3

228 41 4
                                    

"Yang mulia yakin akan menemukan pelukis itu dikompetisi nanti?" Tanya seorang pengawal pada Lee Jeno yang tengah menatap lukisan keindahan bulan yang menyinari pucuk pohon persik dihadapannya, lukisan yang terkenal sebagai mahakarya terindah dinegeri gingseng itu.

Namun sayang, lukisan yang ia miliki ini bukanlah yang asli melainkan jiplakan dari pelukis tak bermoral yang dengan berani memalsukan karya agung yang telah ia hargai sejak masih berusia dini. Lee Jeno sangat marah dan berjanji akan menemukan dan memberikan hukuman yang setimpal pada si pelukis palsu itu.

"Ya, aku yakin dia akan menunjukkan dirinya disana. Aku harap kau awasi dengan baik siapa pelukis itu Na."

Orang yang disebut membungkuk dengan hormat, "Aku akan mengingat itu, yang mulia."

Lee Jeno terkekeh kecil, tangan kokohnya meraih bahu pengawal sekaligus sahabat kecilnya itu. Matanya yang indah menyipit bagai bulan sabit saat tertawa, membuat siapa saja mampu terpesona dan jatuh kedalamnya tanpa bisa keluar. Tak terkecuali sang pengawal itu.

"Berhentilah berbicara formal ketika kita berdua, kita ini sahabat kan?"

Entah, denyutan nyeri itu tiba-tiba merambat dihatinya ketika Lee Jeno mengatakannya dengan terang-terangan. Seolah mengolok jika sampai kapanpun tidak akan ada yang berubah dalam hubungan mereka.

Sang pengawal melepaskan rangkulan Lee Jeno, dia kembali membungkuk dengan rasa hormat. "Pangeran agung kini sudah menjadi putra mahkota, bagaimana hamba masih bisa gegabah seperti sebelumnya?"

Senyuman Lee Jeno memudar, mata phoenixnya menatap tajam pengawal itu. "Na Jaemin, aku tidak pernah suka ucapanmu itu, kau tahu?"

"Maaf, yang mulia."

"Harusnya kau tahu aku sama sekali tidak mempedulikan kedudukan apapun diantara kita. entah sebagai pangeran agung, putra mahkota atau menjadi raja sekalipun sama sekali tidak akan mengubah persahabatan kita berdua." Lee Jeno menjauh dan melewati Na Jaemin dengan penuh kekecewaan.

Namun sebelum benar-benar meninggalkan Na Jaemin, Lee Jeno menoleh dan mengucapkan hal yang makin menghancurkan segala harapan yang untuk sekali saja ingin Na Jaemin rangkai dalam angannya.

"Tak peduli apapun, kita berdua tetaplah sahabat, tidak akan berubah apapun yang terjadi." Lalu setelahnya Lee Jeno keluar dari ruang lukisan kerajaan meninggalkan Na Jaemin dalam kesendirian yang menyesakkan.

"Ya apapun yang terjadi kau hanya akan menganggap ku sahabat, benarkan, noje?" Bisik Na Jaemin dengan tatapan nanar.

***

Malam dinegeri Joseon semakin larut, hiruk piruk keramaian sudah tergantikan dengan keheningan malam yang panjang. Dan dikedalaman hutan, pendar cahaya dari penerangan disebuah gubuk tua masih menyala, bagai kerlip bintang dikegelapan malam.

Didalamnya Lee Donghyuck tengah sibuk menusukkan jarum pada baju milik Huang Renjun secara berulang. Menutupi lubang yang sudah muncul dengan serpihan kain lain.

Sedang si empu pakaian itu sendiri sudah tertidur diatas futon dengan sangat tenang. lee Donghyuck meliriknya dan tersenyum kecil.

Setelah jahitan terakhirnya selesai, Lee Donghyuck mematikan lilin yang sejak tadi senantiasa meneranginya. Kemudian menghampiri Huang Renjun yang nyaman dalam lelapnya.

Lelaki yang beberapa bulan lebih tua darinya itu tidur dengan sangat rapih, dan tampan seperti biasa. Kelopak mata berhias bulu mata lentik yang terpejam, hidung mancungnya, dan bibir tipis berwarna merah muda bagai rona bunga sakura yang selalu membuat Lee Donghyuck betah untuk berlama-lama menatapnya, layaknya saat ini. Pemuda yang memiliki tahi lalat yang membentuk rasi bintang itu bahkan sampai menyanggah dagu dengan kedua tangannya agar lebih nyaman dalam menyaksikan hal indah yang telah dewa ciptakan.

When Flowers BloomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang