4 : Story Time

80 19 4
                                    

"Julio mau kemana? Udah mau balik apart?" Tanya Bunda yang ngeliat Julio udah rapi dan wangi padahal sekarang hari sabtu.

Julio nyamperin Bunda sekalian mau salim, "Nganterin Juan ke gramed, Bun. Katanya mau beli buku buat SBM nih. Pergi dulu ya."

"Hati-hati, Juan jangan lupa diajak main kesini ya."

"Siap, Bun."

Selepas kepergian Julio dari rumahnya, dia ngelajuin mobilnya santai, bersenandung senang. He feels great today.

Rencananya siang ini mau nemenin Juan ke Gramed, abis itu makan, dan jalan. Kalo gak kemaleman mau ke street food yang udah Julio pengen datengin dari lama tapi sering gak kesampaian.

Sebelum belok ke komplek perumahan Juan, Julio mampir di Indomei sekalian beli chupacips karena yang mau dijemput nih kadang pengen nyemil terus.

Selesai beli jajan, Julio mulai jalan lagi kerumah Juan. Gak seperti hari-hari sebelumnya, kali ini rumah Juan lampunya nyala, padahal siang hari sekitar jam 13.00.

Juan, lupa matiin lampu?

Kayaknya nggak, Julio mulai hafal kebiasaan anak itu yang gak suka waste apa-apa. Julio sambil terus menelfon Juan yang anehnya tak diangkat, mulai turun dari mobil dan ingin langsung membunyikan bel yang ada di depan pintu. Pertama kalinya sejak dia ke rumah Juan, karena biasanya anak itu sekali dua kali di telfon akan langsung diangkat.

Weird.


Bug!



Semakin mendekat, Julio mendengar suara bedebum keras. Sejak pertama datang, rumah ini selalu terasa sepi dan sunyi. Namun kali ini berbeda, lampu menyala seperti sengaja tak dimatikan dan terdapat suara bedebug keras.

Handphonenya ia kantongi, agak berlari ingin memencet bel tapi malah pintu terbanting terbuka,

"Ju—"

Dengan Juan yang pelipisnya berdarah dan hidung mimisan, Ia bangun dan menarik tangan Julio untuk masuk ke mobil. Meninggalkan seorang lelaki berumur yang memegang pemukul bisbol, meneriakkan sumpah serapah.

Rapuh.

Julio tak pernah melihatnya serapuh ini. Sebelumnya anak yang lebih muda memang terlihat sangat rentan, namun Julio tak pernah sadar bahwa ia serapuh ini.

Sambil terus melajukan mobilnya, Juan masih terisak. Tak ada barang yang ia bawa, hanya diri dan pakaian rapi yang ia gunakan.

Mobil berhenti didepan apotik, tanpa berkata apapun Julio keluar dan membeli keperluan yang ia butuhkan. Setelah kembali dapat ia lihat Juan mulai mengangkat kepalanya yang daritadi ia tundukkan.

Anak lelaki sudah tak menangis, namun terlihat jelas bahwa yang muda terlihat lelah. Julio menipiskan bibir, menghela nafas pelan, "Gue gak bakalan tanya apapun, just let me... obatin luka lo, okay?"

Juan berbalik sepenuhnya kearah Julio, mempersilahkan yang lebih tua mengobati lukanya. "Maaf ya, Ju kalo sakit. Gue yakin lo gamau ke dokter, jadinya gue inisiatif aja ini obatin. Tapi gue bisa jamin gue jago kok... Gue dulu sering obatin Satria kalo dia abis tawuran."

Yang diobati tersenyum sedikit, "Kata siapa gue gak mau ke dokter?"

"Lo mau?" Tanya balik yang mengobati, "Nggak, bercanda. Makasih, Kak." Ujar Juan.

"Deja vu, gak sih?" Tanya Juan tiba-tiba. Julio tertawa renyah, selesai mengobati pelipis, dan tetap menahan kain yang ada dibawah hidung yang diobati,

"Jangan luka terus ya, Juan? Gue, dimasa depan berharap lo gak punya luka-luka ini lagi."

"Makasih ya, Kak? Udah doain the best buat gue hehe kayaknya lo orang ketiga yang doain gue kayak gitu."

Around Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang