Kepulan asap beterbangan, entah sudah kotak keberapa yang Julio habiskan, batang demi batang, namun bukannya berhenti ia malah ingin terus menyesap nikotin yang membuatnya ketagihan.
"Alah si tolol." Komennya kepada dirinya sendiri, lucu banget cerita percintaannya kali ini. Sekalinya serius malah dikhianati, kurang apa ya Julio ini?
Dia tertawa renyah, tetap menghisap nikotin yang menjadi salah satu pelampiasannya.
—
Baju seragamnya lecek, dahinya penuh peluh, ia jalan tertunduk ditengah keramaian malam. Juan menghela nafas entah keberapa kalinya hari ini. Ia berhenti, memandang keatas dan menghela nafas, lagi.
"Masa iya tahun terakhir gue SMA dipake sakit hati sih? Tolol banget." Ia tertawa renyah diakhir. Juan melanjutkan jalannya, memperhatikan kafe dan rumah makan yang selalu rame setiap ia lewat lingkungan sini.
Jalannya melambat, sengaja telat untuk pulang, menikmati keramaian yang takkan ia dapatkan setelah sampai rumah. Saat sedang sibuk memperhatikan orang-orang dan tempat ramai, tiba-tiba lengan kanannya terasa perih.
"ARGH!!" Ia memekik, melihat lengannya melepuh terkena puntung rokok yang masih menyala dan terjatuh di dekat kakinya. Ia menghentakkan kakinya kesal ke puntung rokok itu lalu menoleh marah kearah kanan, tepatnya belakang kafe yang sedang ramai oleh anak muda itu.
"Goblok! Siapa sih ngerokok gak dimatiin dulu?! Mana dibuang sembarang! Tolol lu, anjing!" Makinya kesal.
Julio yang mendengar pekik dan makian itu langsung berdiri dan berlari ke arah suara tersebut. Mata mereka bertemu. Mata Juan yang menyiratkan kemarahan dan Julio yang kaget serta merasa bersalah.
"Duh, maaf! Gue minta maaf! Beneran gak sadar kalo belum gue matiin, salah gue!" Tutur Julio cepat, Juan menatapnya sinis,
"Emang salah lo! Lo kira gak pedih gini melepuh! Untung kena lengan gue, kalo kena mata atau muka gue gimana?! Goblok lo!"
Dadanya naik turun, bernafas dengan cepat, Juan marah... dan kesal. Semua perasannya bercampur jadi satu, ia berjongkok menyembunyikan wajahnya diantara lipatan tangan yang ditumpu oleh lututnya. Juan menangis.
Julio speechless.
Dia merasa sangat bersalah sekarang, anak SMA itu menangis. Julio harus apa? Ia benar-benar bingung. Ini tak pernah terjadi dalam hidupnya.
"Aduh, hei? Hei? Kok nangis? Gue minta maaf... Serius..."
Tangisan Juan malah semakin menjadi-jadi. Beberapa pasang mata sudah memandang mereka ingin tahu. Julio tak tahu harus bagaimana dan bereaksi macam apa, namun ia tahu harus segera membereskan hal ini.
Maka dari itu, ia menarik pelan lengan kanan Juan yang terkena puntung rokok dan mulai terlihat melepuh. Cowok itu masih menangis, namun ia mengikuti Julio.
Yang menarik, membawa mereka melalui pintu belakang kafe, melewati dapur dan kasir, menuju pintu satunya bertuliskan
"Staff Only."
Yang berada di kasir dan barista heran, ingin bertanya lebih lanjut tapi kafe sedang penuh. Ada banyak pelanggan yang harus dilayani.
—
Setelah Julio menutup pintu dari ruangan tersebut, ia membawa Juan untuk duduk disalah satu sofa yang ada disana. "Tunggu, ya." Ia kemudian berjalan ke ujung ruangan, membuka kotak P3K dan mengambil yang ia butuhkan.
Ia masih menangis, Julio menipiskan bibirnya merasa bersalah, "Maaf ya... Juan?" Ucapnya seraya melihat nametag yang digunakan anak itu. Juan mulai berhenti menangis, tapi ia masih tersedu-sedu, ia angkat kepalanya begitu Julio menyebutkan namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Around
Короткий рассказMereka bisa gak peduli satu sama lain, mereka bisa terus jalan tanpa berhenti untuk menunggu yang lain, mereka bisa untuk melanjutkan hidup mereka tanpa kehadiran masing-masing, tapi mereka lebih memilih untuk peduli dan jalan bersama. a jaywon sho...