Musim semi sudah sampai penghujungnya, dan perlombaan melukis yang diadakan oleh kerajaan sudah datang. Para pelukis dari penjuru kawasan kepemimpinan negeri Joseon turut hadir untuk berpartisipasi, mulai dari para keturunan bangsawan berbakat, para murid handal dari berbagai komunitas, dan para pelukis jalanan yang bahkan telah memiliki karya-karya yang banyak dikenal.
Mereka berkumpul didepan gerbang kerajaan yang masih tertutup rapat, menunggu untuk kesempatan besar yang mungkin akan mereka temui untuk bisa menetap disana. Begitu pula denga Huang Renjun dan Lee Donghyuck. Mereka berdua menanti dengan penuh harap—sebenarnya hanya Lee Donghyuck saja—karena Huang Renjun tidak pernah berpikir untuk masuk lagi kedalam lingkungan yang banyak membuat orang serakah dengan kuasa. Cukup dimasalalu dia kehilangan semua orang tersayangnya karena tahta, kali ini dia tidak mau mengulang luka yang sama.
Lee Donghyuck segera menarik tangan Huang Renjun ketika gerbang dibuka, tujuannya untuk mendapatkan antrian depan. Dia tak bisa berhenti tersenyum barang sebentar ketika melihat para peserta masuk satu persatu. Impian kecilnya sebagai pelukis terasa sangat dekat sekarang. Namun senyum itu tak bertahan lama, karena saat tiba gilirannya dan Huang Renjun menyerahkan token sang pemeriksa memperhatikan dengan lama token mereka.
Setelah membolak-balikan token itu dengan cermat, dia menatap Lee Donghyuck dan Huang Renjun begitu datar. Sedikitnya membuat Lee Donghyuck berpikir bahwa mereka tetap tidak bisa mengikuti kompetisi yang akan dimulai hari ini.
"Lee Donghyuck dan Hwang Injun, anjuran kepesertaan dari pengawal Na Jaemin. Kalian bisa masuk." Kata sang pemeriksa token.
Semburat kebahagiaan nampak diwajah Lee Donghyuck, dengan gembira dia kembali menarik tangan Huang Renjun untuk masuk ke istana setelah sebelumnya mengucapkan banyak terimakasih kepada sang pemeriksa.
"Aku pikir pemuda Na yang wajahnya sekaku batu itu berbohong pada kita saat dia berkata sebagai salah satu pengawal kerajaan dan memberikan tokennya. Ternyata kita benar-benar bisa mengikuti kompetisi, memang ya menggigit paha emas* itu menyenangkan."
*dalam berberapa novel terjemah Cina, yang ditangkap dari istilah ini adalah keadaan/orang/kesempatan yang membawa keberuntungan atau manfaat yang sangat besar untuk diri si penerima. (Tolong koreksi jika ada kesalahan, terima kasih.)
Huang Renjun tersenyum kecil, tangannya yang bebas merangkul bahu Lee Donghyuck untuk mendekat, sebenarnya supaya anak itu juga tidak menghalangi yang lain karena tubuhnya tidak bisa diam saat dia berbicara. "Dari itu kita tidak boleh berburuk sangka kepada siapapun, meski tetap harus berhati-hati."
"Habisnya dia menyebalkan! Dia selalu menatapku dengan mata singa yang seolah ingin mencabik-cabik, tapi coba denganmu, matanya tiba-tiba berubah seperti anak kucing yang malang. Padahal aku rasa aku tak memiliki masalah dengan orang itu."
"Dan itu yang membuatmu cemburu?" Nada jahil Huang Renjun membuat Lee Donghyuck menjadi salah tingkah, wajah tannya memerah.
"A-aku tidak cemburu!" Sungut Lee Donghyuck dengan nada pelan, dia masih sadar untuk tidak membentak suaminya itu dengan kasar karena mereka masih berada dalam keramaian.
"Oh iya? Aku jadi lupa siapa yang bertindak beringas dimalam hari setelah pengawal Na memanggil nama asliku dengan akrab." Huang Renjun makin terkekeh saat mendapati tatapan tajam membunuh milik Lee Donghyuck.
Lee Donghyuck meninju lengan Huang Renjun kesal, meski tidak kencang tetap saja bisa membuat pemuda keturunan Jilin itu meringis nyeri.
"Kalau itu bagaimana aku tidak marah jika dia yang tidak kita kenal tiba-tiba memanggilmu langsung dengan nama aslimu, yang pada kenyataan hanya aku dan paman Qian yang tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Flowers Bloom
Short StoryDunia ini bagai panggung, walau ia bagai Raja maka kita akan bertemu lagi untuk mengarungi dunia. Jang-sang, The King and the clown