monyet aja gegayaan selingkuh," Mahesa terlihat kesal mendengar kabar adiknya itu. "nih, lihat Mas, udah bujang lapuk, bujang jompo, bentar lagi dua puluh tiga tahun. Nyari pasangan aja masih mikir-mikir," ia mengeraskan suaranya. Sengaja supaya Sera--sang Adik mendengar perkataannya.

Sera memang terkadang menyebalkan. Hobi gonta-ganti pasangan. Giliran dibalas merengek-rengek dan murung sepanjang hari. Apa dia tidak mengenal yang namanya hukum karma?

Tok... Tok...

Mahesa dan Bunda saling bertatapan.

"Siapa, Bun?"

"Owalah, cah gendeng. Yo Bunda ndak tahu," Ibunya menjitak kepala Mahesa pelan. "Coba kamu lihat siapa yang dateng."

"Siap, Ndoro."

Mahesa dengan sigap menaruh pisau yang dipegangnya, dan beranjak dari duduknya. Berjalam menuju pintu depan untuk melihat siapa tamu yang datang pagi-pagi seperti ini.

Ia membuka pintu, dan disambut oleh pria paruh baya yang masih terlihat gagah dan bugar.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsa—" Mahesa terpaku. "—lam."

To Be Continued...

Mahesa & SkenarionyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang