1

491 45 0
                                    


Cerita ini tidak memiliki sedikitpun hubungan dengan sejarah Korea ataupun Cina, penulis hanya mengabil latar kerajaan Joseonnya saja untuk menunjang keperluan cerita. Terinspirasi karena mendengarkan lagu soundtrack film the king and the clown yang dinyanyikan Renjun NCT.


Selamat membaca.


















Malam di kekaisaran Jilin kala itu bagai lautan api. Hiruk piruk teriakan, umpatan, makian amarah juga tangisan pilu orang-orang yang terjebak dalam lalapan api di istana bersahutan menjadi kesatuan, memberikan kesan suasana yang begitu kacau. Malam itu, bulan tak bersinar sedikitpun begitupula bintang yang seakan enggan membentang dan menghiasi langit. Seperti tahu jika didaratan kekaisaran besar negeri tirai bambu tengah dilanda musibah.

Sang kaisar tengah dikudeta oleh saudaranya sendiri.

Dengan segala hasutan hebat, seluruh masyarakat, para menteri dan petinggi kekaisaran termakan rayuan. Tanpa berpikir panjang, segala rencana sang saudara dijalankan ditengah malam, tepat ketika keluarga kaisar terlelap di sayap istana timur.

Kaisar yang kesehatannya tak begitu baik terjebak dan tak bisa keluar. Dia hanya memerintahkan pengawal pribadinya untuk membawa putra mahkota yang berumur 9 tahun untuk segera melarikan diri. Membawanya pergi jauh dari kekaisaran Jilin. Harapan satu-satunya kaisar karena seluruh paviliun istana telah terlalap api dan memakan orang-orang didalamnya, termasuk permaisuri, keempat selir dan lima putranya yang lain. Hanya tersisa putra mahkota yang saat itu sedang diperpustakaan bersama kaisar guna melatih seni sastranya.

"Ku mohon bawa pergi dia sejauh mungkin, bawa dia ke daerah Hwanghae dan temui bangsawan Kim Heenim. Dia temanku, dia akan menjamin dan menjaga kalian. Cukup dengan tunjukkan token ini padanya dia akan tahu. Pengawal Qian, aku percayakan anakku padamu." Ucap sang kaisar dengan senyuman tulus.

Ia mendekap bocah kecil yang menangis tanpa suara untuk terakhir kalinya, sebelum kemudian ia mendorong kedua orang itu untuk segera pergi dari istana yang sudah tak berbentuk lagi.

Dengan langkah tepat, pengawal kaisar mendekap putra mahkota. Ia memberi penghormatan terakhirnya sebelum berlari meninggalkan istana bersama pangeran muda.

Pengawal terpercaya kaisar adalah orang kuat yang juga cerdas. Ia tahu jalan mana saja yang bisa membawanya keluar dari kota kekaisaran tanpa terdeteksi oleh orang-orang yang telah mengkudeta rajanya. Dia mendekap putra mahkota erat, bagai menyalurkan kata-kata penenang meski tahu mungkin anak itu tengah merasakan rasa sakit yang dalam. Karena tangisannya yang biasa manja kini tak terdengar suara. Hanya aliran airmata yang tak jua mengering sebagai pelampiasan kesedihan.

Pengawal berhenti disebuah kandang kuda rumah tua di persimpangan hutan setelah dari istana kekaisaran. Ia menaikinya dan mendudukkan putra mahkota ditunggangan depan. Dengan kecepatan penuh ia pacu kuda hadiah dari kaisar itu untuk berlari menembus kesepian hutan yang diselimuti gelapnya malam. Berlari jauh sesuai dengan perintah sang kaisar.

Membawa pergi putra mahkota jauh dari negerinya.

***

"Renjun lihat aku membawa apa?" Teriak seorang lelaki muda dengan wajah yang sumringah. Senyuman secerah mentarinya makin bersinar kala ia menunjukkan secarik kertas dengan aksara indah pada Huang Renjun.

Huang Renjun menyambut dengan hangat, ia raih kertas yang telah kawannya itu sodorkan, kemudian membacanya dengan seksama.

"Kompetisi melukis di Istana? Kau yakin ingin mengikuti ini?" Tanyanya kemudian setelah selesai membaca keseluruhan kaligrafi indah itu.

Lee Donghyuk mengangguk dengan semangat, sorot matanya mengirimkan rasa kegembiraan yang nyata.

Huang Renjun menghela nafas kecil, ia tahu jika keahlian melukis anak itu tak perlu diragukan. Tapi bagaimanapun juga mereka hanya pelukis jalanan yang tidak memiliki komunitas apapun, bagaimana caranya mereka bisa ikut bergabung dalam kompetisi besar kerajaan seperti itu?

"Aku tidak tahu bagaimana kita bisa mengikutinya, Donghyuk." Katanya setelah beberapa lama.

Tapi Lee Donghyuk masih bersikeras, "Renjun tapi dalam pengumuman itu siapapun boleh mengikutinya, tidak peduli dia memiliki komunitas atau tidak. Seluruh masyarakat bisa menjadi peserta termasuk kau dan aku."

"Kau yakin? Tidak ingat bagaimana 2 tahun yang lalu kita diusir karena tidak memiliki token kepesertaan karena bukan bagian dari komunitas manapun atau keluarga bangsawan?"

Huang Renjun masih sangat ingat bagaimana mereka berdua diseret keluar oleh para penjaga kerajaan karena berani memasuki istana tanpa tahu aturan tentang perlombaan itu terlebih dulu.

"Perlombaan itu dibuat oleh pangeran pertama yang angkuh dan hanya mengandalkan orang-orang yang berposisi. Tapi kali ini, pangeran ketiga yang turun langsung menyuarakan perlombaan ini. Aku percaya saja karena pangeran bungsu ini terkenal dengan kebaikannya." Jelas Lee Donghyuk dengan penuh semangat.

Huang Renjun menghela nafas, ia letakkan kuas yang tengah ia gunakan untuk menulis beberapa kaligrafi untuk dijual. Ia menatap sahabatnya yang selalu dilingkupi dengan senyuman secerah mentarinya.

"Donghyuk dengar, orang yang digambarkan baik oleh orang-orang belum tentu seperti itu dalam kenyataannya. Kita tidak pernah tahu bagaimana peringai mereka sesungguhnya. Bisa jadi dia membebaskan seluruh orang mengikuti kompetisi, untuk menarik rencana yang tidak pernah siapapun ketahui."

"Tidak Renjun, aku percaya dia tulus dan memang cocok untuk menjadi pengganti raja." Kata Lee Donghyuk dengan keras kepala.

Huang Renjun menyentil dahi Lee Donghyuk pelan. "Terserah kau saja, jika tetap dengan keyakinan itu."

"Jadi bagaimana? Apakah bisa kita coba dulu?"

Huang Renjun tersenyum, membagi keindahan layaknya sakura yang mekar. Senyuman yang selalu membuat rona merah terlukis dipipi Lee Donghyuk.

"Memangnya aku bisa menolak jika sudah melihat wajah memohonmu?" Kata Renjun, tangannya mengusap rambut panjang Lee Donghyuk yang halus.

"Sekarang lebih baik kita bereskan dulu kedai dan pulang, hari sudah cukup sore. Jika kita tidak segera berkemas, kita bisa kemalaman dijalan." Lanjut Renjun melihat ke arah langit yang berhiaskan warna jingga.

Lee Donghyuk mengangguk, mereka membereskan beberapa lukisan dan tulisan kaligrafi yang indah sebagai barang yang mereka jual kedalam tas khusus. Setelah selesai, keduanya berjalan ke arah hutan. Meninggalkan hiruk piruk pasar yang sebenarnya masih ramai.

Dijalan setapak yang membawa keduanya ke arah pondok kecil mereka yang sederhana, Lee Donghyuk berhenti hanya untuk menatap kupu-kupu yang terbang kesana kemari diantara bunga-bunga pohon persik yang tengah bermekaran.

Sebuah senyuman terbit diwajahnya, dia memejamkan matanya dan merasakan angin musim semi menerpa wajahnya. Rasanya sangat hangat dan menyenangkan. Dari segala musim yang ada, Lee Donghyuk sangat menyukai musim penuh kebahagiaan ini. Dimana dia bisa menyaksikan keindahan para bunga mekar dengan beragam warnanya.

Lee Donghyuk berjengit kaget ketika merasakan kehangatan yang menjalar perlahan ditubuhnya. Ditambah sebuah kecupan basah yang baru saja ia terima membuatnya membuka mata.

Netra coklat terang bertemu dengan manik coklat tua yang mempesona. Keduanya memancarkan kekaguman yang sama, bertemankan degupan jantung keduanya, bagai melodi surga yang membawa nyanyian bahagia. Tidak ada penolakan atau pun pemberontakan dari keduanya, mereka terlarut dalam perasaan yang semakin jelas dari hari ke hari.

Pelukan antara Lee Donghyuk dan Huang Renjun dipererat. Mata masing-masing kembali terpejam, dan kecapan manis berlanjut dengan perasaan yang saling bertaut.

Berlatar ratusan kelopak bunga persik yang jatuh, Lee Donghyuk berserta Huang Renjun menjelaskan tanpa kata jika keduanya memiliki cinta yang nyata.

When Flowers BloomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang